BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Recent

Bookmark

PMII Sebagai Inspektur Dalam Penegakan Hukum Terhadap Perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia

Pena Laut -
Indonesia merupakan negara yang penyelenggaraan pemerintahannya didasarkan terhadap hukum secara mutlak, atau biasa disebut dengan negara hukum. Terlepas dari ketidak pastiannya dalam meniru konsep negara hukum yang mana; antara konsep negara hukum (Rechtsstaat) ala negara-negara eropa kontinental, atau dengan konsep negara hukum (Rule of Law) ala negara-negara anglo saxon. Akan tetapi, indonesia memilih membentuk negara hukum sendiri. Yakni negara hukum pancasila; suatu konsep negara hukum dengan nilai-nilai pancasila sebagai landasan, serta menggabungkan unsur-unsur yang ada dalam konsep negara hukum Rechtsstaat dengan konsep negara hukum Rule of law.

Meskipun demikian, negara hukum pancasila tetap memiliki prinsip-prinsip negara hukum pada umumnya, yang salah satunya adalah pengakuan serta perlindungan terhadap hak asasi manusia (Human Rights).

Menurut Miriam Budiarjo, HAM merupakan hak-hak yang dimiliki oleh manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran dan kehadirannya dalam kehidupan di masyarakat. Dalam hukum positif di indonesia yakni dalam pasal 1 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, HAM adalah separangkat hak dasar yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Secara garis besar, HAM dapat dibagi mejadi dua, yakni:

1. HAM yang dapat dikurangi atau dibatasi (Derogable Rights)
Derogable rights merupakan hak asasi manusia yang dapat dikurangi dalam keadaan tertentu oleh pemerintah dengan adanya derogasi, seperti dalam keadaan darurat yang memaksa. Derogable rights meliputi; Hak atas kebebasan berkumpul secara damai, Hak atas kebebasan berserikat, Hak atas kebebasan menyatakan pendapat atau berekspresi, dan Hak privasi. Hal ini didasarkan dalam pasal 4 ayat (2) International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR).

2. HAM yang tidak dapat dikurangi atau dibatasi (Non-Derogable Rights)
Non-derogale rights adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dan diganggu gugat dalam keadaan apapun sekalipun keadaan darurat, dan bersifat absolut. Non-derogable rights meliputi; hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang beraku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Hal ini didasarkan dalam pasal 28I ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.

Dalam perkembangan penegakan hukum terhadap HAM di indonesia seringkali pelanggaran HAM terjadi. Contoh kasus Pelanggaran hak yang bersifat non-derogable rights terjadi di desa Keupok, Aceh Selatan ketika daerah ini menjadi Daerah Operasi Militer (DOM). Ketika disahkannya daerah ini menjadi DOM hal ini berarti daerah tersebut dalam situasi darurat atau bahaya, dan pemerintah menggunakan sistem Hukum Tata Negara Darurat (HTND). Konsekuensi dari diterapkannya sistem HTND adalah pembatasan hak-hak warga sipil yang bersifat derogable rights (hak-hak yang dapat dikurangi atau dibatasi). Akan tetapi realitanya justru terbalik, pelanggaran terhadap hak non derogable rights (hak-hak yang tidak dapat dikurangi atau dibatasi) lah yang justru dikurangi dan juga dilanggar. Dimana warga sipil dalam desa tersebut yang diduga menjadi simpatisan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), ditembak, diculik, serta dibakar hidup-hidup oleh aparat militer yang bertugas.

Contoh kasus lagi terhadap pelanggaran hak yang bersifat derogable rights terjadi ketika rezim pemerintahan presiden Joko Widodo menerbitkan PERPPU tentang Cipta Kerja. Penilaian terhadap pelanggaran ini dikarenakan PERPPU tersebut diterbitkan tidak dalam keadaan atau situasi yang berbahaya atau darurat yang memaksa. Tidak ada pengumuman terkait situasi berbahaya ataupun darurat sebelumnya. Padahal, PERPPU dapat diterbitkan hanya dalam keadaan yang darurat, dikarenakan tidak memungkinkan ketika mengandalkan proses legislasi di DPR. Konsekuensi dari kasus tersebut adalah, pembatasan hak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat atau berekspresi. Yang hal ini merupakan hak yang bersifat derogable rights, yang hanya boleh dibatasi dalam keadaan bahaya atau darurat yang memaksa.

Ihwal penegakan hukum terkhusus terhadap perlindungan HAM, selain peran dari pemerintah, partisipasi masyarakat sipil merupakan suatu hal yang tidak dapat dinegasikan dan/atau saling menegasikan. Keduanya harus saling ter-integrasi demi menciptakan suatu pembangunan hukum dan penegakan hukum yang optimal.

Masyarakat sipil dalam hal ini merupakan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) atau Civil Society Organizations (CSO) yang didalamnya terdiri dari individu-individu masyarakat sipil yang bergerak diluar pemerintahan yang bertujuan untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat dan hak-hak individu.

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dapat juga dimasukan dalam OMS, karena PMII juga memiliki orientasi terhadap sosial kemasyarakatan. Sebagai suatu organisasi yang didalamnya terdapat intelektual muda muslim yang bertanggung jawab mengamalkan atas ilmunya, pastilah dapat menjadi Agent of Change, Agent of Control, dan juga Guardian of Value dalam masyarakat. Tujuan PMII yang termaktub dalam pasal 4 ayat (4) yang berbunyi "Terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya serta komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia", dapat menjadi landasan hukum yang jelas untuk PMII berjuang atas kepentingan sosial. Terkhusus dalam hal ini adalah sebagai Inspektur dalam penegakan hukum terhadap perlindungan hak asasi manusia di indonesia.

Sekiranya ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh PMII sebagai inspektur dalam penegakan hukum terhadap perlindungan hak asasi manusia, antara lain:

1. Edukasi, PMII haruslah menjadi organisasi yang dapat langsung terjun ke masyarakat untuk mengedukasi betapa pentingnya perlindungan HAM, dan dapat meyakinkan kepada masyarakat atas pentingnya perlindungan atas hak mereka. 

2. Advokasi, PMII wajib hukumnya untuk terus menggaungkan isu-isu HAM ke publik dan pemerintah, serta mengusahakan kepada pemerintah atas beberapa kasus HAM yang telah terjadi, dapat diusut dengan tuntas sehingga dapat memunculkan rasa keadilan bagi masyarakat. 

3. Pemantauan atau Pengawasan, PMII secara terus menerus harus memantau atas keadaan sosial, apakah dalam kehidupan bermasyarakat, ada pelanggaran HAM terjadi. Ketika ada kasus pelanggaran HAM terjadi, PMII juga berkewajiban mengawal kasus tersebut sampai tuntas. 

4. Kolaborasi, untuk memudahkan serta memperkuat atas ketiga hal diatas, maka PMII dapat berkolaborasi dengan lembaga-lembaga HAM. Contohnya, dengan lembaga resmi independen seperti Komnas HAM.

Dengan diwujudkannya kiat-kiat diatas, maka PMII dapat dinilai ikut serta dalam memperjuangkan HAM serta berhasil mewujudkan Tujuan dari PMII sebagaimana yang telah diamanatkan oleh AD/ART PMII.


Oleh : Ahmad Browen D. (Rayon Syariah)
Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak