Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang sejak pertama kali berdirinya 17 April 1960, PMII ikut berperan penting dalam sejarah kehidupan politik, sosial, budaya dan pendidikan di Indonesia. Sebagai organisasi mahasiswa, PMII menjadi bagian dari simpul-simpul disetiap gerakan mahasiswa yang mampu memberikan andil baik pemikiran maupun gerakan dalam pembangunan nasional. Hal ini tercermin dari sikapnya selalu aktif menyuarakan gerakan perubahan dan memimpin aksi-aksi nyata untuk mencapai suatu perubahan.
PMII mulai menunjukkan gerakan-gerakan politik maupun sosial yang sangat cepat dan berpengaruh. PMII sebagai salah satu kekuatan gerakan mahasiswa Indonesia sejatinya harus dikenal dan dijadikan inspirasi bagi seluruh mahasiswa dan khalayak umum. PMII juga hadir sebagai gerakan mahasiswa idealis yang tidak didirikan hanya untuk bertahan selama beberapa waktu saja, tetapi PMII didirikan untuk melakukan banyak perubahan tata struktur dan sistem yang buruk, mempertahankan tradisi lokal budaya masyarakat Indonesia yang baik dan mengambil langkah baru yang lebih baik dari berbagai kemajuan yang telah ada dari berbagai sektor yang berkembang secara mutakhir.
Warga PMII bertanggung jawab dalam membangun kesadaran intelektual sangat besar. Sebab, PMII terdiri dari mahasiswa yang akan memimpin dan mengembangkan gagasan-gagasan intelektual yang ada di kalangan kampus. Para aktivis PMII berupaya harus terus menempa diri dan mengasah kepekaan intelektualitasnya. Dengan adanya landasan intelektual tersebut, maka tidak heran jika pada tahun 1990-an PMII mampu melahirkan lembaga kajian islam dan intelektual secara intensif.
Pada konteks saat ini, gerakan mahasiswa termasuk PMII masih kental dengan semangat gerakan mahasiswa tahun 90-an yang dipenuhi gelora menggebu-gebu dan aroma heroisme pemuda. Faktanya, gerakan demonstrasi jalanan mahasiswa dengan semangat kritik terhadap kebijakan pemerintah masih sering kita temui. Nuansa perjuangan dan semangat yang diusung disertai dengan atmosfer peran mahasiswa sebagai agen of change, penyambung lidah, perantara, parlemen jalan dan sebagainya.
Melihat kondisi demikian, maka dapat dinyatakan bahwa komunikasi pemerintah dengan rakyat telah berubah, dari kondisi yang penuh ketertutupan menjadi keterbukaan. Sehingga masyarakat tidak lagi takut untuk menyampaikan aspirasi, begitu juga pemerintah tidak lagi enggan untuk mengundang masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya. Meskipun dalam beberapa hal tertentu banyak wakil-wakil rakyat yang tidak berhasil menyerap aspirasi rakyat.
Namun sangat disayangkan pada saat ini, banyak para aktivis dibingungkan atas dirinya dalam arus perubahan ini. Sehingga para mahasiswa terpetakan ke dalam empat kelompok. Pertama, mahasiswa yang akademis. Mereka yang tergolong ke dalam kelompok ini fokus pada perkuliahan semata, menyelenggarakan penelitian kreatif dan memiliki keinginan melanjutkan belajarnya ke jenjang yang lebih tinggi, baik S2 maupun S3. Mereka membawa dirinya ke dalam ruang-ruang kerja yang bersifat akademis.
Kedua, mahasiswa pragmatis. Mereka yang tergolong ke dalam kelompok ini memiliki pandangan kuliah hanya formalitas. Mereka berharap cepat lulus agar bisa segera masuk bursa tenaga kerja yang dapat menyokong kemandirian finansial. Orientasinya adalah memperoleh pekerjaan pasca kuliah. Mahasiswa kategori ini juga terkadang bercita-cita bisa bergabung dengan lembaga-lembaga bimbingan belajar, kursus dan privat, kerja penelitian lapangan atas penelitian dosennya. Poinnya adalah setelah lulus kuliah bisa memperoleh pekerjaan. Biasanya kelompok mahasiswa ini akan selalu bertanya tentang pekerjaan dan hanya pekerjaan.
Ketiga, mahasiswa hedonis. Kategori mahasiswa ini biasanya menghabiskan sebagain besar waktunya untuk media sosial, mereka sangat aktif dalam dunia daring seperti whatsapp, facebook, twitter, instagram dan sebagainya. Mereka sangat suka nongkrong atau kongkow di cafe-cafe, mall dan sebagainya.
Keempat, mahasiswa islami. Tipologi mahasiswa ini muncul akhir-akhir ini sebagai dampak dari era kebebasan. Mereka sangat aktif mensosialisasikan paham-paham fundamentalis agama di media sosial dengan masif, sehingga mereka memperoleh simpati dari mahasiswa lain. Biasanya mereka menguasai mesjid-mesjid kampus secara sepihak dan cenderung eksklusif pada dunia luar.
Dari keempat kategori mahasiswa tersebut, maka muncullah pertanyaan. Dimana posisi kader-kader PMII tersebut? Tentu jawabannya hanya menjadi kovarian. Keadaan yang memprihatinkan, bahwa pengelompokan ini bukan pada jalan menuju profesionalitas masing-masing bidang personal mahasiswa. Justru pengelompokan ini sebagai dampak dari ekspansi globalisasi yang juga mengarah pada kehidupan mahasiswa. Secara singkatnya jika dipersempit tidak lagi berbicara kategori mahasiswa jurnalistik, musik, budaya, sastra, lingkungan, seni dan lainnya. Akan tetapi lebih kepada ranah yang praktis seperti kelompok mahasiswa pragmatis, hedonis, akademis dan fundamentalis. Hal ini dapat dikatakan suatu keadaan yang sangat naif.
Beranjak ke berbagai pandangan tentang aktivis, tentunya yang terlintas dalam benak seseorang kebanyakan ialah mahasiswa yang turun ke jalan untuk aksi demostrasi. Begitulah beberapa pemahaman para mahasiswa sebelum masuk organisasi. Aktivis yang berkecimpung dalam organisasi akan lupa dengan kuliahnya karena sibuk dengan organisasinya. Ternyata pikiran itu tidak tepat masuk dan bergabung di organisasi.
Lanjut dari hal tersebut, menjadi mahasiswa sekaligus menjadi aktivis PMII, tentu bukan menjadi pilihan yang mudah bagi setiap mahasiswa. Pasalnya, mahasiswa pasti akan dibenturkan dengan tugas dan jadwal perkuliahan yang padat serta ditambah dengan jam praktik lapangan. Jadi kita harus mampu melakukan manajemen waktu antara kegiatan organisasi dengan kegiatan kuliah sehingga semua bisa berjalan beriringan tanpa perlu berbenturan dan ketertinggalan. Yang sangat penting adalah kegiatan kuliah harus selalu didahulukan dan organisasi mengikuti. Jadwal perkuliahan dan organisasi penting untuk disusun dengan baik sehingga tidak ada cerita bahwa kuliah dapat terbengkalai karena urusan organisasi. Karena adanya keinginan dan target pada setiap mahasiswa untuk lulus cepat waktu dan mendapatkan predikat cumlaude. Pada dasarnya untuk menjadi mahasiswa berprestasi punya banyak kesempatan yang ada pada dunia kampus, banyak juga ruang-ruang yang tersedia untuk mengaplikasikan kemampuan diri.
Sebagai mahasiswa aktivis juga harus pintar-pintar mencuri waktu senggang di perkuliahan, misal ketika ada acara di organisasi, diusahakan untuk bisa hadir setelah perkuliahan dan sebisa mungkin mengatur jadwal kegiatan organisasi setelah perkuliahan. Wajib disadari bahwa kuliah merupakan tanggung jawab seorang anak kepada orang tua sekaligus sebagai tonggak menuju masa depan. Orang tua telah rela berjuang melakukan apa saja untuk membiayai kuliah anaknya agar dapat lulus tepat waktu dan bermanfaat ilmunya, sehingga tidak boleh sia-siakan.
PMII sebagai wadah yang komplit untuk menampung aspirasi berbagai minat dan bakat pada setiap kadernya. Di mana di PMII ini banyak diajarkan antara teori dan aksi nyata. Artinya tidak serta merta hanya teori saja tanpa adanya tindakan. Tetapi di PMII ini diajarkan antara teori dan aksi nyata dalam melakukan sesuatu. Berproses di PMII sungguh pengalaman yang sangat menantang jiwa perjuangan dan juga dapat menghasilkan alumni kampus yang berkualitas dan bermoral. Terbukti hingga kini bahwa organisasi PMII mampu mencetak kader yang hebat-hebat sebagai pemimpin generasi bangsa dan agama. Hal tersebut perlu juga persiapan mental agar selalu tetap berjuang dan berproses tanpa ada kata lelah dan menyerah.
Mahasiswa aktivis juga merupakan mahasiswa biasa yang mengikuti kelas-kelas perkuliahan, mengerjakan tugas, membuat laporan, praktikum, dan lain sebagainya. Perbedaanya adalah di luar kegiatan akademik keseharian mereka, para mahasiswa aktivis ini terjun ke luar lingkup perkuliahannya. Terjun dalam masyarakat untuk mengambil peran dan ikut memperjuangkan keadilan melalui pengawalan-pengawalan kasus di segala aspek, baik ekonomi, sosial, budaya, maupun politik.
Para mahasiswa aktivis memperjuangkan pendapat yang menurut mereka tepat untuk dikawal, dan menjadi oposisi bagi hal yang tidak sesuai dengan idealisme mereka. Tak jarang bahkan mereka dengan berani mengambil risiko untuk aksi pengawalan dan membersamai pihak yang dikawal. Para pejuang aktivis ini rela mengorbankan tenaga, pikiran, waktu bahkan kuliah demi sesuatu yang menurut mereka harus ditegakkan, yaitu keadilan. Hal ini memberikan warna berbeda dan menjadikan para mahasiswa aktivis memiliki nilai lebih dalam hal kepedulian sosial.
Status sebagai mahasiswa aktivis juga memungkinkan mereka untuk mengambil peran aktif dalam permasalahan sosial yang mungkin terjadi. Mahasiswa aktivis memungkinkan mereka bukan hanya menjalani peran sebagai pelajar, tetapi juga bagian dari masyarakat yang membantu tegaknya keadilan. Selain itu menjadi mahasiswa aktivis juga membawa keuntungan lain di antaranya memperluas relasi, pengalaman, dan pengetahuan yang kadang tidak didapat dalam dalam ruang kelas.
Bentuk pengawalan dari mahasiswa aktivis tidak hanya terbatas pada aksi-aksi dan demo saja. Namun juga dapat dilakukan dengan perantara lain, di antaranya melalui kegiatan diskusi dan konsolidasi, tulisan-tulisan opini untuk pengawalan kasus, dan aksi kemanusiaan dengan mengadakan acara donasi.
Di sisi lain, Mahasiswa akademis yang biasanya dikenal karena fokus mereka pada pencapaian akademis dan keunggulan dalam studi. Mereka menekankan pentingnya pendidikan formal, mencari pengetahuan, dan mencapai prestasi akademis yang tinggi.
Dilihat dari karakteristik mahasiswa akademis adalah mahasiswa yang memfokuskan diri pada pencapaian prestasi akademik. Mereka memiliki dedikasi tinggi untuk belajar, haus akan ilmu pengetahuan, dan berorientasi pada nilai dan IPK. Mereka akan memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang mendalam dibidang studinya. Hal ini merupakan salah satu kunci bagi seorang mahasiswa untuk mencapai kesuksesan dimasa depan. Mereka juga dapat meningkatkan berfikir kritis, analitis, dan problem solving. Menjadi mahasiswa akademis meningkatkan fokus pada studi pada penelitian dan studinya, sehingga berpotensi mendapatkan ipk tinggi dan prestasi akademis lainnya.
Dari kedua peran antara mahasiswa aktivis dan mahasiswa akademis ini tidak ada yang perlu dipermasalahkan, melainkan dapat saling bersinergi dan melengkapi untuk mencapai kemajuan bersama seperti mahasiswa akademis dapat belajar dari mahasiswa aktivis tentang kepemimpinan, komunikasi dan bagaimana membangun gerakan sosial yang lebih efektif atau mahasiswa akademis dapat membantu mahasiswa aktivis untuk mengembangkan solusi yang efektif dan berkelanjutan.
Nah, baik mahasiswa akademis maupun mahasiswa aktivis memiliki potensi yang dapat digali dan dioptimalkan untuk mencapai kemajuan bersama, dengan sinergi dan kolaborasi sebagai kunci utama.
Berikut tipe mahasiswa yang nantinya dihadapkan pada kejadian tersebut :
1. Mahasiswa yang sukses akademis dan gagal dalam berorganisasi. Mahasiswa seperti ini biasanya mengalami kesulitan dalam memanajemen waktu antara kuliah dan organisasi. Akhirnya mengambil keputusan untuk fokus kuliah saja dan meninggalkan organisasi.
2. Mahasiswa sukses organisasi dan kuliah lulus tidak tepat waktu. Mahasiswa seperti ini juga mengalami kendala dalam manajemen waktu. Mereka beranggapan tanggung jawab organisasi yang diembannya harus diselesaikan, sehingga mahasiswa yang termasuk dalam tipe ini tidak jarang merelakan waktu kuliahnya (bolos) demi organisasi.
3. Mahasiswa sukses organisasi dan lulus kuliah tepat waktu dengan nilai yang terbilang memuaskan. Mahasiswa seperti ini memiliki kelebihan dalam urusan memanajemen waktunya, pandai memanfaatkan kesempatan disela-sela waktu antara kuliah dan organisasi. Sebab kemampuannya yang terbilang istimewa dan siap untuk lelah.
Ketiga tipe dari mahasiswa di atas sebenarnya tidak ada yang salah. Pada intinya mereka berawal dari tujuan yang sama dan apa yang mereka dapatkan kenyataannya berbeda. Mereka tetap mahasiswa dan keadaan mereka dalam berorganisasipun tetap dihargai. Pada intinya mereka pemuda yang ingin meraih jalan kesuksesan. Tujuan yang sama bisa diperoleh meskipun jalannya berbeda.
“Menjadi aktivis adalah sebuah kewajiban sedangkan Menjadi mahasiswa akademis adalah sebuah tanggung jawab”
Oleh: Nadia Nanad (PC PMII Kota Medan)
Sumber Referensi:
https://pabelan-online.com/2022/03/23/menjadi-mahasiswa-aktivis-lebih-dari-persoalan-akademik-kampus/
https://www.lpmlensa.info/2020/06/mahasiswa-akademis-vs-mahasiswa-aktivis.html
https://staiku.ac.id/blog/mahasiswa-akademis-atau-mahasiswa-aktivis/
Posting Komentar