BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Recent

Bookmark

Yang Selalu Coba Dilupakan Di Akhir September

Yang Selalu coba Dilupakan Di Akhir September
"Summer has come and passed. The innocent can never last. Wake me up when September ends...."

Begitulah kira-kira penggalan lagu milik band asal Berkeley, California, Green Day berjudul "September Ends". Seolah sang vokalis, Billie Joe Armstrong, ingin melewati bulan September dengan segera.

Tentunya membahas bulan September, Indonesia termasuk negara yang memiliki catatan kelam dalam bulan ini. Bahkan setiap tahunnya, para aktivis negeri ini dari berbagai kalangan memperingatinya dengan sebuah peringatan bertajuk "September Hitam".

Ada apa dengan September ? Pertanyaan ini mungkin bagi beberapa kalangan muda masa kini (baca: Gen Z) akan terus menjadi pertanyaan utama dalam benak mereka. Beberapa peristiwa di masa lalu adalah sejarah yang patut kiranya untuk diungkapkan kepada generasi muda saat ini. Berbagai peristiwa pelanggaran HAM terjadi di bulan September. Mulai dari peristiwa Tanjung Priuk (13 September 1984), Tragedi Semanggi II (28 September 1999), Pembunuhan Aktivis HAM Munir Said Thalib (7 September 2004), Reformasi Dikorupsi (September 2019), hingga yang terakhir adalah Pembantaian Massal akibat peristiwa Gerakan 30 September (Gestapu) 1965.

Gestapu, akronim dari Gerakan September 30. Sebuah gerakan dari beberapa orang yang tergabung kedalam resimen Cakrabirawa yang dikomandani oleh Letnan Kolonel (Letkol) Untung, yang mengahabisi 7 Jendral Angkatan Darat dalam waktu semalam. 7 Jendral tersebut ialah, Jendral Ahmad Yani, Letjen Raden Suprapto, Letjen S. Parman, Mayjen M.T Haryono, Mayjen Pandjaitan, Mayjen Sutoyo Siswomiharjo, dan Kapten PierreTendean. Peristiwa inilah kemudian yang dikenal dengan Peristiwa G30 September 1965.

Menurut Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (kini berganti menjadi BRIN), Profesor Hermawan Sulistyo menjelaskan bahwa babak baru cerita gerakan 30 September 1965 saat ini adalah tututan untuk pengungkapan kasus tersebut lewat rekonsiliasi. Bukan lagi fokus mengungkap pihak di belakang pembunuhan 7 jenderal. Penulis buku berjudul "Palu Arit Di Ladang Tebu" itu mengungkapkan, bahwa cerita tentang gerakan 30 September 1965 tidak akan ada habisnya bila dengan maksud tujuan untuk membongkar siapa yang menjadi dalang atas peristiwa tersebut.

Dampak dari Gerakan 30 September

Peristiwa Gerakan 30 September rupanya memiliki dampak yang besar di kemudian hari. Pasalnya, pembunuhan atas 7 Jendral yang dilakukan oleh Resimen Cakrabirawa yang dipimpin oleh Letkol Untung, oleh banyak pihak diduga telah berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Menurut Vincent Bevins, Jurnalis The Washington Post yang juga menulis buku berjudul "Metode Jakarta: Amerika Serikat, Pembantaian 1965, dan Dunia Kita Sekarang", mengatakan bahwa PKI adalah partai komunis ketiga terbesar di dunia, di luar Tiongkok dan Uni Soviet. Vincent mengungkapkan dalam bukunya tersebut, bahwa PKI memiliki anggota mencapai 3 juta orang dalam kurun tahun 1960-an. 

Jumlah anggota yang demikian banyak itu tersebar dalam berbagai organisasi-organisasi underbow PKI seperti SOBSI (Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia), LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat), BTI (Barisan Tani Indonesia), Pemuda Rakyat, dan Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia). Atas dasar dugaan afiliasi yang terjadi antara pihak militer dalam hal ini Resimen Cakrabirawa sebagai pelaku pembunuhan 7 Jendral dan PKI, berimbas pada operasi penumpasan seluruh anggota dan simpatisan PKI yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Beragam data melaporkan dan menaksir jumlah korban jiwa akibat operasi penumpasan ini. Sebuah laporan mengatakan lebih dari 1 juta lebih anggota maupun simpatisan PKI dihabisi tanpa proses pengadilan oleh militer Indonesia.

PKI, Militer, dan CIA

Lebih jauh, Vincent Bevins menjelaskan dalam bukunya berjudul "Metode Jakarta: Amerika Serikat, Pembantaian 1965, dan Dunia Kita Sekarang", bahwa ada keterlibatan dari pihak Amerika Serikat melalui badan Intelejennya CIA, dalam operasi penumpasan anggota dan simpatisan PKI oleh Militer Indonesia dalam kurun tahun 1965-1966. Pasalnya kala itu pemerintah Amerika Serikat tengah gencar melakukan operasi-operasi klandestin di wilayah Asia Tenggara dengan satu tujuan: Perang Melawan Komunis (musuh bebuyutan Amerika Serikat sampai hari ini). 

Dalam hal ini, di Indonesia, pihak militerlah yang memiliki hubungan kuat dengan Pemerintah Amerika Serikat. Sepanjang 1965, rumor persekongkolan para jenderal sayap kanan dengan CIA atau organisasi asing lainnya mulai menyebar di Jakarta. Para Jendral sayap kanan yang dirumorkan bersekongkol dengan CIA inilah yang kemudian santer di kenal oleh orang-orang dengan sebutan "Dewan Jenderal" yang di isukan akan melengserkan Soekarno sebagai akibat dari ketidaksenangan pemerintah Amerika Serikat terhadap Soekarno atas kecenderungannya kepada kaum kiri (dalam hal ini PKI) melalui progamnya yakni NASAKOM (Nasionalisme, Agama, Komunisme).

Penutup

Peristiwa Gerakan 30 September 1965 menjadi salah satu peristiwa yang mungkin tidak akan pernah dilupakan oleh sebagain besar masyarakat di negeri ini. Di mana sebagian dari mereka adalah saksi hidup bagaimana tanpa ampun militer menghabisi keluarga mereka yang menjadi anggota ataupun simpatisan PKI kala itu. 

Upaya rekonsiliasi dan perjuangan atas tuntutan pertanggung jawaban negara terus dilakukan oleh sebagian orang yang tergabung ke dalam Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP 65). Mereka adalah penyintas dari operasi penumpasan yang dilakukan oleh militer yang hingga hari ini mengalami trauma berat dan menuntut untuk pemulihan nama baik. Tercatat dalam perkembangannya, hanya Presiden Abdurrahman Wahid lah yang secara terbuka menyampaikan permohonan maaf dan memberi dukungan atas upaya rekonsiliasi ini. Di mana Negara harus bertanggung jawab atas pelanggaran HAM yang dilakukannya di masa lalu.

Oleh: Hasan Basri
Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak