BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Recent

Bookmark

Malapetaka Aktivis HAM dan Maraknya Krisis Lingkungan

Krisis Lingkungan
Pena Laut - Beberapa tahun terakhir, isu mengenai krisis lingkungan hidup menjadi permasalahan paling monumental, kompleks, dan penting untuk dibahas. Bukan hal mainstream. Dalam tataran global, krisis lingkungan yang terjadi membuat status bumi kini semakin memprihatinkan. Menurut prediksi ilmuan lingkungan yang dilansir dari wahana lingkungan hidup Indonesia (Walhi), penyebab bencana cuaca ekstrim di seluruh dunia saat ini terjadi karena pemanasan global yang terus meningkat. Akibatnya efek yang ditimbulkan sangatlah besar dan destruktif, seperti hujan dengan intensitas tinggi, siklon tropis, banjir dan musim kemarau yang berkepanjangan.

Perubahan iklim ini juga menyebabkan perubahan pola cuaca yang semakin tidak kondusif. Di samping itu, bagi sektor yang menggantungkan kondisi cuaca tahunan seperti pertanian dan perkebunan bisa mengakibatkan penurunan produktifitas hasil pertanian secara signifikan, termasuk resiko gagal panen yang membuat ekonomi masyarakat menjadi tak terkendalikan. Tentu hal seperti ini merupakan bagian dalam hak asasi manusia sebagai hak keberlanjutan hidup lebih baik.

Namun, dibalik upaya penyelamatan lingkungan yang kita saksikan oleh aktivis HAM dalam memperjuangkan keadilan lingkungan, mereka yang menjadi garda terdepan untuk melindungi hutan, tanah, air, dan hak keberlangsungan hidup, justru sering menjadi korban kekerasan, kriminalitas bahkan pembunuhan.

Kepentingan Korporasi terhadap Ancaman Aktivis HAM

Ditandai dari pasca pandemi covid 19, yang menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, kebijakan para korporasi untuk mengejar ketertinggalan dalam pembangunan politik ekonomi semakin membesar. Sehingga dari faktor tersebutlah yang menjadi sebuah “stimulus” tingginya ancaman terhadap pembela hak asasi manusia atas lingkungan. Karena bagi mereka para aktivis tersebut merupakan halangan dalam proses pembangunan untuk mendapatkan kebijakan dalam memberikan izin yang merusak lingkungan tanpa konsultasi dengan masyarakat lokal.

Pasal Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Dalam hal ini ditegaskan pula bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Disamping itu, UU nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan menegaskan pemanfaatan sumberdaya alam itu tidak boleh mengorbankan kelestarian lingkungan.

Faktanya dari tahun ke tahun pelanggaran HAM oleh korporasi terus meningkat. Dari laporan wahana lingkungan hidup (WALHI) membeberkan bahwa sepanjang tahun 2014 - 2024 terdapat 1.131 orang mengalami kekerasan dan kriminalisasi karena membela lingkungan hidup. Seperti yang telah kita saksikan kekerasan oleh salim kancil dalam aksi protesnya pada eksploitasi tambang pasir yang terjadi di Lumajang, belum lagi penculikan petani lokal dalam konflik agraria atas kepentingan pribadi dari korporasi pertambangan PT Bumi Sari Banyuwangi.

Isu tersebut tak bisa hanya dipandang sebelah mata, apalagi membiarkannya begitu saja dari kasus kasus yang telah lama terjadi tanpa upaya penegasan ulang dari pihak pemerintah dan masyarakat umum. Ketika kita memilih hanya berdiam saja maka kita juga menyengaja kerusakan lingkungan hadir untuk merampas hidup kita, karena manusia merupakan bagian dari komponen alam semesta tentu memiliki keterikatan dengan lingkungan.

Keterikatan Krisis Lingkungan dengan Hak Asasi Manusia

Pada tahun 2022 silam, majelis umum PBB mendeklarasikan bahwa hak atas lingkungan yang bersih, sehat dan berkelanjutan adalah hak asasi manusia yang harus dipenuhi oleh negara negara di seluruh dunia. Karena pengakuan hak atas lingkungan sangat penting untuk mengatasi krisis lingkungan yang mencangkup perubahan iklim, pencemaran, dan kerusakan lingkungan.

Selain berfungsi sebagai usaha pencegahan, hak asasi manusia dan perlindungan lingkungan juga memiliki ketergantungan yang mendasar, yakni; lingkungan yang sehat diperlukan untuk penikmatan penuh hak asasi manusia, pun sebaliknya pelaksanaan hak seperti hak informasi, hak partisipasi, dan pemulihan sangat penting untuk perlindungan lingkungan. Suatu negara harus dapat memberikan pengaturan perlindungan terhadap lingkungan agar dapat sekaligus melindungi hak asasi manusia, terutama yang berkaitan dengan masalah hak untuk hidup, hak atas kesehatan, sampai dengan hak perlindungan bagi masyarakat pedalaman. Karenanya dapat dikatakan bahwa di negara-negara yang banyak pelanggaran terhadap hak asasi manusia sering kali terjadi kerusakan lingkungan hidup.

Sebagai contoh konkret dari beberapa kasus yang menunjukkan keterkaitan antara pelanggaran HAM dan lingkungan, yakni kasus pencemaran industri yang terjadi pada usaha tambak udang di wilayah pesisir laut pantai selatan tepatnya Gumuk Mas Jember. Menurut temuan dari kelompok petani nelayan setempat, mayoritas pelaku usaha tambak belum mengantongi izin analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), sehingga limbah yang dihasilkan oleh industri tersebut menyebabkan kerusakan ekosistem lingkungan disekitar. Akibatnya, akses pencarian ikan oleh nelayan sebagai mata pencaharian mereka menjadi terganggu.

Belum lagi, kasus deforestasi yang masih berlangsung pada hutan-hutan tropis di Kalimantan yang menyebabkan hilangnya mata pencaharian masyarakat adat. Selain tergerusnya sumber daya alam yang tak lain sebagai sumber ekonomi, hilangnya identitas budaya juga mengakibatkan kehilangan jati diri dan kearifan lokal bagi masyarakat pedalaman. Maka disinilah pentingnya peran aktivis HAM dan lingkungan untuk memperjuangkan keadilan bagi masyarakat yang terdampak dan menuntut tanggung jawab dari pihak pemerintah dan korporasi.

Aktivis HAM dan Lingkungan perlu di Lindungi

Aktivis HAM dan lingkungan memiliki peran yang krusial dalam menuntut transparansi, keadilan, dan akuntabilitas dari korporasi yang berkuasa dan pemerintah yang memiliki keterhubungan. Lebih utamanya, para aktivis berperan untuk mewakili suara komunitas yang sering tidak didengarkan di meja kebijakan. Ketika pemerintah gagal untuk melibatkan masyarakat lokal dalam proses pengambilan keputusan, aktivis inilah yang akan melangkah dalam mengadvokasi hak-hak hidup untuk kaum yang terpinggirkan atau tertindas.

Aktivis lingkungan adalah bagian yang tak terpisahkan dalam upaya menciptakan pelestarian lingkungan yang berkelanjutan. Mereka adalah individu atau kelompok yang secara sadar dan berdedikasi tinggi terhadap perlindungan lingkungan. Karena pada dasarnya kerusakan lingkungan adalah kerugian besar bagi umat manusia yang mengakibatkan hilangnya ruang hidup dan penghidupannya.

Mengingat, di tengah kesadaran dan peran publik untuk terlihat secara aktif dalam memperjuangkan hak haknya, di sisi lain hambatan berupa perlawanan dan kekuatan dari sejumlah korporasi dan pelaku pencemaran lingkungan juga kian meningkat. Hal ini negara harus mampu menyinkronkan tiga aspek penting dalam menghadapi permasalahan lingkungan, yakni perlindungan terhadap daya dukung ekosistem sebagaimana yang dilakukan pejuang lingkungan, pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan, serta distribusi sumber daya yang adil dan merata.

Penyelesaian dan Arah Kebijakan

Seperti yang telah disinggung dalam kitab konstitusi bahwa pemanfaatan kekayaan alam demi kemakmuran rakyat wajib menjamin kelestarian lingkungan. Maka dari itu pemerintah diharapkan bijak dalam merespon kasus kasus lingkungan. Adanya program pemerintah tak lain untuk kepentingan masyarakat, dan sudah seharusnya prinsip utama arah kebijakan ialah keberpihakan pada kepentingan publik, bukan sebaliknya.

Segala bentuk kekerasan yang ditudingkan kepada para aktivis HAM dan Lingkungan perlu diinvestigasikan secara menyeluruh, agar keadilan dapat ditegakkan dan perlindungan terhadap aktivis yang berjuang untuk hak asasi manusia dan kelestarian tetap terjamin.

Selain itu, krisis lingkungan dewasa ini tidak bisa hanya mengandalkan program pemerintah, dan gerakan sosial masyarakat dalam memperjuangkan dan mengakomodasi hak-hak hidup. Akan tetapi dibutuhkan kesadaran disetiap perilaku individu secara kolektif untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan dan efektif.

Tanpa sinergi yang holistik dan komitmen jangka panjang dari berbagai pihak, krisis ini akan terus memburu dan mengancam kesejahteraan manusia pada ekosistem di masa depan. Untuk itu kunci penting dalam upaya mitigasi krisis lingkungan adalah dengan pendekatan berbasis kebijakan yang kuat serta didukung oleh penegakan hukum yang tegas, transparan, dan edukasi publik yang berkesinambungan.


Oleh: Novia Ulfa I. (Mahasiswa UIN KHAS Jember) 
Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak