Dalam konsep Manunggaling Kawula Gusti, Syekh Siti Jenar memang banyak mengutamakan intuisi atau menggunakan kelembutan hati dan kebatinan. Bagi umumnya masyarakat, konsep-konsep seperti kebatinan terlalu abstrak atau tidak relate dengan kehidupan mereka. Masyarakat lebih memosisikan akal menjadi yang nomor satu, dan seolah-olah akal menjadi alat mencapai kebenaran mutlak. Lalu bagaimana pandangan Syekh Siti Jenar terhadap akal?
Perihal akal, Syekh Siti Jenar sedikit banyak menghubungkannya dengan intuisi. Sepertinya, pandangan Syekh Siti Jenar senafas dengan pandangan akal menurut Al-Ghazali. Beliau memaknai akal sebagai pengetahuan dan bentuk spiritual yang halus. Oleh karena itu, Syekh Siti Jenar beranggapan, kehendak khayalan atau imajinasi serta ingatan yang melekat pada kita merupakan bentuk akal yang tidak bisa dari terhindar dari kegilaan, keraguan, kebingungan, kesusahan, dan sampai-sampai membuat seseorang lupa waktu istirahatnya.
Menurutnya, akal membuat orang sering berdusta, hari-harinya sering kali diisi dengan membuat kepalsuan (dengki) demi kepuasan yang ia peroleh. Terkadang akal juga membuat manusia bersifat melanggar syariat dengan dalil-dalil yang ia pelintir, sombong dengan keilmuan yang dimilikinya, dan lahirnya sifat suka disanjung. Hal-hal seperti ini, yang akhirnya membuat manusia tidak berharga sama sekali, menodai bingkai manusia sebagai khalifah di muka bumi.
Syekh Siti Jenar menilai akal sebagai sesuatu yang tidak dapat dijadikan sebagai kebenaran mutlak dan tidak bisa melulu dijadikan sebagai pegangan manusia untuk mendapatkan keselamatan yang hakiki. Kritiknya, akal mempunyai potensi-potensi yang dapat mendorong manusia untuk berbuat tindak laku kejahatan. Sebab, sangat mudah manusia terpengaruh dengan kepentingan-kepentingan yang ia inginkan.
Syekh Siti Jenar menilai akal sebagai sesuatu yang tidak dapat dijadikan sebagai kebenaran mutlak dan tidak bisa melulu dijadikan sebagai pegangan manusia untuk mendapatkan keselamatan yang hakiki. Kritiknya, akal mempunyai potensi-potensi yang dapat mendorong manusia untuk berbuat tindak laku kejahatan. Sebab, sangat mudah manusia terpengaruh dengan kepentingan-kepentingan yang ia inginkan.
Contohnya dalam kehidupan kita sehari-hari, sering kali kita mendengar istilah ngakali, akal bulus, akal-akalan dan banyak lainnya. Kerap kali kita melihat orang-orang yang ngakali di unggahan media sosial dan pemberitaan di media massa, tak jarang kita merasa mangkel dan sakit hati kepada orang-orang seperti itu.
Banyak sekali orang-orang yang berakal di dalam sebuah super struktur kekuasaan, justru mereka malah membuat kerusakan dan memiskinkan masyarakat, alih-alih memanfaatkan akalnya untuk melakukan sebuah kesejahteraan sosial, mereka malah menjadikan akalnya sebagai alat mendapatkan keuntungan pribadi. Sejalan dengan wejangan yang diberikan KH. Maimoen Zubair atau yang lebih dikenal sebagai Mbah Moen tentang orang pintar dan orang benar. Berikut wejangan beliau:
“Ora kabeh wong pinter kuwi bener, Ora kabeh wong bener kuwi pinter , Akeh wong pinter ning ora bener, Lan akeh wong bener senajan ora pinter, Nanging tinimbang dadi wong pinter ning ora bener, Luwih becik dadi wong bener senajan ora pinter, Ono sing luwih prayoga yoiku dadi wong pinter sing tansah tumindak bener, Minterno wong bener kuwi luwih gampang tinimbang mbenerake wong pinter, Mbenerake wong pinter, kuwi mbutuhke beninge ati, lan jembare dodho”.
Tidak semua orang yang pintar itu adalah orang yang benar, tidak semua orang yang benar adalah orang pintar, banyak orang pintar tapi tidak benar, dan banyak orang benar meski pun dia bukan orang pintar. Namun, daripada jadi orang pintar tapi tidak benar, lebih baik menjadi orang benar meskipun orang itu tidak pintar. Ada yang lebih hebat, yaitu menjadi orang yang pintar yang selalu berbuat benar. Membuat pintar seseorang yang benar itu lebih mudah dari pada membuat seseorang pintar menjadi orang yang benar. Membuat orang pintar menjadi seorang yang benar, itu membutuhkan kejernihan hati dan keluasan jiwa.
Dari sini, kita bisa mengetahui peranan akal yang sangat berpengaruh dalam tindak laku manusia. Karena sifat akal yang seperti inilah, sosok Syekh Siti Jenar menganggap manusia tidaklah cukup menggunakan akal dalam mencapai kebenaran, manusia masih membutuhkan beninge ati, lan jembare dodho (kejernihan hati dan keluasan jiwa).
Syekh Siti Jenar sendiri, lebih percaya dengan intuisi ketimbang akal yang hanya menjadikan manusia layaknya makhluk perusak. Intuisi menurutnya wujud hati nurani yang dapat memberikan petunjuk bagi manusia tentang hakikat baik dan buruk. Pasalnya, sebagai wadah, intuisi memberikan kekuatan guna mencapai kebenaran mutlak, intuisi lebih banyak dilimpahi cahaya kebenaran. Oleh karena itu agar manusia tidak terperosok ke dalam jalan kesesatan, maka akal harus senantiasa dihubungkan dengan intuisi.
Syekh Siti Jenar sendiri, lebih percaya dengan intuisi ketimbang akal yang hanya menjadikan manusia layaknya makhluk perusak. Intuisi menurutnya wujud hati nurani yang dapat memberikan petunjuk bagi manusia tentang hakikat baik dan buruk. Pasalnya, sebagai wadah, intuisi memberikan kekuatan guna mencapai kebenaran mutlak, intuisi lebih banyak dilimpahi cahaya kebenaran. Oleh karena itu agar manusia tidak terperosok ke dalam jalan kesesatan, maka akal harus senantiasa dihubungkan dengan intuisi.
Sumber: Jagat Batin Syekh Siti Jenar
Oleh: Alfan Hidayatullah (Ketua Rayon Syariah)
Posting Komentar