Karya: Syajida Gadistia
Di malam yang sunyi,
kisah kita terurai perlahan,
bagai benang halus yang lepas dari rajutan kenangan.
Langkah-langkah yang dulu seiring,
kini menjauh tanpa alasan,
seakan angin malam membawa pergi janji yang pernah diikrarkan.
Doa-doa yang dulu mengalun serupa nyanyian senja,
Doa-doa yang dulu mengalun serupa nyanyian senja,
berubah menjadi bisu dalam jarak yang tak terjaga.
Semesta seolah menganggukkan kepala,
merestui perpisahan yang tak sempat terucap kata.
Dalam hening,
Dalam hening,
ego dan air mata saling berbisik,
membuka lembaran luka yang tak mudah dimengerti.
Segalanya terasa asing,
tak masuk akal dan rumit,
sementara hatiku masih berdiri kaku di tengah sepi yang abadi.
Kau menggenggam masa lalu dengan ragu,
sementara aku menadah sisa-sisa harapan yang semu.
Tak mudah melangkah pergi dari yang pernah berarti,
Kini cerita kita hanyalah puisi yang sukar dimaknai.
Mungkin inilah akhirnya.
Dua hati yang tak lagi saling menatap ke cakrawala yang sama.
Cinta yang dulu sederhana dan hangat rasanya,
Kau menggenggam masa lalu dengan ragu,
sementara aku menadah sisa-sisa harapan yang semu.
Mencoba berdamai dengan retakan kenyataan,
meski tiap langkah menjauh terasa seperti pengkhianatan.
Tak mudah melangkah pergi dari yang pernah berarti,
karena ini tentang hati bukan sekedar keyakinan diri.
Siapa yang tahu?
Siapa yang mau?
Ketika jarak menjadi tembok yang bisu.
Siapa yang tahu?
Siapa yang mau?
Ketika jarak menjadi tembok yang bisu.
Kini cerita kita hanyalah puisi yang sukar dimaknai.
Tak lagi searah,
Tak lagi seirama.
Bagai dua bintang yang menjauh di langit senja.
Bagai dua bintang yang menjauh di langit senja.
Mungkin inilah akhirnya.
Dua hati yang tak lagi saling menatap ke cakrawala yang sama.
Cinta yang dulu sederhana dan hangat rasanya,
kini perlahan menjadi bayang-bayang kisah yang sirna.
Posting Komentar