Di pesantren itu, Kyai Abdullah selalu mengingatkan para santrinya bahwa ilmu adalah cahaya yang akan membimbing manusia menuju kehidupan yang lebih baik. "Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga," ujar Kyai Abdullah, mengutip sabda Rasulullah ï·º. Kata-kata itu begitu melekat di hati Malik.
Namun, perjalanan menuntut ilmu tidak selalu mudah. Malik harus menghadapi berbagai rintangan, dari hujan deras hingga panas terik. Terkadang, perutnya keroncongan karena hanya membawa sepotong singkong untuk bekal sehari. Namun, semua itu tidak menyurutkan semangatnya. Baginya, ilmu adalah bekal terbaik yang bisa ia peroleh di dunia ini.
Suatu hari, ketika sedang menghafal kitab di serambi pesantren, seorang teman bertanya, "Malik, kenapa kau begitu gigih belajar? Bukankah hidup ini juga butuh kesenangan?" Malik tersenyum, lalu menjawab, "Justru dengan ilmu, kita akan mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya. Ilmu bukan hanya membuat hidup lebih baik, tapi juga membawa kita lebih dekat kepada Allah. Bukankah kita ingin meraih surga-Nya?"
Jawaban itu membuat temannya terdiam. Ia menyadari bahwa ilmu bukan sekadar kumpulan kata-kata dalam buku, melainkan cahaya yang mampu menerangi hati dan kehidupan. Ilmu adalah jalan panjang yang harus ditempuh dengan kesabaran dan keikhlasan.
Bertahun-tahun kemudian, Malik tumbuh menjadi seorang alim yang dihormati. Ia mengajarkan ilmu kepada banyak orang, menyebarkan cahaya yang dulu ia cari dengan penuh perjuangan. Kini, ia menyadari bahwa setiap langkah kecil yang pernah ia tempuh, setiap lembar kitab yang pernah ia baca, dan setiap pengorbanan yang pernah ia lakukan adalah bagian dari perjalanan menuju surga yang selalu ia impikan.
Ilmu bukan sekadar harta yang memenuhi kepala, tetapi juga amalan yang menghiasi hati. Dengan ilmu, manusia bisa membedakan yang benar dan salah, yang baik dan buruk, yang membawa berkah dan yang membawa celaka. Dan yang paling utama, ilmu adalah lentera yang akan menerangi jalan menuju surga.
Malik telah membuktikannya, bagaimana dengan kita?
Oleh: Fathan Faris Saputro (Penulis Buku Kilau Senja di Kota Soto)
Posting Komentar