BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Recent

Bookmark

Stoikisme: Dikotomi-Trikotomi Kendali

Pena Laut -
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menghadapi situasi di mana kita merasa kewalahan oleh berbagai tanggung jawab dan masalah yang muncul. Perasaan ini sering kali timbul karena kita mencoba mengendalikan segala sesuatu, termasuk hal-hal yang sebenarnya berada di luar jangkauan kendali kita. Dikotomi Kendali adalah konsep penting yang membantu kita membedakan antara apa yang bisa dan tidak bisa kita kendalikan. Memahami dan menerapkan konsep ini dapat meningkatkan efektivitas kita dalam mengambil keputusan serta membawa kedamaian pikiran.

"Some things are up to us, some things are not up to us. Ada hal-hal yang berada di bawah kendali kita, ada hal-hal yang tidak berada di bawah kendali (tidak bergantung pada) kita." (Epictetus, dalam Enchiridion).

Prinsip ini disebut "Dikotomi Kendali" (dichotomy of control ). Bisa dibilang, semua filsuf Stoa sepakat pada prinsip fundamental ini, bahwa ada hal-hal didalam hidup yang bisa kita kendalikan, dan ada yang tidak. Hal-hal apa saja yang masuk ke dalam dua hal ini menurut Stoikisme?

Tidak di bawah kendali kita:
- Tindakan orang lain
- Opini orang lain
- Reputasi/popularitas kita
- Kesehatan kita
- Kekayaan kita
- Kondisi saat kita lahir, seperti jenis kelamin, orang tua, saudara-saudari, etnis/suku, kebangsaan, warna kulit, dan lain-lain.
- Cuaca, gempa bumi, wabah penyakit, dan peristiwa alam lainnya. Ada banyak hal-hal yang belum ada di masa para filsuf Stoa hidup, tetapi dapat kita kategorikan di sini, seperti harga saham, indeks pasar modal, razia sepeda motor, dan nilai tukar rupiah, dan lain-lain.

Di bawah kendali kita :

- Pertimbangan (judgement), opini, atau persepsi kita.
- Keinginan kita.
- Tujuan kita.
- Segala sesuatu yang merupakan pikiran dan tindakan kita sendiri.

Lebih lanjut, Epictetus menjelaskan dalam buku Enchiridion. Dia mengatakan: "Hal-hal yang ada di bawah kendali kita bersifat merdeka, tidak terikat, tidak terhambat; tetapi hal-hal yamg tidak di bawah kendali kita bersifat lemah, bagai budak, terikat, dan milik orang lain. Karenanya, ingatlah, jika kamu salah mengira hal-hal yang bagaikan budak sebagai bebas, dan hal-hal yang merupakan milik orang lain sebagai milikmu sendiri...maka kamu akan menetap, dan kamu akan selalu menyalahkan para dewa dan manusia." Dalam bahasa mudahnya: siap-siap saja kecewa cuy kalau lo terobsesi pada hal-hal di luar kendali lo, seperti perbuatan/opini orang lain, kekayaan kita, bahkan sampai kesehatan kita sendiri.

Stoikisme mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati hanya bisa datang dari hal-hal yang ada di bawah kendali kita. Menggantungkan kebahagiaan pada hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan, seperti perlakuan orang lain, opini orang lain, status dan popularitas (yang ditentukan orang lain), kekayaan, dan lainnya adalah tidak rasional.

Mungkin ada dari Anda yang berpikir, tidakkah kekayaan datang dari kerja keras dan ide-ide start-up brilian kita? Tidakkah ketenaran bisa dibangun dengan jerih payah kita, misalnya mengunggah ratusan swafoto (selfie) dan video di media sosial? Apalagi soal kesehatan--masa sih diluar kendali kita? Sejak kecil, kita diajarkan untuk memelihara kesehatan dengan mengonsumsi makanan sehat dan berolahraga. Harusnya, kekayaan dan ketenaran, apalagi kesehatan, termasuk dalam hal-hal yang bisa kita kendalikan dong?

Di sinilah pentingnya memahami bahwa "kendali" bukan hanya soal kemampuan kita "memperoleh", tetapi juga "mempertahankan". Kenyataannya kekayaan, ketenaran, dan kesehatan memang bisa diusahakan untuk dimiliki, tetapi apakah kita yakin bisa sepenuhnya mempertahankan? Atau sesungguhnya semua itu adalah hal-hal yang sangat rapuh, ringkih, dan mudah lenyap bagai asap rokok disedot pemurni udara?

Filsuf Stoa mengambil pendekatan yang sangat logis, ngapain lo bahagia untuk sesuatu yang sewaktu-waktu bisa hilang? 

Manfaat praktis dari penerapan dikotomi kendali, yaitu realokasi waktu dan tenaga untuk hal-hal yang lebih bisa kita atur/kendalikan.

Dari Dikotomi Kendali Menjadi Trikotomi Kendali

William Irvine di dalam bukunya A Guide to Good Life: The Ancient Art of Stoic Joy menawarkan solusi untuk keresahan di atas dengan konsep trikotomi (tiga kategori) kendali. Trikotomi kendali terdiri dari:

- Hal-hal yang bisa kita kendalikan sepenuhnya, seperti opini, persepsi, dan pertimbangan kita sendiri.

- Hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan, seperti cuaca, opini, dan tindakan orang lain.

- Hal-hal yang bisa "sebagian" kita kendalikan. Irvine mengusulkan bahwa sekolah, pekerjaan, perlombaan, hubungan dengan pasangan, bisa dimasukkan ke dalam kategori ketiga (sebagian dalam kendali). Bagaimana cara penerapan kategori yang ketiga ini di dalam hidup sehari-hari? Dengan memisahkan tujuan di dalam diri (internal goal) dari hasil eksternal (outcome-nya).

Contoh penerapan poin ketiga adalah sebagai berikut. Saat Anda menghadapi sidang skripsi. Kita tahu bahwa "hasil" dari sidang skripsi tidak bisa dimasukkan ke dalam kategori "di bawah kendali kita", karena banyak faktor tak terduga di luar kendali kita, seperti mood dosen penguji hari itu, apakah laptop kita akan berfungsi atau tidak, dan lainnya. Akan tetapi, tentunya ada bagian dari pengerjaan skripsi yang masih berada di bawah kendali kita, misalnya persiapan kita dalam memahami topik, presentasi yang kita siapkan, istirahat fisik yang cukup, dan lain-lain. Maka, Irvine menganjurkan kita untuk memisahkan "hasil" (sebagai hal yang diluar kendali kita), dari "tujuan internal" (internal goal) yang sepenuhnya berada di bawah kendali kita.

Dalam contoh sidang skripsi tadi, internal goal adalah belajar yang rajin, benar-benar memahami materi skripsi, latihan presentasi berulang-ulang, sampai presentasi PowerPoint yang dibuat cantik dan profesional. Nilai skripsi kita adalah outcome (hasil) yang berada di luar kendali.

Dalam kategori "sebagian di bawah kendali" ini, semakin baik kita mengerjakan internal goal, seharusnya semakin besar peluang kita mendapatkan hasil atau outcome yang memang kita impikan. Biasanya kerja keras, belajar sungguh-sungguh, berlatih dengan tekun, menyayangi dan mencintai pasangan sepenuh hati, menjalankan usaha dengan rajin dan keras, akan mendekatkan seseorang pada hal yang ingin dicapai. Lalu, dengan menyadari sepenuhnya bahwa outcome terakhir berada di luar kendali kita, maka saat mengalami gagal, kita tidak perlu meratapi tujuh tahun lamanya, karena kita tahu sudah berbuat yang terbaik.


Oleh: Fawaid A.
Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak