BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Recent

Bookmark

Gaya Kepemimpinan Organisasi Mahasiswa

Pena Laut -
Ketika membahas kepemimpinan, perhatian masyarakat/mahasiswa sering kali tertuju pada kisah-kisah tentang pemimpin militer ternama, politisi berpengaruh, pemimpin spiritual, dan tokoh masyarakat yang banyak dikagumi karena kontribusinya yang signifikan. Meski sejauh mana peran dan kepemimpinan mereka dalam peristiwa sejarah, mungkin tidak diketahui secara pasti. Namun kekaguman terhadap pemimpin yang cerdas dan berani, memunculkan legenda atau mitos kepahlawanan yang tertanam kuat di hati para pengikutnya.

Teori kepemimpinan tertua yang diketahui dikaitkan dengan Lao Tze, yang menulis tentang teori ini lebih dari 2.000 tahun yang lalu, dengan banyak mengambil inspirasi dari ajaran Tao Te Ching. Beberapa kutipan filosofis kepemimpinan yang terdapat dalam tulisannya antara lain “Perjalanan seribu mil dimulai dengan satu langkah.” Ahli strategi Tiongkok berpengaruh lainnya, Sun Tzu, menekankan pentingnya menang tanpa berperang, dengan menyatakan dalam "The Art of War" bahwa "kenali dirimu sendiri dan kenali musuhmu dan kamu akan menang setiap saat. Kenali dirimu sendiri tetapi bukan musuhmu dan kamu akan menang, menang separuh waktu. Tanpa mengetahui diri sendiri atau musuh Anda, Anda akan selalu kalah."

Organisasi adalah sebuah platform tempat individu berkumpul dan berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Dalam sebuah organisasi, sangat penting untuk menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menjadi pemimpin. Weather dan Devis menekankan bahwa sumber daya manusia adalah pegawai yang siap, mampu, dan waspada dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, sumber daya manusia dimaknai sebagai sumber kekuatan yang berasal dari individu yang dapat dikembangkan dalam suatu organisasi (Ajabar, 2020: 4).

Dalam sebuah organisasi, sumber daya manusia adalah komponen yang sangat penting. Karena manusia esensial bagi berjalannya organisasi, mereka memerlukan perhatian serius untuk meningkatkan kinerja mereka sebagai anggota. Seorang anggota organisasi harus memberikan kontribusi positif, yang berdampak baik bagi keberlangsungan organisasi. Sebaliknya, jika kinerja anggota buruk, hal itu akan merugikan organisasi. Organisasi yang baik adalah yang memberikan perhatian kepada anggotanya, sehingga setiap anggota dituntut untuk melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien, baik dalam hal kualitas maupun kuantitas (Mardani, 2017: 61).

Organisasi kemahasiswaan merupakan salah satu lembaga pendukung dalam lingkungan perkuliahan yang berfungsi sebagai wadah bagi mahasiswa untuk mengembangkan kemampuan manajerial dan kepemimpinannya. Selain itu, organisasi kemahasiswaan tidak hanya memberikan ruang bagi seluruh mahasiswa untuk mengembangkan kemampuan manajerial dan kepemimpinannya, tetapi juga berperan dalam membina bakat dan kemampuan mahasiswa (Verawati, 2021: 253).

Gaya kepemimpinan atau style of leadership merupakan cara seorang pemimpin melaksanakan fungsi kepemimpinannya atau menjalankan fungsi manajemennya dalam memimpin bawahannya. Menurut Wijono, (2018, h. 38) yang mengemukakan bahwa ada tiga gaya kepemimpinan (leader style) yaitu:
1. Gaya Otokratik (autocratic style) atau the authoritarian style;
2. Gaya Partisipasi (participative style) atau the democratic style;
3. Gaya Bebas Terkendali (Free rein studi but style) atau disebut juga gaya A genuine laissez faire.

Gaya Otokratik (Autocratic Style)

Gaya otokratik yaitu dengan menggunakan kata autokrasi yang berarti kekuasaan tanpa batas atau bentuk kekuasaan mutlak yang terpusat pada satu individu, yaitu kediktatoran. Istilah lain untuk autokrasi adalah otoriter, yang lebih dikenal daripada autokrasi itu sendiri. Otoriter berarti memegang kekuasaan secara sepihak dan bertindak sewenang-wenang (Masruri, 2019).

Tipe kepemimpinan yang otoriter biasanya mengarah kepada tugas. Artinya dengan adanya tugas yang telah diberikan oleh suatu lembaga atau suatu organisasi, maka kebijaksanaan dari lembaganya ini mesti diproyeksikan. Dalam cara mengatur bawahannya untuk mencapai pengambilan keputusan yang diinginkan, pemimpin otoriter hanya berusaha memanfaatkan mereka hanya sebagai mesin yang beroperasi sesuai keinginannya sendiri, sama sekali mengabaikan inisiatif apa pun yang mungkin datang dari bawahan itu sendiri. Menurut Masruri (2019), mengungkapkan bahwa pemimpin bertipe otokratik/otoriter adalah pemimpin yang angkuh. Pemimpin yang menggunakan tipe ini akan mencampur adukkan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan organisasi. Selain itu, ia akan menggunakan segala cara untuk mencapai tujuannya.

Gaya Partisipasi (Participative Style)

Gaya partisipasi atau Kepemimpinan demokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bekerja sama mencapai tujuan yang telah ditentukan melalui berbagai cara atau kegiatan yang ditentukan bersama oleh bawahan dan pemimpin. Gaya ini disebut juga dengan kepemimpinan yang berpusat pada bawahan, kepemimpinan partisipatif, atau kepemimpinan konsultatif. Pemimpin yang berkonsultasi dengan bawahannya dalam merumuskan keputusan bersama merupakan ciri kepemimpinan demokratis. Masruri (2019) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan demokratis memperlakukan individu dengan cara yang manusiawi. Gaya kepemimpinan ini sangat disukai oleh para bawahan, karena berbagai pemikiran dan ide diputuskan bersama untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pemimpin dengan gaya kepemimpinan demokratis berperan sebagai moderator atau koordinator.

Gaya Bebas Terkendali (Free Rein Studi but Style)

Laissez faire (kendali bebas) yaitu kebalikan dari pemimpin otokrasi. Jika pemimpin otokrasi selalu mendominasi organisasi maka kepemimpinan laissez faire ini memberikan kekuasaan sepenuhnya kepada anggota atau bawahan (Masruri, 2019). Gaya ini menumbuhkan kemampuan anggota untuk mengambil inisiatif. Interaksi dan kontrol minimal yang dilakukan oleh pemimpin, sehingga hanya mungkin dilakukan jika bawahan menunjukkan tingkat kompetensi dan kepercayaan diri yang tinggi dalam mencapai tujuan dan target. Dalam gaya kepemimpinan ini, pemimpin menggunakan wewenangnya dengan hemat atau tidak sama sekali, sehingga membiarkan bawahan bertindak sesuai kebijaksanaannya sendiri (Mattayang, B. 2019: 49). Masruri (2019) menyatakan bahwa ciri-ciri kepemimpinan laissez-faire terkesan tidak kasat mata, karena pemimpin dengan gaya ini memberikan kebebasan penuh kepada seluruh anggotanya dalam menjalankan tugasnya. Keberhasilan suatu organisasi yang dipimpin oleh kepemimpinan laissez-faire semata-mata karena kesadaran dan dedikasi sebagian anggota organisasi, bukan pengaruh pemimpinnya.

Kepemimpinan dalam suatu organisasi sebagaimana dimaksud oleh seorang pemimpin dapat menciptakan keselarasan dan memotivasi anggotanya untuk mencapai target yang maksimal sesuai tujuan yang direncanakan. Dalam kepemimpinan organisasi tidak terlepas dari gaya seorang pemimpin yang mempengaruhi kinerja anggotanya dan memungkinkan mereka memahami bagaimana pemimpin tersebut menerapkan gaya kepemimpinannya dalam suatu organisasi. Menurut Jamaluddin (2017: 164), “gaya kepemimpinan mengacu pada cara seorang pemimpin mempengaruhi bawahannya untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai harapan sehingga tujuan tercapai sesuai rencana”.

Gaya kepemimpinan seorang pemimpin sangat penting dan mempengaruhi kinerja anggota. Ketika pemimpin menerapkan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan organisasi, anggota akan menerimanya dengan baik. Hal ini membuat anggota memahami tugas mereka dan dapat menyelesaikannya dengan baik, yang berdampak positif pada kinerja. Misalnya, jika pemimpin menggunakan gaya kepemimpinan demokratis, tidak hanya tujuan yang dapat dicapai, tetapi juga kualitas kinerja, prestasi, serta hubungan baik antara pemimpin dan anggota. Sebaliknya, jika pemimpin menggunakan gaya kepemimpinan otoriter, beberapa anggota mungkin merasa tidak nyaman dengan kepemimpinan di organisasi tersebut. Secara teori, setiap gaya kepemimpinan mempunyai kelemahan dan kekurangan. Namun, tidak menutup kemungkinan di lapangan, gaya kepemimpinan yang di anggap kurang efektif malah berbanding terbalik dengan teori yang telah di paparkan. Gaya kepemimpinan mempunyai wilayahnya masing-masing dan jumlahnya tidak terbatas dari yang telah disebutkan oleh Wijono (2018) di atas. Menurut Mattayang ( 2019: 48-51) ada 14 gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan: demokratis, delegatif, birokratis, laissez faire, otoriter, kharismatik, diplomatis, moralis, administratif, analitis, entrepreneur, visioner, situasional dan militeristik.

Gaya seorang pemimpin secara signifikan mempengaruhi motivasi dan kinerja anggotanya. Seorang pemimpin dalam menjalankan peran kepemimpinannya akan sangat mempengaruhi stabilitas dan akuntabilitas suatu organisasi, sehingga mempengaruhi penerapan kinerja setiap anggotanya. Akan lebih baik lagi jika seorang pemimpin mempunyai hubungan yang baik dengan semua orang dan terampil dalam berinteraksi dengan orang lain.


Oleh: Febri Kurniawan (Ketua Komisariat PMII IAI Ibrahimy 2024)


Sumber:

Ajabar. 2020. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cet. 1. Yogyakarta

Jamaluddin, A. 2017. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Kaho Indah Citra Garment Jakarta. Journal of Applied Business and Economics, 3. 3.

Mattayang, B. 2019. Tipe Dan Gaya Kepemimpinan: Suatu Tinjauan Teoritis. Jemma Jurnal Of Economic, Management And Accounting. Kota Palopo

Masruri, A. 2019. Tipe dan Gaya Kepemimpinan. Vol.3. No.1.

Mardani. 2017. Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan pada koperasi karya bersama belitang ogan komering ulu timur. Jurnal Aktual STIE Trisna Negara, Vol.15.No.2.

Sun-Tzu. Seni Perang. terj. Roger Ames Batam Centre: Lucky Publishers, 2002.

Verawati, E. S. P. dan D. M. 2021. Enterpreneur. Jurnal Bisnis Manajemen Dan Kewirausahaan, Vol.2.No.2.

Wijono, S. 2018. Kepemimpinan dalam Perspektif Organisasi .Cet. 1. Jakarta: Prenada Media.
Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak