BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Recent

Bookmark

Penggusuran Rumah Ibu Carinah

Pena Laut -
Kekuasaan mempunyai kendali penuh atas kehidupan kita. Dia sangat mempengaruhi cara kita memahami kebenaran, baik tentang diri sendiri, orang lain, lingkungan sekitar, maupun dunia secara keseluruhan. Kalau kata Karl Marx, pikiran-pikiran yang berkuasa di dalam setiap kesadaran rakyat adalah pikiran-pikiran dari kelas yang berkuasa.

Sebagai bagian yang sangat berpengaruh dari kelompok masyarakat, kekuasaan juga berperan dalam menyusun dunia tempat kita hidup. Bahkan menurut Max Weber orang yang mempunyai kuasa bisa mendesakkan kehendak atau gagasan-gagasannya kepada orang lain, meskipun di saat mereka tidak sepakat dengannya. Melalui kekuasaan, orang bisa membungkam dan menundukkan orang lain, sewenang-wenang dan bersikap tak adil.

Ini terjadi dalam beberapa pekan lalu. Telah beredar video yang dimuat di akun YouTube dan website wartanasional.com, melihatkan Ibu Carinah dan keluarganya yang berdiri tegak meneteskan puluhan air matanya untuk menuntut ketidakadilan penguasa. Bangunan rumah Ibu Carinah telah diluluh-lantahkan. Dikeruk habis oleh pemerintah. Menyisakan tanah, batu-bata dan genting kusam, serta perabotan rumah.

Peristiwa ini terjadi di Dusun Pejarakan, Danasari, Pemalang, Jawa Tengah. Masih belum diketahui secara pasti kronologi dalam peristiwa ini. Tapi satu yang pasti, harta kekayaan Ibu Carinah sudah hilang. Alat untuk mencari nafkahnya sudah dijual, rumah tempat bernaungnya sudah dikeruk habis oleh penguasa.

"Saya minta tolong Pak Prabowo, ini rumah saya hancur. Kapal saya sudah dijual habis. Kekayaan saya sudah habis semuanya, nggak ada apa-apa. Semuanya hancur, saya nggak punya tempat tinggal lagi.” Keluhnya sambil meneteskan air matanya.

Beliau menuntut belas kasih dan nurani Presiden dan Wakil Presiden untuk bertindak adil kepadanya. Pasalnya, Ibu Carinah telah melaksanakan proses persidangan di meja pengadilan. Namun, dengan segala usahanya, tetap saja Ibu Carinah kalah. Padahal, beliau punya sertifikat tanah, selalu bayar pajak rutin kepada pemerintah.

"Pak Presiden Prabowo dan Wakil Presiden. Saya minta tolong. Saya minta keadilan. Saya punya tanah, ada rumahnya. Rumahnya digusur pihak lawan. Ada sertifikatnya, ada kwitansi pajaknya, tiap tahun saya bayar pajak. Tolong Paspampres. Saya dibantuin." Ucapnya.

Peristiwa ini menjadi salah satu bukti bahwa ketidakadilan di negeri ini masih terus tumbuh dan berkembang. Alih-alih menjaga kedaulatan hukum, penguasa justru semakin mengangkangi hukum. Tanggalkan hati nurani, asas-asas moralitas dan etikabilitas dalam hukum, yang penting kepuasan kekuasaan yang berimbas pada kekayaan terus semakin mujur.

Tampaknya benar ramalan Giorgio Agamben itu: “Suatu hari nanti, umat manusia akan bermain-main dengan hukum seperti halnya anak-anak bermain dengan benda-benda yang tidak lagi digunakan. Bukan untuk mengembalikan benda-benda tersebut ke fungsi aslinya, tetapi agar membebaskan mereka dari fungsi aslinya untuk selamanya.”

Sesuai dengan kondisi saat ini. Saat penguasa mengalihfungsikan hukum sebagai tunggangan menuju kepentingan kenikmatan dan kepuasan. Alih-alih menegakkan keadilan, penguasa malah justru memperlebar jurang penindasan. Alih-alih mensejahterakan rakyat, penguasa malah memberi makan budaya koruptif untuk semakin kuat. Alih-alih menyejahterakan, penguasa justru semakin berebut kekayaan.

Oh, sungguh inikah yang disebut demokrasi? Saat rumah-rumah rakyat habis tergerus; penggusuran tanah semakin merajalela; pengangkangan hukum tampak banal; ketidakadilan, kedzaliman, kemunafikan, kebohongan, kedustaan berserakan menampilkan wajah kebengisan....


Oleh: Hilmi Hafi
Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak