Anarki mengandaikan sebuah harmoni dimana sebuah kelompok di suatu tempat memiliki etika dan pengendalian diri yang sangat baik hingga mengakibatkan terciptanya aturan bersama yang mengatur keberadaan mereka di tempat itu, baik dari segi permusyawaratan, ekonomi, keamanan dan dalam segi lainnya tanpa perlu campur tangan seseorang atau badan pimpinan yang berbentuk hirarki.
Masyarakat Indonesia masih terbelakang dalam hal pengendalian diri. Kasus penjarahan muatan truk yang terguling, penjarahan ketika bencana, otoritas keamanan yang membunuh anak kecil tidak bersalah, perkelahian antar organisasi beladiri, perkelahian antar fans klub bola. Maka masyarakat Indonesia memang perlu untuk memasrahkan dirinya kepada hukum agar keamanan dan ketertiban dapat tercapai.
Masyarakat Indonesia masih akrab dengan sistem feodal. Sejarah panjang era kerajaan hingga kolonial bahkan hingga terealisasinya konsep negara Indonesia tidak membuat masyarakat sadar akan makna demokrasi itu sendiri. Selain fenomena pengkultusan pada Gus, pengkultusan pada otoritas masih sering terjadi hingga saat ini. Masyarakat masih belum bisa memahami demokrasi dimana otoritas bekerja dengan imbalan gaji oleh masyarakat itu sendiri. Presiden, DPR, Kepala Desa, Kepala Sekolah, Pejabat Yayasan Pondok Pesantren, Rektor adalah pejabat yang digaji oleh masyarakat dalam sistem itu sendiri. Masyarakat Indonesia masih silau dengan konsep pemimpin, masyarakat masih mengenang masa-masa silam seperti era Soekarno dan Soeharto, otoritas tangan besi yang masih masyarakat dambakan. Masyarakat tidak menyadari bahwa kesejahteraan dan keadilan adalah saat ini dan dapat kita raih dengan tangan kita sendiri.
Paham yang lahir di abad 19 ini tidak dapat dipungkiri bahwa akhirnya menjadi sebuah gerakan besar yang dapat meruntuhkan kekaisaran dan negara. Penulis disini menekankan pada nilai-nilai yang dapat diterapakan pada kehidupan sehari-hari yang artinya tidak mengganggu kehidupan bernegara seperti mengganti konsep anti negara menjadi konsep anti kebijakan negara yang menindas.
Ideologi-ideologi dunia biasanya membutuhkan kekerasan untuk mencapai idealnya. Revolusi beberapa agama dalam sejarahnya melakukan perang, revolusi Prancis dan Bolsevhik, bahkan kemerdekaan Indonesiapun dicapai dengan perlawanan bersenjata terhadap kolonial. Walaupun seperti ideologi lainnya yang biasanya membutuhkan kekerasan untuk mencapai ideal, harmoni anarkisme diperlukan gerakan sosial yang revolusioner namun penekanan disini adalah menjadi individu anarkis didalam sebuah negara.
Mungkin hampir yang semua masyarakat pahami mengenai anarkisme adalah omong kosong. Banyak orang tampaknya berpikir bahwa kaum anarkis mendukung kekerasan, kekacauan, dan penghancuran, bahwa mereka menentang semua bentuk ketertiban dan organisasi, atau bahwa mereka adalah kaum nihilis gila yang hanya ingin menghancurkan segalanya. Namun kenyataannya, kaum anarkis hanyalah orang-orang yang percaya bahwa manusia mampu berperilaku dengan cara yang wajar dengan tanpa adanya paksaan. Ini adalah gagasan yang benar-benar sangat sederhana, namun juga adalah gagasan yang dianggap sangat berbahaya oleh masyarakat dan para penguasa.
Mungkin hampir yang semua masyarakat pahami mengenai anarkisme adalah omong kosong. Banyak orang tampaknya berpikir bahwa kaum anarkis mendukung kekerasan, kekacauan, dan penghancuran, bahwa mereka menentang semua bentuk ketertiban dan organisasi, atau bahwa mereka adalah kaum nihilis gila yang hanya ingin menghancurkan segalanya. Namun kenyataannya, kaum anarkis hanyalah orang-orang yang percaya bahwa manusia mampu berperilaku dengan cara yang wajar dengan tanpa adanya paksaan. Ini adalah gagasan yang benar-benar sangat sederhana, namun juga adalah gagasan yang dianggap sangat berbahaya oleh masyarakat dan para penguasa.
Secara sederhana, keyakinan kaum anarkis bergantung pada dua asumsi dasar. Yang pertama adalah bahwa manusia, dalam keadaan normal, sebisa mungkin bersikap logis dan beretika sebagaimana umumnya sehingga dapat mengatur diri mereka sendiri dan komunitas tanpa perlu diberi tahu caranya. Yang kedua adalah bahwa kekuasaan dapat merusak karena didasari pada keyakinan bahwa dimana terdapat kekuasaan disana juga terdapat peluang untuk melakukan penindasan. Yang terpenting, anarkisme hanyalah masalah keberanian untuk mengambil prinsip-prinsip sederhana tentang etika umum yang kita semua jalani, dan mengikutinya apabila aturan ini logis. Meskipun ini mungkin tampak aneh, namun kita sudah menjadi seorang anarkis, kita hanya tidak menyadarinya.
Contohnya dalam kehidupan sehari-harinya jika ada antrean untuk naik kereta yang penuh sesak, apakah kita dengan tenang bergiliran mengantri atau malah sikut sikutan walaupun tidak ada polisi? jika iya, mungkin kita adalah seorang anarkis. Karena prinsip dasar seorang anarkis adalah pengorganisasian diri terhadap komunitas yang disini adalah masyarakat walaupun tidak diawasi oleh otoritas keamanan. Kaum anakis berasumsi bahwa manusia tidak perlu diancam dengan tuntutan hukum agar dapat mencapai kesepahaman yang wajar satu sama lain, atau memperlakukan satu sama lain dengan bermartabat.
Contoh lainnya adalah ketika kita berada dalam sebuah klub atau tim sepakbola, panitia lomba agustus, atau organisasi lainnya yang keputusannya tidak dipaksakan oleh satu pemimpin, tetapi dibuat atas dasar persetujuan umum. Jika kita pernah berada pada organisasi yang bekerja dengan prinsip ini berarti kita pernah menjalankan prinsip-prinsip anarkis karena prinsip dasar anarkis lainnya adalah asosiasi sukarela. Ini hanyalah masalah penerapan prinsip-prinsip demokrasi pada kehidupan sehari-hari yang satu-satunya perbedaan adalah bahwa kaum anarkis percaya bahwa seharusnya mungkin untuk memiliki masyarakat di mana segala sesuatunya dapat diatur kelompok berdasarkan persetujuan bebas dari para anggotanya, dan oleh karena itu, semua gaya organisasi militer yang bersifat otoritas hirarki seperti angkatan bersenjata, birokrasi atau perusahaan besar, yang didasarkan pada rantai komando, tidak lagi diperlukan. Mungkin kita tidak percaya itu mungkin tetapi setiap kali kita mencapai kesepakatan melalui konsensus alih-alih ancaman, setiap kali kita membuat peraturan sukarela dengan orang lain, mencapai kesepahaman dan mencapai kompromi dengan mempertimbangkan situasi atau kebutuhan khusus orang lain, maka kita menjadi seorang anarkis, bahkan jika kita tidak menyadarinya.
Kebijakan yang sewenang-wenang, perang, kekerasan aparatur negara, penyuapan hakim dan jaksa, penggusuran masyarakat oleh pemerintah, korupsi, politik dinasti, tidak terjangkaunya akses pendidikan dan kesehatan, ketidakadilan upah buruh, represi dan pembatasan kebebasan berpendapat dan kebebasan berkspresi. Apakah kita diam? jika iya, oh sayang sekali berarti kita bukan sosok anarkis. Prinsip tanpa hirarki yang didasari asumsi dimana terletak hirarki maka disana terdapat peluang penindasan, prinsip ini menjadikan anarkis bersikap melawan otoritas. Walaupun tidak melakukan revolusi namun melakukan demonstrasi, menulis, atau setidaknya berdiskusi mengenai situasi politik adalah hal yang dapat dilakukan anarkis untuk merawat kesadaran mengawal keadilan.
Contoh selanjutnya, bermusyawarah dan bergotong-royong bersama secara egaliter tanpa memperdulikan jabatan, kekayaan, suku, ras, dan agama. Anarki sebagai struktur sosial dan politik adalah paham tanpa adanya hirarki yang sederhananya disebut sebagai kesetaraan. Anarkis adalah sikap tanpa rasis, fasis, patriarkis, matriarkis, dan segala arkis-arkis atau Archy yang dalam bahasa indonesianya adalah hirarki. Anarki memiliki paham bahwa kebebasan adalah hak setiap individu, setiap individu memiliki kebebasan yang dibatasi oleh kebebasan individu lainnya. Jika kita memandang manusia sebagaimana manusia maka kita adalah sosok anarkis.
Contoh lainnya adalah ketika kita berada dalam sebuah klub atau tim sepakbola, panitia lomba agustus, atau organisasi lainnya yang keputusannya tidak dipaksakan oleh satu pemimpin, tetapi dibuat atas dasar persetujuan umum. Jika kita pernah berada pada organisasi yang bekerja dengan prinsip ini berarti kita pernah menjalankan prinsip-prinsip anarkis karena prinsip dasar anarkis lainnya adalah asosiasi sukarela. Ini hanyalah masalah penerapan prinsip-prinsip demokrasi pada kehidupan sehari-hari yang satu-satunya perbedaan adalah bahwa kaum anarkis percaya bahwa seharusnya mungkin untuk memiliki masyarakat di mana segala sesuatunya dapat diatur kelompok berdasarkan persetujuan bebas dari para anggotanya, dan oleh karena itu, semua gaya organisasi militer yang bersifat otoritas hirarki seperti angkatan bersenjata, birokrasi atau perusahaan besar, yang didasarkan pada rantai komando, tidak lagi diperlukan. Mungkin kita tidak percaya itu mungkin tetapi setiap kali kita mencapai kesepakatan melalui konsensus alih-alih ancaman, setiap kali kita membuat peraturan sukarela dengan orang lain, mencapai kesepahaman dan mencapai kompromi dengan mempertimbangkan situasi atau kebutuhan khusus orang lain, maka kita menjadi seorang anarkis, bahkan jika kita tidak menyadarinya.
Kebijakan yang sewenang-wenang, perang, kekerasan aparatur negara, penyuapan hakim dan jaksa, penggusuran masyarakat oleh pemerintah, korupsi, politik dinasti, tidak terjangkaunya akses pendidikan dan kesehatan, ketidakadilan upah buruh, represi dan pembatasan kebebasan berpendapat dan kebebasan berkspresi. Apakah kita diam? jika iya, oh sayang sekali berarti kita bukan sosok anarkis. Prinsip tanpa hirarki yang didasari asumsi dimana terletak hirarki maka disana terdapat peluang penindasan, prinsip ini menjadikan anarkis bersikap melawan otoritas. Walaupun tidak melakukan revolusi namun melakukan demonstrasi, menulis, atau setidaknya berdiskusi mengenai situasi politik adalah hal yang dapat dilakukan anarkis untuk merawat kesadaran mengawal keadilan.
Contoh selanjutnya, bermusyawarah dan bergotong-royong bersama secara egaliter tanpa memperdulikan jabatan, kekayaan, suku, ras, dan agama. Anarki sebagai struktur sosial dan politik adalah paham tanpa adanya hirarki yang sederhananya disebut sebagai kesetaraan. Anarkis adalah sikap tanpa rasis, fasis, patriarkis, matriarkis, dan segala arkis-arkis atau Archy yang dalam bahasa indonesianya adalah hirarki. Anarki memiliki paham bahwa kebebasan adalah hak setiap individu, setiap individu memiliki kebebasan yang dibatasi oleh kebebasan individu lainnya. Jika kita memandang manusia sebagaimana manusia maka kita adalah sosok anarkis.
Setiap kali kita memperlakukan orang lain dengan pertimbangan dan rasa hormat, setiap kali kita menyelesaikan konflik dengan mencapai kompromi yang wajar alih alih main hakim sendiri, mendengarkan apa yang dikatakan setiap orang daripada membiarkan satu orang memutuskan untuk orang lain, berarti kita menjadi seorang anarkis. Setiap kali kita memiliki kesempatan untuk memaksa seseorang melakukan sesuatu, tetapi memutuskan untuk menarik akal sehat untuk mencapai keadilan, kita menjadi seorang anarkis. Hal yang sama berlaku untuk setiap kali kita berbagi sesuatu dengan seorang teman, atau memutuskan siapa yang akan mencuci piring, atau melakukan apa pun dengan memperhatikan keadilan.
Prinsip-prinsip anarkisme yang bersifat kebebasan, egaliter, kebersamaan, anti penindasan, keadilan, tanpa otoritas, demokrasi langsung, kooperatif, anti diskriminasi, anti militerisme, masih tedapat pendidikan alternatif dan kebudayaan alternatif. Pendidikan alternatif maksudnya adalah sebuah pendidikan yang melawan sistem pendidikan tradisional dimana guru dianggap sebagai pusat pembelajaran, bukan peserta didik. Paulo freire penulis buku Pendidikan Kaum Tertindas, menjelaskan konsep Teori Pembebasan yaitu pusat dari konsep ini adalah pendidikan sebagai alat untuk membangun kesadaran kritis. Freire menentang pendekatan tradisional di mana peserta didik dianggap sebagai objek pasif yang menerima informasi dari pendidik.
Prinsip-prinsip anarkisme yang bersifat kebebasan, egaliter, kebersamaan, anti penindasan, keadilan, tanpa otoritas, demokrasi langsung, kooperatif, anti diskriminasi, anti militerisme, masih tedapat pendidikan alternatif dan kebudayaan alternatif. Pendidikan alternatif maksudnya adalah sebuah pendidikan yang melawan sistem pendidikan tradisional dimana guru dianggap sebagai pusat pembelajaran, bukan peserta didik. Paulo freire penulis buku Pendidikan Kaum Tertindas, menjelaskan konsep Teori Pembebasan yaitu pusat dari konsep ini adalah pendidikan sebagai alat untuk membangun kesadaran kritis. Freire menentang pendekatan tradisional di mana peserta didik dianggap sebagai objek pasif yang menerima informasi dari pendidik.
Tentunya pendidikan alternatif anarki adalah pendidikan yang melawan otoritas seperti pendidikan yang diatur oleh agama dan ideologi negara. Selain itu juga merupakan tempat pendidikan yang semua orang memiliki hak dan akes yang setara dalam pengetahuan. Selanjutnya, kebudayaan alternatif adalah kebudayaan yang bebas tanpa otoritas, paksaan dan larangan terhadap musik dan seni, komunitas dan organisasi, gaya hidup dan indentitas, teknologi dan komunikasi, pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Anarkisme, meskipun sering disalahartikan sebagai paham kekerasan dan kekacauan, sebenarnya mengajarkan tentang kebebasan, kesetaraan, dan pengorganisasian tanpa otoritas. Anarkisme berasumsi bahwa manusia mampu mengatur dirinya sendiri tanpa paksaan atau kekuasaan eksternal, dan bahwa kekuasaan sering kali membawa potensi penindasan. Masyarakat Indonesia masih terpengaruh oleh sistem feodal dan otoritas yang seringkali mengarah pada ketidakadilan dan ketertindasan. Dalam konteks ini, anarkisme menawarkan alternatif dengan prinsip kebebasan tanpa hirarki, di mana keputusan diambil secara sukarela dan konsensus bersama, tanpa paksaan dari pemimpin atau otoritas. Penulis menekankan bahwa anarkisme dapat diwujudkan dalam bentuk tindakan sehari-hari seperti bergotong-royong, menghargai kebebasan individu, dan memperlakukan orang lain dengan rasa hormat.
Penerapan prinsip anarkisme juga dapat terlihat dalam aspek-aspek seperti pendidikan alternatif yang menentang sistem pendidikan tradisional yang berpusat pada otoritas, serta kebudayaan alternatif yang bebas dari kontrol otoritas. Secara keseluruhan, anarkisme bukanlah soal revolusi kekerasan, tetapi tentang membangun kesadaran dan menciptakan masyarakat yang lebih adil, egaliter, dan kooperatif tanpa pengaruh penindasan atau hirarki.
Anarkisme, meskipun sering disalahartikan sebagai paham kekerasan dan kekacauan, sebenarnya mengajarkan tentang kebebasan, kesetaraan, dan pengorganisasian tanpa otoritas. Anarkisme berasumsi bahwa manusia mampu mengatur dirinya sendiri tanpa paksaan atau kekuasaan eksternal, dan bahwa kekuasaan sering kali membawa potensi penindasan. Masyarakat Indonesia masih terpengaruh oleh sistem feodal dan otoritas yang seringkali mengarah pada ketidakadilan dan ketertindasan. Dalam konteks ini, anarkisme menawarkan alternatif dengan prinsip kebebasan tanpa hirarki, di mana keputusan diambil secara sukarela dan konsensus bersama, tanpa paksaan dari pemimpin atau otoritas. Penulis menekankan bahwa anarkisme dapat diwujudkan dalam bentuk tindakan sehari-hari seperti bergotong-royong, menghargai kebebasan individu, dan memperlakukan orang lain dengan rasa hormat.
Penerapan prinsip anarkisme juga dapat terlihat dalam aspek-aspek seperti pendidikan alternatif yang menentang sistem pendidikan tradisional yang berpusat pada otoritas, serta kebudayaan alternatif yang bebas dari kontrol otoritas. Secara keseluruhan, anarkisme bukanlah soal revolusi kekerasan, tetapi tentang membangun kesadaran dan menciptakan masyarakat yang lebih adil, egaliter, dan kooperatif tanpa pengaruh penindasan atau hirarki.
Oleh: Parengkuan Diaz
Posting Komentar