BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Recent

Bookmark

Ramadhan: Momentum Melawan Berhala ‘Egosentrisme’

Pena Laut -
Gema Ramadhan kembali terdengar, bukan sekadar panggilan untuk menahan lapar dan dahaga, tetapi seruan untuk bangkit melawan egosentrisme, musuh laten yang menggerogoti fondasi kemanusiaan kita. Di tengah arus individualisme yang kian deras, Ramadhan hadir sebagai oasis spiritual, menawarkan momentum untuk merenungkan kembali makna berbagi, empati, dan kepedulian.

Egosentrisme, atau kecenderungan mementingkan diri sendiri, adalah akar dari berbagai permasalahan sosial. Ia memicu keserakahan, ketidakadilan, dan ketidakpedulian terhadap penderitaan sesama. Egosentrisme membutakan mata hati kita, membuat kita abai terhadap jeritan mereka yang terpinggirkan, terlupakan, dan terabaikan.

Ramadhan hadir sebagai terapi yang efektif untuk melawan egosentrisme. Ibadah puasa, lebih dari sekadar menahan lapar dan haus, adalah latihan pengendalian diri yang mendalam. Kita belajar mengendalikan hawa nafsu, menunda kepuasan, dan merasakan apa yang dirasakan oleh mereka yang kurang beruntung. Di era digital yang serba cepat dan individualistis ini, kita seringkali terjebak dalam pusaran kepentingan pribadi, mengutamakan ambisi dan keinginan sendiri di atas kebutuhan orang lain. Egosentrisme, yang berakar pada kecintaan yang berlebihan terhadap diri sendiri, telah mengikis nilai-nilai luhur kemanusiaan dan merusak harmoni sosial. Lebih dari sekadar menahan lapar dan haus, Ramadhan menawarkan momentum berharga untuk melawan 'egosentrisme'—kecenderungan untuk memprioritaskan diri sendiri di atas kepentingan orang lain. Di tengah arus individualisme yang semakin kuat dalam masyarakat modern, terutama di era digital, Ramadhan hadir sebagai penyeimbang, mengajak kita untuk merenungkan kembali makna berbagi, empati, dan kepedulian terhadap sesama.

Kesadaran ‘Ukhuwah Islamiyah’

Ukhuwah Islamiyah adalah ikatan persaudaraan yang melampaui batas-batas suku, ras, bahasa, dan status sosial. Ia didasarkan pada kesamaan iman dan ketundukan kepada Allah SWT. Dalam konsep Ukhuwah Islamiyah (Persaudaraan Islam), Islam menekankan bahwa semua Muslim adalah bersaudara. Konsep ini mendorong setiap Muslim untuk peduli terhadap kesejahteraan saudaranya, merasakan apa yang mereka rasakan, dan membantu mereka yang membutuhkan. Egosentrisme bertentangan dengan semangat ukhuwah ini karena hanya memprioritaskan diri sendiri. Ukhuwah menumbuhkan rasa empati dan solidaritas yang kuat. Ketika seorang Muslim menyadari bahwa ia memiliki hubungan persaudaraan dengan Muslim lainnya, ia akan lebih peduli terhadap kesulitan dan kebutuhan mereka. Ini mengurangi kecenderungan untuk hanya memikirkan diri sendiri dan kepentingannya.

Ukhuwah mendorong umat Muslim untuk mengutamakan kepentingan bersama (maslahat umum) di atas kepentingan pribadi. Ini berarti bersedia berkorban waktu, tenaga, dan harta demi membantu sesama dan membangun masyarakat yang lebih baik. Egosentrisme, yang fokus pada pemuasan diri sendiri, menjadi penghalang bagi terwujudnya maslahat umum. Ukhuwah menolak segala bentuk diskriminasi dan prasangka buruk terhadap sesama Muslim. Ia mengajarkan untuk saling menghormati, menghargai perbedaan, dan bekerja sama dalam kebaikan. Egosentrisme sering kali menjadi akar dari diskriminasi karena menganggap kelompok sendiri lebih unggul dari kelompok lain. Sebagai contoh, seorang Muslim yang memahami konsep ukhuwah akan tergerak untuk membantu korban bencana alam, memberikan sumbangan kepada fakir miskin, atau membela hak-hak kaum Muslim yang tertindas, meskipun ia sendiri tidak terkena dampak langsung dari masalah tersebut.

Hal ini juga didukung dalam QS. Al-Hujurat: 10, yang artinya: "Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat."

Hikmah ‘Puasa’

Puasa adalah ibadah yang melibatkan penahanan diri dari makan, minum, dan segala sesuatu yang membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Puasa bukan hanya sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga melatih pengendalian diri dari segala bentuk nafsu dan godaan.

Puasa melatih pengendalian diri (self-control) dari segala bentuk nafsu, termasuk nafsu untuk mementingkan diri sendiri. Dengan menahan diri dari makan, minum, dan hal-hal yang menyenangkan, seseorang belajar untuk lebih sabar, disiplin, dan bijaksana dalam bertindak. Dengan merasakan lapar dan haus, umat Muslim diharapkan dapat lebih merasakan penderitaan orang lain yang kurang beruntung. Ini meningkatkan empati dan mendorong untuk lebih peduli terhadap sesama. Egosentrisme sering kali membuat seseorang tidak peduli terhadap penderitaan orang lain karena hanya fokus pada diri sendiri.

Puasa membantu menyucikan jiwa dari sifat-sifat buruk seperti sombong, riya, dan ujub. Orang yang berpuasa diharapkan menjadi lebih rendah hati, tulus, dan ikhlas dalam beribadah dan beramal. Sifat-sifat buruk ini adalah manifestasi dari egosentrisme. Islam mengajarkan bahwa seorang Muslim tidak boleh acuh tak acuh terhadap masalah yang dihadapi oleh masyarakatnya. Setiap Muslim memiliki tanggung jawab untuk berkontribusi dalam menyelesaikan masalah sosial dan membantu mereka yang membutuhkan. Hal ini merupakan enekanan pada epedulian sosial.

Dalam HR. Thabrani dijelaskan: "Barangsiapa yang tidak peduli dengan urusan kaum Muslimin, maka ia bukan golongan mereka."

Puasa Ramadhan tidak hanya menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga melatih pengendalian diri dari segala bentuk nafsu, termasuk nafsu untuk mementingkan diri sendiri. Dengan merasakan lapar dan haus, umat muslim diharapkan dapat lebih merasakan penderitaan orang lain dan meningkatkan empati. Mari manfaatkan momentum Ramadhan ini untuk menjadi pribadi yang lebih baik, lebih peduli, dan lebih bermanfaat bagi sesama.


Oleh: Fawaid Abdullah Abbas (PMII Universitas Islam Ibrahimy Banyuwangi)
Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak