BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Recent

Bookmark

Ketika Takjil Menyatukan Hati

Pena Laut -
Ramadan selalu membawa cerita yang penuh makna. Bulan penuh berkah ini menjadi waktu di mana setiap insan berlomba-lomba dalam kebaikan. Salah satu momen yang paling dinanti adalah berbagi takjil. Bukan hanya sekadar makanan pembuka puasa, tetapi juga sarana untuk mempererat hubungan antarmanusia. Seperti yang dialami oleh Rafi, seorang pemuda yang awalnya menganggap berbagi takjil hanya sekadar rutinitas tahunan belaka.

Suatu sore di bulan Ramadan, Rafi berdiri di pinggir jalan bersama beberapa temannya, membagikan takjil kepada para pengendara yang melintas. Wajah-wajah letih yang menerima sekotak kolak dan segelas teh hangat menyiratkan rasa syukur yang mendalam. Rafi memperhatikan seorang ibu paruh baya dengan pakaian sederhana yang berjalan perlahan menuju mereka. Dengan senyum lembut, Rafi menyerahkan satu kotak takjil kepadanya. Mata ibu itu berkaca-kaca, seolah tak percaya bahwa ada tangan yang dengan tulus menyodorkan sekotak makanan untuknya.

"Nak, semoga kebaikanmu dibalas oleh Allah," ucap ibu itu dengan suara bergetar.

Rafi terdiam sesaat. Ada perasaan hangat yang meresap ke dalam hatinya. Momen sederhana itu membuatnya menyadari bahwa berbagi bukan hanya tentang memberi, tetapi juga tentang merasakan kebahagiaan yang datang dari ketulusan. Sejak hari itu, ia semakin bersemangat dalam kegiatan berbagi takjil, tidak hanya di jalan raya tetapi juga di masjid-masjid dan panti asuhan.

Di salah satu kegiatan berbagi takjil di panti asuhan, Rafi bertemu dengan seorang anak kecil bernama Fadli. Bocah berusia tujuh tahun itu tampak antusias saat menerima sekotak kurma dan es buah dari tangan Rafi. Namun, alih-alih langsung memakannya, Fadli justru menyisihkannya.

"Kenapa nggak dimakan, Dik?" tanya Rafi penasaran.

Fadli tersenyum malu-malu. "Aku tunggu adik-adikku dulu, Kak. Kalau mereka belum dapat, aku juga belum mau makan."

Jawaban itu membuat Rafi terenyuh. Di usia yang masih belia, Fadli telah memahami arti berbagi yang sesungguhnya. Rafi belajar bahwa berbagi bukan hanya tentang memberi sesuatu yang kita miliki, tetapi juga tentang menunggu dan memastikan bahwa orang-orang di sekitar kita juga mendapatkan kebahagiaan yang sama.

Hari-hari Ramadan berlalu, tetapi pengalaman berbagi takjil itu terus membekas di hati Rafi. Ia menyadari bahwa makanan sederhana yang diberikan dengan ikhlas bisa menjadi jembatan yang menyatukan hati banyak orang. Ramadan tidak hanya tentang menahan lapar dan dahaga, tetapi juga tentang menumbuhkan empati dan kasih sayang di antara sesama.

Ramadan kali ini telah mengajarkannya bahwa kebaikan sekecil apa pun bisa memberikan dampak besar bagi orang lain. Dan takjil, yang awalnya hanya ia anggap sebagai makanan pembuka puasa, kini menjadi simbol bagaimana kasih sayang bisa menyatukan hati manusia.

Di dalam hatinya, Rafi berjanji, Ramadan tahun depan, ia akan kembali berbagi—bukan hanya dengan takjil, tetapi juga dengan lebih banyak kebaikan yang bisa ia tebarkan.


Oleh: Fathan Faris Saputro (Penulis Buku Pelukan Ramadan)
Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak