BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Recent

Bookmark

Telaah Pemikiran Mansour Fakih dan Upaya Mendorong Kesetaraan Gender Di Indonesia

Pena Laut -
Membaca buku karya DR. Mansour Fakih berjudul: Analisis Gender dan Transformasi Sosial seakan membuka mata kita terhadap permasalahan yang banyak menimpa kaum perempuan di Indonesia. Konsep Gender yang selama ini disalahpahami oleh masyarakat luas sebatas tentang perbedaan jenis kelamin rupanya memililiki pengertian yang berbeda dengan kata Seks (jenis kelamin biologis).

Kata Seks (jenis kelamin) merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya, bahwa manusia jenis laki-laki adalah manusia yang memiliki jakun, memiliki penis, dan memroduksi sperma. Sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memroduksi sel telur, memiliki vagina, dan mempunyai alat menyusui. Alat-alat tersebut secara biologis melekat pada manusia jenis perempuan dan laki-laki selamanya. Artinya secara biologis alat-alat tersebut tidak bisa dipertukarkan antara alat biologis yang melekat pada manusia laki-laki dan perempuan. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau disebut dengan Kodrat.

Sementara Gender menurut Mansour Fakih, adalah konstruksi sosial di mana laki-laki maupun perempuan memiliki peran sosial tersendiri atau identitas sosial yang dibangun berdasarkan budaya yang berlaku dalam masyarakat setempat. Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap: kuat, rasional, perkasa, dan lain sebagainya. Sifat-sifat yang terkonstruksi oleh masyarakat tersebut pada sejarahnya merupakan sifat-sifat yang justru bisa dipertukarkan. Misalnya saja zaman dahulu di suatu suku tertentu di suatu wilayah perempuan lebih kuat dari laki-laki, tapi pada zaman dan wilayah yang lain laki-laki menjadi lebih kuat dibandingkan kaum perempuan. Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu ke waktu, itulah yang dikenal dengan konsep gender.

Konstruksi sosial yang ada di masyarakat itulah yang justru sering melahirkan ketidakadilan atau disebut dengan ketimpangan gender seperti pelecehan seksual, diskriminasi dalam lingkungan kerja, kekerasan dalam rumah tangga, dan lain sebagainya. Ketimpangan gender yang terjadi lahir dari perbedaan-perbedaan gender (gender diferences) antara laki-laki dan perempuan yang terbentuk oleh banyak hal. Diantaranya, dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikontstruksi secara sosial atau kultural, lewat ajaran-ajaran agama atau melalui kebijakan negara. Dalam proses yang masif dan panjang, sosialisasi gender tersebut pada akhirnya dianggap menjadi ketentuan Tuhan--seolah-olah bersifat biologis yang tidak bisa diubah lagi, sehingga dianggap dan dipahami sebagai kodrat laki-laki dan kodrat perempuan.

Perihal ketimpangan gender yang terjadi di masyarakat, Mansour Faqih mengungkapkan bahwa hal tersebut disebabkan oleh berbagai bentuk ketidakadilan, yakni: Marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi kaum perempuan, anggapan tidak penting peran perempuan dalam keputusan politik, serta pembentukan stereotipe atau pelabelan negatif terhadap kaum perempuan. Di sisi lain berbagai bentuk ketidakadilan tersebut didukung dengan sosialisasi yang masif oleh negara baik secara persuasif atau dengan cara represif (kekerasan).

Upaya Mendorong Kesetaraan Gender di Indonesia


Dari uraian sebelumnya, kita telah mengetahui bahwa ketimpangan gender yang terjadi dalam masyarakat Indonesia disebabkan oleh berbagai hal sudah seharusnya dihentikan dan dirubah untuk mewujudkan kesetaraan gender. Dalam hal ini, Mansour Fakih memberikan solusi sebagai agenda mendesak untuk dilakukan oleh berbagai pihak. Diantaranya, melawan hegemoni yang merendahkan perempuan dengan cara melakukan dekonstruksi ideologi. Melakukan dekonstruksi artinya mempertanyakan kembali segala sesuatu yang menyangkut dari nasib perempuan di Indonesia termasuk yang berasal dari ajaran keagamaan maupun kebijakan negara. Mansour Faqih juga menekankan adanya penfasiran ulang terhadap teks-teks agama yang bersifat patriarkis, sehingga menghasilkan pemahaman yang moderat dan egaliter. Serta mengkaji ulang kebijakan-kebijakan negara yang dianggap tidak pro terhadap perempuan dan sebaliknya mendorong pemerintah untuk membuat perundang-undangan yang lebih memihak kaum perempuan dalam menentukan posisinya sebagai bagian tak terpisahkan dari negara.


Oleh: Mohammad Hasan Basri

Sumber: Mansour Fakih. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 1996
Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak