BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Recent

Bookmark

Bagaimana Kera Tampan Menggapai Kebahagiaan


Pena Laut -
Menjalani kehidupan dengan bahagia, bagaimana caranya? Apakah kita dapat memilih? "Bahagia Itu Sederhana" tertulis caption di story WhatsApp dengan foto secangkir kopi, foto pantai, atau foto dengan pasangannya. Bahagia itu sederhana bagi orang yang tidak dapat menjelaskan konsep kebahagiaan, mau diakui atau tidak, kebahagiaan manusia itu rumit karena melibatkan asumsi dan persepsi yang bersifat komunal.

Menurut perspektif neurosains, kebahagiaan melibatkan interaksi kompleks antara otak, neurotransmiter, dan proses kognitif. Berikut adalah beberapa poin penting:

1. Zat Kebahagiaan

Neurotransmiter utama yang terlibat dalam perasaan bahagia termasuk dopamin, serotonin, dan endorfin. Dopamin sering dikaitkan dengan sensasi reward dan kepuasan dari pencapaian tujuan atau pengalaman positif. Serotonin juga berperan penting dalam regulasi suasana hati dan emosi positif.

2. Kesehatan Otak

Beberapa sirkuit otak telah diidentifikasi terlibat dalam pengalaman bahagia. Misalnya, sistem reward yang melibatkan bagian otak seperti nucleus accumbens dan ventral tegmental area (VTA) sangat penting dalam respons terhadap stimulus yang menyenangkan. Selain itu Neurosains menunjukkan bahwa otak memiliki kemampuan untuk berubah (plastisitas otak) sebagai respons terhadap pengalaman dan lingkungan. Ini berarti bahwa perilaku dan kebiasaan yang mendukung kebahagiaan dapat mengubah struktur dan fungsi otak untuk mempromosikan kesejahteraan mental.

3. Pengalaman Subjektif

Respons terhadap stres dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk merasakan kebahagiaan. Stres kronis dapat mengganggu fungsi neurotransmiter dan sirkuit otak yang terlibat dalam pengalaman positif. Interaksi sosial dan dukungan sosial juga memainkan peran penting dalam kebahagiaan. Neurosains menunjukkan bahwa interaksi sosial yang positif dapat mempengaruhi neurotransmiter dan struktur otak untuk meningkatkan kesejahteraan mental.

Secara keseluruhan, perspektif neurosains menggambarkan kebahagiaan sebagai fenomena kompleks yang melibatkan interaksi antara biologi (otak dan neurotransmiter), psikologi (persepsi dan pengalaman subjektif), dan faktor-faktor lingkungan.

Secara biologis, hewan mendapati kebahagiaan dalam dua hal yang pertama ketika merasakan hilangnya ancaman berlangsungnya kehidupan yaitu ketika mendapatkan makanan atau ketika lepas dari ancaman kematian, yang kedua ketika bertemu lawan jenis karena merasa hilangnya ancaman berlangsungnya reproduksi. Manusia merasakan kebahagiaan lebih rumit karena telah melampaui evolusi fisik hewan lainnya, revolusi kognitif yang pertama adalah bahasa sehingga manusia bisa bekerjasama dengan ribuan manusia lain dan revolusi kedua ketika manusia mengenal realitas, hewan lain hanya memiliki realita objektif dan subjektif sedangkan manusia ditambah realitas intersubjektif.

Realitas intersubjektif merujuk pada cara di mana individu-individu dalam masyarakat secara bersama-sama mengonstruksi, memahami, dan memaknai dunia mereka melalui interaksi sosial dan bahasa. Konsep ini menekankan bahwa realitas tidak hanya merupakan hasil dari persepsi individu tetapi juga dipengaruhi oleh kesepakatan sosial tentang makna-makna, norma, dan nilai-nilai yang dibentuk bersama dalam kelompok sosial. Dalam realitas intersubjektif, bahasa menjadi alat penting dalam mengkomunikasikan dan memediasi pemahaman kolektif tentang dunia. Melalui penggunaan bahasa, individu menyampaikan dan menerima makna-makna yang diterima secara sosial, yang kemudian membentuk landasan bagi persepsi bersama tentang realitas. Misalnya, konvensi bahasa menentukan bagaimana kita mendefinisikan konsep-konsep seperti keadilan, empati, kebenaran, atau kebahagiaan, yang merupakan produk dari interaksi dan kesepakatan di antara individu-individu dalam masyarakat.

Realitas intersubjektif juga mencakup norma-norma sosial yang mengatur perilaku dan interaksi sosial di dalam masyarakat. Norma-norma ini merupakan hasil dari kesepakatan kolektif tentang apa yang dianggap pantas atau tepat dalam konteks tertentu. Contohnya, norma-norma etika, adat istiadat, atau aturan sosial menentukan batasan perilaku yang diterima dan diharapkan dalam lingkungan sosial. Dengan demikian, realitas intersubjektif menunjukkan bahwa pemahaman tentang realitas tidak hanya merupakan refleksi individu tetapi juga hasil dari proses sosial yang melibatkan interaksi, kesepakatan, dan pembentukan norma bersama dalam masyarakat. Agar lebih memahami, beberapa contoh realitas intersubjektif adalah: Adat, Budaya, Hukum, Negara, Uang, Kepercayaan, Pernikahan.

Realitas intersubjektif yang membuat manusia memegang sebuah nilai, terkadang dapat menghambat kebahagiaan manusia itu sendiri. Individu bisa merasakan kesedihan yang luar biasa ketika klub sepakbolanya kalah, beberapa kasus juga seringkali individu merasa marah bahkan bertindak agresif ketika klub sepakbolanya diejek. Realitas subjektif juga dapat membuat Individu bisa merasakan kesedihan yang luar biasa dalam ketika berpisah dengan pasangannya karena individu tersebut menganggap hubungan mereka sangat bernilai yang padahal secara realitas subjektifnya si pasangannya menganggap hubungan mereka biasa-biasa saja. Pada dua contoh kasus diatas, penulis memberi saran agar menghapus nilai terlebih dahulu sebelum melakukan reaksi, secara nihil melihat sebagaimana adanya semisal klub sepakbola hanyalah sekelompok orang yang melakukan aktifitas olahraga, dan pada contoh kasus kedua menerima realitas bahwa manusia adalah organisme bebas yang tidak dapat kita paksa untuk tetap bersama kita.

Manusia dalam peradabannya mencoba menjelaskan apa itu kebahagiaan melalui beberapa pemikiran filosofis seperti konsep Hedonisme yang menganggap kebahagiaan terletak pada pencapaian kenikmatan dan penghindaran penderitaan. Menurut para hedonis, kebahagiaan adalah hasil dari memenuhi keinginan-keinginan sensorik dan emosional; konsep eudaimonia dari Aristoteles yang berpendapat bahwa kebahagiaan tercapai melalui pengembangan potensi manusia secara moral dan intelektual. Ini melibatkan hidup dalam kesesuaian dengan potensi terbaik kita dan mencapai tujuan yang tinggi; konsep Utilitarian yaitu konsep kebahagiaan yang dihasilkan oleh tindakan yang menghasilkan kepuasan terbesar bagi sebagian besar orang. Utilitarianisme mengukur kebahagiaan berdasarkan kesejahteraan sosial yang diperoleh dari tindakan tertentu; Konsep Stoikisme mengajarkan bahwa kebahagiaan ditemukan dalam hidup sesuai dengan alam dan menerima segala sesuatu yang terjadi dengan ketenangan pikiran dan kepatuhan pada hukum alam; konsep Buddhisme, kebahagiaan (sukha) dilihat sebagai hasil dari mencapai pemahaman yang mendalam tentang sifat penderitaan (dukkha) dan melepaskan diri dari keinginan duniawi. Setiap aliran filsafat memiliki perspektif uniknya sendiri tentang kebahagiaan, yang mencerminkan nilai-nilai dan fokus filosofis dari masing-masing aliran tersebut.

Kesimpulan dari teks yang diberikan adalah bahwa konsep kebahagiaan itu kompleks dan tidak sederhana karena melibatkan berbagai aspek, termasuk biologis, psikologis, dan lingkungan. Dari perspektif neurosains, kebahagiaan dipahami sebagai hasil dari interaksi kompleks antara otak, neurotransmiter seperti dopamin dan serotonin, serta pengalaman subjektif individu. Faktor-faktor ini membentuk dasar bagi persepsi dan pengalaman kebahagiaan manusia. Selain itu, konsep realitas intersubjektif menunjukkan bahwa pandangan tentang kebahagiaan juga dipengaruhi oleh norma, nilai, dan interaksi sosial dalam masyarakat. Ini dapat mempengaruhi cara individu mengartikan dan merespons pengalaman kebahagiaan mereka. Berbagai aliran filsafat seperti Hedonisme, Eudaimonia, Utilitarianisme, Stoikisme, dan Buddhisme juga memberikan perspektif unik mereka tentang sifat dan pencapaian kebahagiaan. Secara keseluruhan, kebahagiaan tidak dapat direduksi menjadi konsep yang sederhana, tetapi merupakan fenomena multidimensional yang dipengaruhi oleh faktor biologis, psikologis, sosial, dan filosofis yang saling terkait.

Namun pertanyaan serunya adalah, apakah kita bisa bahagia apabila menghilangkan nilai-nilai dalam sosial?

Apakah kita bisa bahagia dengan menjalani hidup sebagai pleasure seeker (realitas subjektif)? secara aktif bermain judi, bersenggama dengan banyak orang, memuaskan semua hasrat nafsu demi kesenangan dengan mengenyampingkan moral dan aturan masyarakat.

Apakah kita bisa bahagia dengan memenuhi semua nilai dalam sosial (realitas intersubjektif)? bersikap patriotis, agamis, dermawan, menjadi model masyarakat, menggapai semua status sosial?

Apakah cukup kita secara biologis (realitas objektif) merasa bahagia mengenyampingkan semua nilai yang penting kita merasakan zat-zat kebahagiaan.

Jawabanmu adalah caramu menjalani kehidupan kedepannya, karena manusia telah menggapai revolusi kognitif.


Oleh: Parengkuan Diaz
Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak