Di dunia yang lain itu, kita merasa tenang dan bahagia. Ditemani dan dimotivasi. 24 jam selalu mendampingi kita, seperti yang diucapkannya tempo lalu. Di dunia yang lain itu, kita tidak akan marah dan sakit hati, sebab konstitusi tidak dikangkangi. Di dunia yang lain itu, kita bisa merasa yakin akan keemasan dan kemajuan organisasi kita.
Andai....Andai saja Pimpinan PC PMII Banyuwangi suka baca buku, suka belajar, ia pasti akan memiliki wawasan yang luas. Ia bisa melihat segala hal dari beragam sudut pandang yang berbeda. Ia akan memiliki goal oriented yang kritis dan mendalam. Nurani dan akal sehatnya akan terawat, tidak silau dengan paha mulus kekuasaan.
Andai Pimpinan PC PMII Banyuwangi pintar analisis sejarah, ia akan memiliki kesadaran sejarah. Ia akan menghargai sejarah, tidak akan mengulangi kesalahan yang sama bodoh, tolol, dan bengisnya berbagai pendahulunya, serta tidak membawa organisasi menuju ambang kehancuran.
Andai Pimpinan PC PMII Banyuwangi kenal dengan Hegel, ia akan paham dan menikmati pergumulan dialektika. Ia akan menikmati perbedaan pendapat sebagai upaya untuk mengevaluasi gaya kepemimpinannya, serta untuk mempertajam gagasan-gagasannya. Bukan malah takut dengan tulisan-tulisan kita, apalagi sampai membungkamnya.
Andai Pimpinan PC PMII Banyuwangi belajar humanisme, ia akan membenci sikap feodalistik. Ia tidak akan gila hormat. Ia tidak akan haus dan lapar akan kekuasaan. Ia tidak akan korup, mengintimidasi, dan memperalat anggotanya ketika memegang jabatan. Ia akan melihat manusia lain sebagai mahluk yang setara, makhluk yang mempunyai fitrah dan martabat yang sempurna.
Andai Pimpinan PC PMII Banyuwangi kenal dengan Nietzsche, ia tidak akan haus kuasa. Ia akan menyadari bahwa setiap manusia pasti punya kehendak untuk berkuasa (The Will To Power), dengan menyikapinya secara kritis dan bijak. Angin topan kekuasaan pasti akan menerjangnya, tapi dengan penuh kesadaran, ia bisa mengelaknya, bukan malah silau dengan gemerlap cahaya singgasana kekuasaan, apalagi uang.
Andai Pimpinan PC PMII Banyuwangi kenal dengan Immanuel Kant, ia juga akan mampu bersikap kritis pada dunia. Sebagaimana menurut Kant, akal budi manusia tertanam di dalam kesadaran diri. Artinya, manusia tidak hanya mampu mengamati pikiran maupun perasaannya sendiri, tetapi juga bisa menyadari kesadaran itu sendiri. Ia akan lebih mampu refleksi diri, dan tidak bersikap ngawur, ugal-ugalan. Ia akan menjadi pribadi yang lebih mendalam. Tidak memaksakan kehendak buruknya. Tidak dihantui dengan kekuasaan dan berjimbun uang.
Jika kenal dengan Kant, juga kebijakannya akan lebih bermutu. Ia akan menggunakan akal budi secara utuh dan penuh saat merumuskan kebijakan.
Andai Pimpinan PC PMII Banyuwangi belajar Teologi Pembebasan, ia akan membela dan mengadvokasi masyarakat-masyarakat tertindas. Ia akan merangkul dan memberi pendampingan sekuat-kuatnya kepada anggota-anggotanya yang tertindas, bukan malah sebaliknya: menindas dan mengintimidasi kita yang tertindas, lalu dengan penuh keangkuhan ia bermain tangan dengan para penindas-penindas ulung.
Jika belajar Teologi Pembebasan, ia juga akan memanfaatkan jaringan dan kualitasnya untuk ambil peran dalam kasus agraria Pakel, kasus pertambangan Gunung Salakan, kasus pembunuhan siswa Kalibaru, dan berbagai kasus penindasan yang terjadi di Banyuwangi. Bukan malah justru ambil peran urusan Pilkada.
Andai Pimpinan PC PMII Banyuwangi memahami dan mempraktikkan nilai-nilai, idealitas, etikabilitas, maka di dunia sekarang ini, PMII Banyuwangi sudah mencapai masa emas, masa kejayaan. Keadilan, kesetaraan, kemakmuran akan dirasakan kita semua. Kita akan menjadi kader yang berakal sehat dan bernurani yang jernih. Kita akan menjadi contoh yang baik bagi organisasi lainnya.
Akan tetapi, semua impian itu terserak berkeping-keping. Ia tidak memahami dan mempraktikkan nilai-nilai, idealitas, etikabilitas PMII. Ia cenderung takut pada pemikiran kritis dan terbuka. Ia tak suka membaca. Tak suka menulis. Yang ia suka adalah dominasi, kekuasaan, dan berjimbun pangkat dan jabatan.
Ini jelas bertentangan dengan budaya dan tradisi pendahulu kita, Mahbub Djunaidi. Bung Mahbub Djunaidi merupakan seorang pendekar pena yang berwawasan sangat luas. Karya-karyanya masih bisa kita nikmati sekarang.
Andai Pimpinan PC PMII Banyuwangi meneladani sosok Mahbub Djunaidi, ia akan menuliskan pikiran-pikirannya. Dengan setulus hatinya, ia akan mengkritik penguasa-penguasa yang rakus, korup, dan ugal-ugalan, bukan dengan pamrih uang dan posisi yang menjanjikan!
Namun, dalam realitanya, semuanya kacau. Sistemnya kacau. Politiknya kacau. Etikanya kacau. Sikapnya kacau. Keilmuannya kacau. Jika memang benar-benar demikian, maka sudah waktunya kah kita harus berbondong-bondong melawan dengan revolusi?
Revolusi tidak bisa direncanakan. Namun, tidak akan ada yang mampu melawan, saat dia datang! -Reza A.A.W
*Bersambung.....
Oleh: Hilmi Hafi
Posting Komentar