Beberapa waktu terakhir, publik kembali disadarkan oleh maraknya kasus kekerasan seksual yang melibatkan figur-figur berkuasa yang seharusnya bisa dipercaya. Kasus Kapolres Ngada yang mencabuli tiga anak, dokter PPDS di RSHS Bandung yang memperkosa anak pasien, guru besar UGM yang melecehkan mahasiswa, serta sejumlah kasus lain yang melibatkan dokter dan guru, memperlihatkan betapa relasi kuasa kerap membungkam korban. Dalam banyak kasus, mereka tidak diam karena menerima, tapi karena tidak punya pilihan.
Haruskah kita terus membiarkan ini terjadi?
Yang membuat kasus-kasus ini begitu menyedihkan adalah kenyataan bahwa kekerasan seksual terjadi dalam hubungan yang tidak seimbang. Korban berada dalam posisi yang lemah dan tidak punya pilihan untuk menolak atau melawan. Sementara itu, pelaku memiliki posisi yang lebih tinggi, sebagai pejabat, dokter, dosen, atau guru.
Sebagaimana terjadi dalam kasus kekerasan seksual oleh dokter PPDS di RSHS Bandung, korban berada dalam kondisi rentan, bergantung sepenuhnya pada tenaga medis. Begitu pula dengan mahasiswa yang dilecehkan oleh guru besar UGM atau pasien yang diperlakukan tidak semestinya oleh dokter kandungan di Garut.
Korban tidak selalu memilih untuk diam, melainkan karena mereka merasa tidak memiliki pilihan lain. Mereka terperangkap dalam rasa takut akan balasan atau ancaman, bahkan khawatir bahwa langkah mereka untuk melapor akan merusak karier mereka atau reputasi orang-orang di sekitar mereka.
Relasi kuasa ini membuat korban merasa takut untuk melapor, khawatir suara mereka akan diabaikan atau bahkan dihina. Dalam banyak kasus, korban merasa bahwa pelaku memiliki kendali mutlak atas hidup mereka, baik itu dalam dunia profesi atau kehidupan sehari-hari dan mereka terancam akan mendapatkan balasan atau ancaman yang bisa menghancurkan mereka lebih jauh.
Kita tidak boleh diam terhadap kekerasan seksual. Masyarakat harus aktif menciptakan lingkungan yang aman, mendukung korban untuk berbicara, dan memastikan keadilan ditegakkan. Tidak ada tempat bagi kekerasan seksual dalam relasi apapun, terutama yang melibatkan ketimpangan kuasa.
Kita harus lebih sadar akan bahaya relasi kuasa yang membungkam korban. Lembaga juga perlu meningkatkan perlindungan bagi korban dan memberikan hukuman tegas pada pelaku. Mari kita pastikan lingkungan kita, keluarga kita, dan masa depan anak-anak kita bebas dari pelecehan seksual. Teruslah bersuara, sekecil apapun suara kita, karena setiap suara memiliki kekuatan untuk membawa perubahan.
Oleh: Husna Mahmudah
Posting Komentar