BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Recent

Bookmark

Keteladanan yang Harus Dipupuk Lewat PAUD

Pena Laut -
Jangan sampai negara kita tercinta Indonesia hilang akan akhlak yang mulia, baik itu seorang pemimpin, pengusaha, pendidik, siswa, dll. Sejarah sebenarnya telah mengungkapkan tidak ada negara hancur karena kebodohan dan tidak menguasai sains teknologi atau bahkan kemiskinan, namun negara itu akan hancur jika akhlak hilang, tidak dijaga, atau bahkan tidak diterapkan. Contoh idola pemimpin yang sedang viral di media sosial saat ini adalah Kang Dedy Mulyadi Gubernur Jawa Barat yang membuat gebrakan luar biasa untuk masyarakat supaya pemimpin itu harus turun dari pos nyamannya untuk terjun ke masyarakat bawah. Akhlak mulia beliau yang selalu membantu masyarakat hingga menyasar pada peminta-minta di jalanan saja disejahterakan, diberikan modal untuk bekerja oleh beliau, MasyaAllah…mulia bukan? 

Selain itu untuk tingkat kebencanaan di Jawa Barat sekarang mulai berkurang karena banyak perombakan dan normalisasi lingkungan yang baru-baru ini diterapkan. Itulah pemimpin yang bisa kita contoh saat ini, aksi jujur pemimpin seperti beliau bisa kita terapkan pada keorganisasian di lingkup kampus. Contoh kehancuran akhlak di zaman nabi bisa kita lihat juga di kaum Nabi Luth yang hancur akhlaknya di bidang seks, negara Saba’iyah dengan Balqis sebagai ratunya, negara mesir kuno dengan Fir’aun sebagai Rajanya. Negara itu hancur karena Rajanya mengaku Tuhan, lalu negara itu hancur karena kekafirannya. Semua itu karena akhlaknya yang buruk. Akhlak merupakan syarat untuk awet dan kokohnya suatu negara.

Kembali lagi pada permasalahan yang penulis katakan bahwasannya Indonesia sekarang ini mengalami krisis keteladanan, degradasi akhlak. Maksudnya hampir tidak ada lagi tokoh yang patut diteladani kecuali nama orang di atas yang penulis sebutkan. Dahulu, Indonesia banyak Kyai yang patut menjadi teladan. Sekarang sulit mencari sosok kyai seperti itu. Jika seseorang meneladani bukankah beliau yang akhlaknya baik, dalam pengertian luasnya mencakup kepribadian pengetahuan agama yang luas. Saya sependapat jika seseorang memahami AlQur’an sejak kanak-kanak maka nanti akan memiliki akhlak mulia sehingga ia menjadi tokoh teladan. Dalam Pendidikan Nasional kita menggembor-gemborkan penguasaan sains dan teknologi, kadang kita lupa bahwa penguasaan tersebut bersangkutan dengan akhlak guru dan pelajar. Guru yang berakhlak buruk akan gagal dalam mempelajari sains dan teknologi. Maka lebih baik jika kita calon pendidik belajar harus mendahulukan perbaikan akhlak, sesudah itu atau berbarengan dengan itu usaha untuk penguasaan sains dan teknologi.

Sedari masih mahasiswa, calon guru dan calon orang tua harus mendidik anak-anaknya nanti dengan kebenaran Al-Qur’an. Inilah puncak dari segala kebenaran dari segala kecerdasan. Karena kebenaran Al-Qur’an adalah kebenaran hakiki yang tidak akan pernah keropos dimakan usia zaman. Al-Qur’an adalah kebenaran mutlak, bukan kebenaran relative. Dengan Al-Qur’an kita bisa membentuk anak-anak tidak hanya cerdas secara spiritual saja, namun anak-anak nanti diharapkan mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat kelak. Tokoh dunia bernama Dr. John William Draper saja mengakui bahwasannya Al-Qur’an mengandung sugesti-sugesti dan preset-preset moral yang cemerlang yang sangat berlimpah susunan dan fragmentasinya. Banyak orang non muslim seperti Denisen Ross yang mengagumi kebenaran Al-Qur’an. Dengan dasar dan landasan Al-Qur’an inilah seharusnya kita mendidik buah hati kita ketika masih dalam kandungan, bahkan ini termasuk tanggung jawab paling esensial kita terhadap anak-anak didik kita dalam rangka menjaga mereka agar tetap berada dalam jalur on the track (fitrahnya).

Anak adalah fase di tengah-tengah gurun pasir yang kering dan tandus. Ia akan memberi kepuasan ketika dahaga, memberi keteduhan ketika panas, dan memberikan kebahagiaan ketika datang nestapa. Kita bisa mengembangkan syiar-syiar syahdu agama sejak awal, lewat pesan-pesan moral spiritual dengan harapan bisa membawa perubahan secara kognitif, efektif, dan psikomotorik agar anak mulai tumbuh dan berkembang kedepannya. Cara ini tidak mudah, namun disinilah inti pengajaran di PAUD itu tertanam. Mengajarkan pemahaman cara membaca dan menulis Al-Qur’an sejak usianya yang dini adalah cara tepat untuk mengawal fitrah anak agar tidak hilang seiring dengan tumbuh fisiknya. Sebenarnya tujuan mendasar pendidik mengajarkan tafsir Al-Qur’an untuk anak adalah mengawal anak agar tetap terpelihara fitrahnya sejak usianya yang masih dini. Di sini diharapkan pada perkembangan selanjutnya anak mampu mempertahankan pertumbuhan fisik dan psikisnya ketika ia harus dihadapkan pada kompleksitas kehidupan.

Bobbi de Porter mengungkapkan semua kecerdasan yang lebih tinggi termasuk intuisi ada dalam otak sejak lahir. Dan selama lebih dari tujuh hari pertama kehidupan, kecerdasan ini dapat disingkap jika dirawat dengan baik. Proses berpikir otak kiri bersifat logis, sekuensial, linier dan rasional. Cara berpikirnya sesuai ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi auditorial, menempatkan detail dan fakta, bidang-bidang pendidikan, bisnis dan sains cenderung berat ke otak kiri. Sedangkan cara berpikir otak kanan bersifat random, tidak teratur dan intuitif, holistik. Cara berpikirnya sesuai dengan cara-cara untuk mengetahui yang bersifat non-verbal seperti perasaan dan emosi kesadaran yang berkenaan dengan perasaan (merasakan kehadiran suatu benda atau orang) kesadaran special, kreatifitas dan visualisasi. Dengan kata lain Allah memberikan potensi-potensi yang sama pada setiap manusia dalam otaknya. Tinggal bagaimana manusia itu mengembangkan kemampuan otaknya sendiri. 

Berdasarkan fungsi-fungsi tersebut, sesungguhnya masalah kecerdasan seorang anak dalam tingkat potensialnya adalah sama, sementara secara aktual ada anak yang cerdas dan ada anak yang lemah secara rangsangan. Maka hal ini bukan karena fitrah dasar tetapi karena rangsangan-rangsangan ke otak terutama otak kiri antara anak yang satu dengan yang lain berbeda-beda. 

Akhirnya, inilah tugas guru untuk mengarahkan nalar anak setinggi-tingginya dengan memahamkan nilai-nilai Al-Qur’an sejak dini di PAUD dengan metode yang tepat agar muncul kecintaannya pada Tuhan yang telah menciptakan manusia juga isinya, betapa besar mukjizatnya, mengenal Nabi dan sahabat nabi, mengenal keadilannya, Malaikat, Rasulullah agar menjadi manusia yang berakhlak mulia dan beriman. Membelajarkan tafsir Al-Qur’an pada anak usia dini adalah usaha untuk meningkatkan kecintaan anak-anak pada Al-Qur’an agar anak didik memahami ajaran-ajaran Allah SWT. yang akan menghantarkan mereka kepada kebahagiaan hidup di dunia juga kebahagiaan hidup di akhirat.


Oleh: Nur Elisa A
Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak