Dengan ditemani secangkir kopi, warga itu bertanya, begini: Apakah debat itu dapat mengubah pilihan politik masyarakat Banyuwangi? Atau apakah debat tidak sama sekali berpengaruh di dalam mengubah pilihan politik masyarakat Banyuwangi?
Pertanyaan warga di warung kopi itu cukup menarik. Mengingat, debat merupakan salah satu proses uji publik soal bagaimana pendalaman visi/misi hingga adu gagasan/program yang pada nantinya mereka kerjakan. Selain itu, debat ini tidak hanya untuk berkomunikasi secara langsung dengan pemilih, tetapi juga bagian dari evaluasi bagi masyarakat untuk menilai kepantasan di dalam masing-masing calon.
Jawaban bagi seorang warga Banyuwangi dalam pengetahuan politik, setidaknya tiga hipotesis untuk menjawab pertanyaan ini.
Pertama, debat calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi akan efektif, kepada sektor segmentasi pemilih mengambang atau undecided voters. Untuk memahami seberapa signifikan partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi, saya memberikan salah satu contohnya, di Amerika Serikat, pengaruh pasca debat politik menjadi elemen krusial yang dapat mengubah jalannya pemilihan presiden dan bahkan kebijakan partai, sehingga perhatian besar diberikan kepada mereka dalam setiap siklus pemilihan di AS.
Dalam konteks pemilihan calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi ini, perpindahan suara dari satu kandidat ke kandidat lainnya masih berpeluang secara dinamis, meskipun ada segmentasi pendukung loyal atau strong voters yang telah membuat keputusan politiknya jauh sebelum debat.
Debat menjadi krusial, karena dapat mempengaruhi hasil suatu kontestasi secara signifikan. Salah satu aspek, jika kita memperhitungkan masyarakat yang masih mengambang di dalam sebuah Pemilihan calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi cukup dapat merubah peta politik di Banyuwangi.
Bagaimana dengan pemilih di Banyuwangi?
Berdasarkan dari survei beberapa lembaga survei politik mulai dari bulan Juli, Agustus, September yang terakhir di bulan Oktober dari beberapa lembaga survei: Diska, LSI Denny JA, Litbang Kompas menunjukkan, rata-rata pemilih yang belum menjawab atau mengambang, sekitar di angka 10–12 persen. Hal demikian, artinya sarana debat menjadi kunci dari uji publik untuk meyakinkan pemilih.
Di dalam realita masyarakat, terkadang pemilih, masih belum mengenali calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi, sedangkan mereka mengenali hanya mengetahui calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi, karena telah menjabat.
Ada juga, sebagian masyarakat ada yang beralih pilihan politik dari calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi, karena ingin perubahan, namun masih belum yakin untuk dipilih.
Atau ada juga, masyarakat yang enggan terlibat ikut campur di dalam urusan politik. Mereka apatis terhadap pemilihan calon Bupati/Wakil Bupati, disamping karena mereka jenuh, karena anggapan mereka: memilih pemimpin atau tidak memilih pemimpin tidak ngefek dalam kehidupan mereka.
Di samping itu, sebagian masyarakat masih menunggu hingga tiga kali debat, untuk memantapkan pilihan politik. Sehingga proses untuk mengenal lebih mendalam, juga memberikan pendalaman kepada calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi untuk menyampaikan gagasan/programnya.
Di dalam segmen yang pemilih masih mengambang memiliki kecenderungan, mayoritas dari mereka adalah yang melek politik, mereka masih mempertimbangkan integritas, kapabilitas dan kebijakan masing-masing calon.
Munculnya, fenomena pemilih mengambang di dalam pemilihan calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi dapat menjadi perhatian kepada setiap paslon, terutama pemanfaatan panggung debat politik. Adu strategi yang efektif dimanfaatkan, agar meningkatkan electoral dari masing-masing calon.
Kedua, debat calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi ditentukan dari habitus pengetahuan masyarakat. Landscape Kabupaten Banyuwangi berbeda dengan daerah lainnya, jika dibandingkan di daerah lainnya, yaitu: pertarungan di Pilkada Jakarta. Dengan tingkat rasionalitasnya masyarakat Jakarta sangat tinggi, sehingga dapat menentukan efektifan sebuah debat. Di samping itu, habitus di daerah bekas ibukota itu, tingkat konsumsi teknologi sangat tinggi, sehingga fungsi debat dapat sewaktu-waktu dapat merubah pilihan politik warga Jakarta.
Bagaimana dengan Banyuwangi?
Tentu saja berbeda, saya melihat panggung debat tidak disiarkan secara langsung oleh televisi nasional, namun yang menyiarkan adalah TV lokal, yaitu: stasiun JTV. Sebagai panitia pemilihan umum, KPU Kabupaten Banyuwangi hanya menyediakan kanal Youtube yang dapat ditonton oleh viewers sebanyak: 13 rb yang ditonton.
Hal demikian, pesan-pesan di dalam debat calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi kurang dapat sentimen masyarakat Banyuwangi, padahal panggung debat yang berjalan kurang dari 90 menit itu, menyinggung beberapa isu krusial terhadap problematika yang dialami masyarakat Banyuwangi.
Selain itu, tingkat rendahnya penilaian masyarakat Banyuwangi calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi dipicu dominasi pemilih yang berpendidikan rendah, yang nampaknya tidak terlalu tertarik untuk menyaksikkan debat.
Sehingga, penonton debat calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi yang mayoritas adalah pendukung, simpatisan, masing pasangan calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi. Hal ini, menjadi gap atau kesejangan antara habitus pengetahuan pemilih dengan tawaran gagasan calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi.
Hal ini, menjadi sebuah keniscayaan sebuah debat calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi yang terkesan ekslusif, dan tidak memiliki efek terhadap para pemilih yang baru untuk membandingkan tawaran dari masing-masing calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi.
Kedepan, perlu adanya mekanisme mobilisasi kepada masyarakat untuk mengajak turut serta menyaksikkan debat. Hal ini sangatlah penting, karena sebagai bentuk pendidikan politik agar lebih memperkaya khazanah masyarakat untuk memilih, berdasarkan hasil dari elaborasi visi/misinya di panggung debat.
Ketiga, debat akan efektif bagi calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi, jika terjadi kanalisasi diseminasi informasi yang memuat gagasan program kepada pemilih. Hal ini ditunjukkan kepada masing-masing pasangan calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi, agar menyebarkan gagasan/ide melalui kanalisasi teknologi yang telah banyak disediakan.
Di era teknologi, kanalisasi informasi tentang apa saja yang disampaikan oleh pasangan calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi di dalam debat, sehingga publik lebih dapat mengenal setiap calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi.
Pendekatan digital menentukan dalam setiap calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi mengkapitalisasi isu atau tawaran tentang ide gagasan. Jika ini dilakukan oleh masing-masing calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi, maka daya tangkap pemilih akan mempertimbangkan di dalam memilih pasangan calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi.
Pada akhirnya, efektivitas debat calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi sangat bergantung pada tiga aspek utama: jumlah pemilih mengambang, habitus pengetahuan pemilih, dan proses diseminasi hasil debat kepada publik. Pertama, semakin besar jumlah massa mengambang, semakin signifikan pula pengaruh debat terhadap pilihan mereka. Kedua, habitus atau pola pengetahuan dan kebiasaan pemilih dalam memahami isu-isu lokal akan menentukan bagaimana debat memengaruhi persepsi dan keputusan politik mereka. Terakhir, efektivitas debat juga ditentukan oleh bagaimana hasil debat ini disebarluaskan dan dikonsumsi oleh masyarakat; informasi yang tersebar luas dan kredibel akan meningkatkan dampak positif dari debat.
Berdasarkan dari survei beberapa lembaga survei politik mulai dari bulan Juli, Agustus, September yang terakhir di bulan Oktober dari beberapa lembaga survei: Diska, LSI Denny JA, Litbang Kompas menunjukkan, rata-rata pemilih yang belum menjawab atau mengambang, sekitar di angka 10–12 persen. Hal demikian, artinya sarana debat menjadi kunci dari uji publik untuk meyakinkan pemilih.
Di dalam realita masyarakat, terkadang pemilih, masih belum mengenali calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi, sedangkan mereka mengenali hanya mengetahui calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi, karena telah menjabat.
Ada juga, sebagian masyarakat ada yang beralih pilihan politik dari calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi, karena ingin perubahan, namun masih belum yakin untuk dipilih.
Atau ada juga, masyarakat yang enggan terlibat ikut campur di dalam urusan politik. Mereka apatis terhadap pemilihan calon Bupati/Wakil Bupati, disamping karena mereka jenuh, karena anggapan mereka: memilih pemimpin atau tidak memilih pemimpin tidak ngefek dalam kehidupan mereka.
Di samping itu, sebagian masyarakat masih menunggu hingga tiga kali debat, untuk memantapkan pilihan politik. Sehingga proses untuk mengenal lebih mendalam, juga memberikan pendalaman kepada calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi untuk menyampaikan gagasan/programnya.
Di dalam segmen yang pemilih masih mengambang memiliki kecenderungan, mayoritas dari mereka adalah yang melek politik, mereka masih mempertimbangkan integritas, kapabilitas dan kebijakan masing-masing calon.
Munculnya, fenomena pemilih mengambang di dalam pemilihan calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi dapat menjadi perhatian kepada setiap paslon, terutama pemanfaatan panggung debat politik. Adu strategi yang efektif dimanfaatkan, agar meningkatkan electoral dari masing-masing calon.
Kedua, debat calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi ditentukan dari habitus pengetahuan masyarakat. Landscape Kabupaten Banyuwangi berbeda dengan daerah lainnya, jika dibandingkan di daerah lainnya, yaitu: pertarungan di Pilkada Jakarta. Dengan tingkat rasionalitasnya masyarakat Jakarta sangat tinggi, sehingga dapat menentukan efektifan sebuah debat. Di samping itu, habitus di daerah bekas ibukota itu, tingkat konsumsi teknologi sangat tinggi, sehingga fungsi debat dapat sewaktu-waktu dapat merubah pilihan politik warga Jakarta.
Bagaimana dengan Banyuwangi?
Tentu saja berbeda, saya melihat panggung debat tidak disiarkan secara langsung oleh televisi nasional, namun yang menyiarkan adalah TV lokal, yaitu: stasiun JTV. Sebagai panitia pemilihan umum, KPU Kabupaten Banyuwangi hanya menyediakan kanal Youtube yang dapat ditonton oleh viewers sebanyak: 13 rb yang ditonton.
Hal demikian, pesan-pesan di dalam debat calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi kurang dapat sentimen masyarakat Banyuwangi, padahal panggung debat yang berjalan kurang dari 90 menit itu, menyinggung beberapa isu krusial terhadap problematika yang dialami masyarakat Banyuwangi.
Selain itu, tingkat rendahnya penilaian masyarakat Banyuwangi calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi dipicu dominasi pemilih yang berpendidikan rendah, yang nampaknya tidak terlalu tertarik untuk menyaksikkan debat.
Sehingga, penonton debat calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi yang mayoritas adalah pendukung, simpatisan, masing pasangan calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi. Hal ini, menjadi gap atau kesejangan antara habitus pengetahuan pemilih dengan tawaran gagasan calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi.
Hal ini, menjadi sebuah keniscayaan sebuah debat calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi yang terkesan ekslusif, dan tidak memiliki efek terhadap para pemilih yang baru untuk membandingkan tawaran dari masing-masing calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi.
Kedepan, perlu adanya mekanisme mobilisasi kepada masyarakat untuk mengajak turut serta menyaksikkan debat. Hal ini sangatlah penting, karena sebagai bentuk pendidikan politik agar lebih memperkaya khazanah masyarakat untuk memilih, berdasarkan hasil dari elaborasi visi/misinya di panggung debat.
Ketiga, debat akan efektif bagi calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi, jika terjadi kanalisasi diseminasi informasi yang memuat gagasan program kepada pemilih. Hal ini ditunjukkan kepada masing-masing pasangan calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi, agar menyebarkan gagasan/ide melalui kanalisasi teknologi yang telah banyak disediakan.
Di era teknologi, kanalisasi informasi tentang apa saja yang disampaikan oleh pasangan calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi di dalam debat, sehingga publik lebih dapat mengenal setiap calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi.
Pendekatan digital menentukan dalam setiap calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi mengkapitalisasi isu atau tawaran tentang ide gagasan. Jika ini dilakukan oleh masing-masing calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi, maka daya tangkap pemilih akan mempertimbangkan di dalam memilih pasangan calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi.
Pada akhirnya, efektivitas debat calon Bupati/Wakil Bupati Banyuwangi sangat bergantung pada tiga aspek utama: jumlah pemilih mengambang, habitus pengetahuan pemilih, dan proses diseminasi hasil debat kepada publik. Pertama, semakin besar jumlah massa mengambang, semakin signifikan pula pengaruh debat terhadap pilihan mereka. Kedua, habitus atau pola pengetahuan dan kebiasaan pemilih dalam memahami isu-isu lokal akan menentukan bagaimana debat memengaruhi persepsi dan keputusan politik mereka. Terakhir, efektivitas debat juga ditentukan oleh bagaimana hasil debat ini disebarluaskan dan dikonsumsi oleh masyarakat; informasi yang tersebar luas dan kredibel akan meningkatkan dampak positif dari debat.
Oleh: Atho’ilah Aly Najamudin
Posting Komentar