Di Lembaga Pendidikan saya melihat peristiwa tersebut kerap kali terjadi. Siswa SD saja sudah bersikap seperti dewasa, dinasehati pun kadangkala mereka ganti membentak dan menulis hal tercela yang mengurangi norma siswa tersebut pada bangku, tembok kelas, kamar mandi,dll. Contohnya saja mengumpat, menggambar alat vital laki-laki saja tidak malu mereka, tidak hormat (ngelamak). Padahal wacana mereka masih anak-anak yang masih polos dan harusnya hal seperti ini tidak terjadi. Sehingga tindakan setiap bulan wali-kelas harus mengecat ulang tembok untuk menutup gambar yang tidak baik tersebut dan memperbanyak poster larangan lainnya.
Tidak hanya itu saja, hilangnya unggah-ungguh terjadi di Trenggalek, Jawa Timur di SDN2 Surodakan, sudah berani merokok elektrik di sekolah dan tidak malu untuk mem-video hal tercela tersebut, siswa SD di Jember kedapatan miliki rokok eletrik di sekolah, siswa SMP perempuan merokok di jalan raya dengan mengendarai sepeda motor bersama temannya, siswa SD perempuan joget dan merokok di live Tiktoknya, tawuran, balap liar, dll. Sikap tersebut sangat memprihatinkan dan mencerminkan kurangnya kesadaran akan bahaya rokok dan tidak menganggap sekolah adalah tempat untuk belajar dan mengembangkan kreatifitas malah diisi dengan hal negative.
Perilaku semacam ini tidak hanya melanggar aturan sekolah, tetapi juga dapat mengganggu konsentrasi belajar dan mempengaruhi kesehatan mereka serta teman-teman sekitarnya. Lalu apa yang mendasari perilaku siswa tersebut melakukan hal itu? Bagaimana jika di sekolah telah mendapatkan ajaran yang bagus, lingkungan rumah baik, namun tetap nakal jika di sekolah?
Pada dasarnya kenakalan remaja hingga hilang hormat yang terjadi di zaman sekarang ini, disebabkan oleh anak itu sendiri (internal), maupun faktor dari luar (eksternal). Mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan baik, juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada tahap ini. Anak-anak yang tidak disukai oleh temannya tersebut menyendiri. Anak yang demikian akan mendapatkan kegoncangan emosi.
Dari hasil pengamatan pertama sebenarnya pada lingkungan sekitar itu yang bagaimana, mulai dari siswa yang disekolah lalu siswa yang tinggal disekitar lingkungan rumah. Peristiwa yang di ulas oleh penulis sudah termasuk kenakalan anak-anak dan remaja. Dikatakan anakanak masih sekolah SD, remaja berusia 13-18 tahun. Sesorang terkadang dikatakan sebagai tidak lagi kanak-kanak namun masih belum cukup matang untuk dikatakan dewasa. Mereka sedang mencari pola hidup yang paling sesuai baginya. Dan inipun sering dilakukan melalui metode coba-coba walaupun melalui banyak kesalahan. Kesalahan yang sering menimbulkan kekhawatiran lingkungan sekitar dan orang tuanya. Hal ini karena mereka semua masih mencari identitas. kenakalan yang mereka lakukan itulah disebut kenakalan remaja.
Kenakalan remaja meliputi perilaku yang menyimpang dari noma hukum pidana yang dilakukan remaja. Perilaku tersebut tentu akan merugikan diri sendiri dan orang lain. Para ahli seperti Kartono (ilmuan sosiologi) beliau mengatakan kenakalan remaja dalam Bahasa inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala patalogis pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk penghabisan sosial. Seorang ahli yang bernama Santrock juga mengatakan kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi kriminal.
Adanya motivasi guru, keluarga, teman sebaya merupakan hal yang bisa mangatasi hal seperti ini. Pengembangan siswa di sekolah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan mereka. Contohnya saja di akademis, social, emosional, ketrampilan hidup, kesehatan, kreativitas dan inovasi, kesiapan karir, dll. Secara keseluruhan hal semacam ini juga diajarkan oleh pendidik. Namun kejadian yang menyimpang dilakukan oleh anggota sekolahnya yang kerap kali melanggar. Mereka membawa kebiasaan buruk lingkungan di rumah lalu diterapkan ke sekolah baik lingkungan lainnya.
Kenakalan siswa di sekolah dasar memerlukan pendekatan yang sistematis dan sensitive, misalnya saja dengan observasi langsung terhadap perilaku siswa di kelas, di luar kelas, dan selama kegiatan ektrakurikuler mungkin dalam aktifitas tersebut ada perilaku yang mencolok seperti agresi, pengabaian aturan, atau interaksi sosial yang negative.
Tidak hanya berhenti di situ, orang tua juga sangat diminta untuk memberikan wawasan tentang perilaku. Hal ini dimaksudkan agar dapat mengidentifikasi masalah yang mungkin tidak terlihat secara langsung. Pengumpulan data siswa kategori jenis perilaku kenakalan, seperti bolos, berkelahi, berbicara kotor/kasar, guru dapat memberikan laporan ini pada wali murid sebagai catatan disiplin. Melihat faktor-faktor lingkungan yang mungkin mempengaruhi perilaku siswa seperti kondisi keluarga, lingkungan sosial, mengumpulkan informasi dari siswa tentang pengalaman mereka disekolah, perasaan mereka terhadap teman sebaya, guru, dan lingkungan sekolah.
Dengan langkah-langkah seperti itu mungkin pendidik jadi dapat lebih efektif dalam menangani masalah kenakalan siswa. Serta menciptakan lingkungan yang lebih positif dan mendukung bagi semua siswa. Perlu adanya tindakan dari pemerintah untuk mengatasi hal ini agar anak-anak dan remaja tidak terjerumus pada kenakalan remaja, dan perlu sekali penanaman nilai moral, pendidikan dan nilai religius pada diri seorang remaja.
Oleh: Nur Elisa A. (Mahasiswa UNIIB)
Posting Komentar