BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Recent

Bookmark

Kegaduhan Ijazah Jokowi: Persoalan Keaslian dan Beban Pembuktian

Ijazah Jokowi
Pena Laut -
Akhir-akhir ini ramai diperbincangkan mengenai kepalsuan bukti otentik Joko Widodo atau Jokowi—Mantan Presiden RI Ke-7—sebagai lulusan Sarjana di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta yaitu ijazah. Persoalan bermula dari keraguan atas keaslian ijazah yang dipicu oleh analisis font dan dokumen oleh pihak tertentu, dilanjutkan dengan gugatan hukum yang ditolak, dan klarifikasi resmi dari UGM yang membenarkan keaslian ijazah Jokowi.
 
Ratusan orang yang tergabung dalam Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) mendatangi Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) pada selasa (15/04/2025) untuk menuntut klarifikasi dan bukti keaslian ijazah Jokowi yang mereka ragukan. Dalam audiensi tersebut, perwakilan massa meminta bukti fisik ijazah asli Jokowi, yang hingga saat itu belum diserahkan oleh Jokowi secara langsung ke publik atau pengadilan. Mereka menilai klarifikasi UGM sebelumnya belum cukup dan meminta bukti konkret agar persoalan ini selesai.

UGM menegaskan bahwa mereka memiliki catatan lengkap dan dokumen asli yang membuktikan Jokowi memang lulus dari Fakultas Kehutanan pada 1985, dan menyesalkan tuduhan palsu yang dianggap menyesatkan serta tanpa dasar kuat. Pihak kampus juga menolak tuduhan bahwa mereka melindungi Jokowi secara tidak benar.
Dilansir dari jpnn.com (2025) Jokowi mengatakan akan membawa persoalan ijazah kuliahnya yang dipermasalahkan sejumlah pihak ke ranah hukum. Presiden ke-7 RI itu mengatakan polemik tersebut juga termasuk pencemaran nama baik sehingga dirinya mempertimbangkan untuk melaporkan hal tersebut ke aparat hukum.

Dalam hukum, prinsip yang berlaku adalah siapa yang menggugat atau menuduh, dialah yang harus membuktikan tuduhannya (asas pembuktian). Dalam konteks gugatan dugaan ijazah palsu Jokowi, tim kuasa hukum Jokowi menegaskan bahwa beban pembuktian ada pada pihak yang menuduh, bukan pada Jokowi atau pihak yang dituduh. Namun, ada usulan agar Mahkamah Konstitusi (MK) atau Mahkamah Agung (MA) membuat terobosan hukum yang mengatur kewajiban pembuktian keaslian ijazah bagi pejabat publik, sehingga beban pembuktian tidak hanya pada penuduh tetapi juga pada pihak yang dituduh, demi menjaga integritas dokumen dan kepercayaan publik.

Secara intelektual, sebetulnya tidak perlu sampai menggugat ini ke ranah hukum, karena apa? Jokowi yang terpilih oleh rakyat sebagai pejabat publik—Presiden 2 periode—dan sebetulnya bisa dengan gampang secara langsung membuktikan bahwa "Baik, karena saya sudah terpilih dua periode menjadi presiden, dan kalian ingin mengetahui bukti ijazah saya, inilah ijazah saya—dan ini asli!". Selesai sebetulnya!

Dilansir dari nasional.sindonews.com (2025) beliau menunjukkan ijazahnya kepada para wartawan dan anehnya, beliau melarang ijazah tersebut untuk didokumentasikan (foto/video). Justru hal ini menambah kecurigaan publik—mengenai keasliannya. Mengapa tidak boleh difoto/didokumentasikan? Apakah tidak ingin publik memeriksa keasliannya?
Lantas, mengapa publik mempersoalkan ijazah tersebut?

Karena, ini menyangkut surat resmi yang merupakan bukti otentik yang diajukan beliau sebagai syarat administratif di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Solo, Jakarta, hingga pusat saat mencalonkan diri menjadi Bupati, Walikota, hingga Presiden. Jadi, publik bukan menagih bukti administrasi, namun, keasliannya secara an sich.
Hal ini yang membedakan antara keinginan untuk menghasilkan kejujuran dan memeriksa keaslian. Kaitan dengan kejujuran mungkin publik percaya, dan mengenai keaslian itu yang ingin ditagih oleh publik. Sekali lagi, karena benda itu pernah beliau tunjukkan saat mencalonkan diri di KPU. Jadi tentang bendanya, dan jika ingin tau bendanya pasti harus diperlihatkan bukti fisiknya serta dipastikan keasliannya.
 
Jadi, tentang kurangnya kepercayaan presiden kepada warga negara. Sekali lagi, harus dipastikan bahwa persoalan ijazah Jokowi terjadi karena Jokowi memakai ijazah tersebut untuk kepentingan pencalonan dirinya menjadi Walikota, Gubernur, hingga Presiden. Jadi, ini merupakan urusan administrasi publik. Jika ada pihak yang mencurigai, berarti merasa ada proses yang tidak ditempuh secara benar termasuk oleh Jokowi termasuk juga KPU Solo, Jakarta, atau pun Pusat.
Hal ini perlu diyakinkan secara moral bahwa Jokowi pada saat menempuh proses pencalonan diri sebagai pejabat publik, benar-benar tiba dengan kejujuran. Hanya hal tersebut.


Oleh: Fawaid Abdullah Abbas
Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak