BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Recent

Bookmark

Degradasi Moral: Pelecehan Perempuan Oleh Oknum Pejabat, Pengajar, Hingga Dokter

Pena Laut
- ”Sebab, ibu adalah seorang perempuan yang sengaja diutus oleh Tuhan untuk menyalurkan risalah cinta dan kasih sayang yang tak terperi kepada anak-anaknya”, demikian adalah ungkapan dari seorang Kuswaidi Syafi’ie, dalam bukunya yang berjudul “Taman-Taman Kehidupan”.

Perempuan tampil bukan hanya sebagai atribut dan simbol bagi onggokan belulang dan daging yang seringkali dilecehkan oleh kaum patriarki dalam hampir semua lini kehidupan manusia, melainkan perempuan menjelma sebagai seberkas sinar dari Tuhan dengan segala ke abstrakan Rahmat dan rahasia cinta kasih-Nya. Ya, seharusnya pemahaman terhadap perempuan kurang lebih seperti itu, bukan hanya persoalan nafsu saja!

Benar, kita tidak perlu pusing mencari informasinya, karena pemberitaan mengenai perilaku-perilaku bejat tersebut telah menjadi santapan kita beberapa hari belakang ini.
Kasus kekerasan seksual pada perempuan tidak selesai dan berhenti hingga saat ini, walaupun tanpa mengecualikan pelaku yang lain. Mirisnya belakangan ini pelaku-pelaku dari kasus biadab tersebut dilakukan bukan oleh orang-orang yang (katanya) tidak ber-pendidikan, malah banyak diantara mereka adalah orang-orang yang terpampang label; predikat atau gelar di kanan – kiri nama kebanggaan mereka.
 
Belum genap satu bulan bermaaf-maafan usai momentum lebaran, publik disuguhkan berita-berita yang membingungkan. Dilansir dari kompas. id, riset yang ditulis oleh Dewi Pancawati: “Kasus kekerasan seksual yang dialami seorang perempuan keluarga pasien yang diduga dilakukan oleh seorang dokter residen di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung, Jawa Barat, tengah menjadi sorotan publik dan menambah catatan kelam kasus kekerasan terhadap perempuan. Pelaku adalah dokter anestesi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad), bernama Priguna Anugerah Pratama (31 tahun), telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Polda Jawa Barat sejak 23 Maret 2025. Belakangan terungkap fakta korban pelecehan seksual oleh Priguna bahkan bertambah dua orang yang adalah pasien rumah sakit tersebut.”

Belum sempat tarik nafas dan mengusap dada, tepat pada Selasa 15 april 2025 masyarakat dihebohkan kembali dengan beredarnya berita serta video dugaan dan bukti CCTV serta pengakuan dari korban-korban yang lainnya terkait kasus serupa juga, yang dilakukan oleh oknum dokter kandungan di RS Garut.
Insiden-insiden seperti ini sangatlah mengejutkan dan membuat geram masyarakat, sebab dilakukan oleh seorang dokter, profesi yang semestinya erat dengan rasa kemanusiaan yang tinggi dan dapat dipercaya, tetapi malah justru bertindak sebaliknya.
 
Pertanyaan klise yang muncul dari keprihatinan sanubari masyarakat atau publik, atau saya pribadi, mungkin seperti ini : “Kenapa hal seperti itu sering terjadi?”
 
Jawaban sementara yang bersemayam pada pikiran saya saat ini adalah karena lahirnya “paradigma” kewajaran bagi pemahaman atas nilai-nilai keagungan manusia. Artinya, manusia yang sesungguhnya merupakan makhluk perpaduan antara unsur rohani dan jasmani yang semestinya dipahami oleh manusia itu sendiri, telah mengalami degradasi sehingga pandangan dan sikap hidup manusia lebih mencerminkan sebagai “makhluk tanah saja” yang tidak memiliki nilai-nilai ketuhanan, yang mana pada dasarnya naluri manusia merupakan naluri yang suci dan sakral yang kemudian menjelma dan berubah mendekati naluri atau insting ke-binatang-an.

Hal demikian sering terjadi dari kesalahan dan kelemahan seseorang dalam memilih konsekuensi dari pilhan hidup dan tidak adanya daya saring terhadap setiap kehendak dan kemauan yang muncul pada dirinya sendiri. Ambisi dan kerakusan yang bersifat bendawi akan meluncur begitu saja, tanpa berhadapan dengan kekuatan mengatur dirinya sendiri, karena potensi akal sehat dan nurani yang suci telah di buang jauh-jauh dan telah dia kebiri sendiri.
 
Dampak tragis yang ditakutkan muncul dari akibat kebuasan insting ke-hewan-an tersebut adalah keterasingan manusia dari garis sejati kehidupannya sendiri. Karena bagaimanapun rasa enak, nyaman, nikmat dari sebuah nafsu itu hanya mampu memahami dirinya sendiri sebagai onggokan benda tanpa roh. Ia tidak mengenal hakikat eksistensi dirinya, “berawal dari mana?”, “lahir dari siapa?”, “dibesarkan oleh siapa?”, dan “ke mana ia mesti pulang dan berakhir?”. Mudahnya Ia telah tersesat jauh ditengah rimba keserakahan dan kemunafikan.
 
Akhirnya, perkenankan saya menyampaikan rasa hormat kepada korban yang berani speak up terkait musibah atau permasalahan ini (walau saya yakin pasti langkah anda adalah langkah yang bermanfaat bagi orang banyak), kepada publik atau seseorang yang bersedia menyebarkan berita terkait permasalahan ini, kepada pihak berwajib yang kami harap segera menyelesaikan tugas memutuskan hukuman yang diberlakukan sesuai aturannya kepada para pelaku kasus yang memalukan tersebut.
 
Dan sebelum kalimat terakhir, saya terbesit sebuah fikiran, nanti akan datang waktunya dimana semakin berjalannya masa dan beriringan dengan kemajuan zaman, manusia akan semakin tau, paham, dan sadar akan definisi serta makna dari sebuah ILMU, bukan hanya sekedar GELAR saja.

Kepada saya, anda, atau siapapun orangnya yang merasa buram jiwanya, perlulah kita simak dan jadikan renungan kasus-kasus seperti ini sebagai cermin untuk diri kita sendiri. Karena sebagai bangsa yang cukup terhormat di mata dunia, kita; Indonesia sebenarnya dituntut untuk selalu instropeksi agar degradasi moral dan kredibilitas seperti ini tidak lagi menjadi semakin parah kedepannya. Dan saya tutup rubrik opini ini dengan kutipan dari seorang Mahatma Gandhi : ”Aku jauh lebih baik melihat ras manusia musnah, daripada kita menjadi lebih buruk dari binatang, dengan menjadikan ciptaan Tuhan yang paling baik; wanita, (hanya) sebagai objek nafsu kita.”

Semoga paham dan bermanfaat.


Oleh: M. Roqy Azmi
Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak