Demikian pula organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang didirikan oleh para ulama’ wal umara’ (setidaknya lebih cocok disebut demikian, sebab secara historis PMII didirikan tidak hanya oleh empat belas pendiri yang banyak diketahui) itu. Eksistensi PMII terus digugat oleh progresivitas zaman. Bagaimana dulu PMII vis a vis dengan kekuasaan yang hipokrit, lalim, dan represif, sehingga keberadaannya mampu meng-gulawentah para kader yang ada di dalamnya. Memang, dengan situasi dan kondisi yang sangat mencekam, setiap manusia benar-benar dipaksa untuk memilih: diam ditikam atau bergerak menghantam.
Belakangan, kita mendapatkan informasi bahwa Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) Banyuwangi telah menyelenggarakan Halal Bihalal dan Peringatan Harlah PMII ke-64 tahun. Acara tersebut tepatnya dilaksanakan pada Minggu (12/05) di Kantor Sekretariat IKA PMII Banyuwangi. Selain untuk bercengkerama ria (demikian yang bisa saya bayangkan), acara tersebut juga bermaksud untuk menggelar launching Kantor Sekretariat IKA PMII Banyuwangi. Sudah lama kita menunggu bangunan itu berdiri kokoh.
Saya tidak akan ngurusi pendirian dan tetek-bhengek Graha IKA PMII Banyuwangi yang nantinya akan diberi nama “Graha Mahbub Djunaidi” tersebut—usulan ini langsung dari Pembina IKA PMII Banyuwangi, yakni Bapak Moh. Hasyim (melansir RadarJatim.id). Sebagai kader yang dulu pernah ngenger di PMII Banyuwangi, khususnya di PMII IAI Ibrahimy, Genteng, saya sangat bangga dengan pencapaian para alumni tersebut. Alhamdulillah. Saat berita itu saya baca, secara bersamaan terdapat beberapa pertanyaan yang mendesak untuk segera dipertanyakan mengenai Graha IKA PMII Banyuwangi tersebut. Namun, karena saya tidak ingin “didesak” sendirian, maka saya kemas dalam bentuk tulisan.
Setelah mengetahui bahwa Graha IKA PMII Banyuwangi telah berdiri gagah, lantas kita sebagai kader mau apa? Akankah dengan berdirinya bangunan tersebut, memiliki implikasi yang jelas? Atau, justru hanya berhenti pada seremonial belaka? Sungguh, jika yang terakhir terjadi, akan menjadi sesuatu yang muspro (baca: sia-sia). Dengan demikian, menurut hemat saya, terdapat tantangan yang menyembul setelah Graha IKA PMII Banyuwangi itu berdiri dan diresmikan. Terutama tantangan bagi para kader PMII se-Banyuwangi dan para alumni.
Sebuah bangunan dibangun dan dipercantik, tentu tidak bermaksud hanya untuk bahan tontonan belaka. Tidak demikian seharusnya. Lebih dari itu, bagaimana sebuah bangunan—yang bersifat materil—dapat memberikan kebermanfaatan kepada masyarakat luas. Bahkan, sebagai lokus intelektual untuk menelurkan wacana-wacana yang mampu, setidaknya, mencairkan suasana politis akhir-akhir ini di Banyuwangi. Tempat juga bisa menjadi salah satu faktor terjadinya perubahan. Salah satu contoh terjadinya Revolusi Prancis pada 1789. Revolusi yang menjadi tanda perubahan zaman tersebut, konon gagasan dan diskursus-nya dilakukan di kedai kopi. Seyogyanya dengan adanya Graha IKA PMII Banyuwangi tersebut, dapat melahirkan gerakan-gerakan baru untuk Banyuwangi yang lebih baik.
Selain itu, para kader PMII se-Banyuwangi juga harus memanfaatkan Graha IKA PMII yang baru saja di-launching itu. Setidaknya, untuk mengadakan agenda kaderisasi, tidak ada lagi alasan perihal kesulitan mencari tempat. Sebab, sudah ada Graha IKA PMII. Kalau perlu, selama seminggu penuh Graha IKA PMII ramai dipenuhi kader untuk melakukan agenda kaderisasi—yang menurut pembacaan saya saat ini mengalami penurunan. Entah dibuat untuk diskusi rutin, seminar, pelatihan kaderisasi formal, dan kegiatan untuk menunjang kualitas diri lainnya. Hal ini perlu di-tafakkuri, karena selama ini kita (sebagai kader) hanya leyeh-leyeh di atas bilik ketidakmenentuan organisasi.
Lebih lanjut, dengan keberadaan Graha IKA PMII ini, semestinya para kader tidak lagi sering-sering mengadakan acara di Pendopo Sabha Swagata Blambangan. Lha, wong, masih banyak pesantren, kantor desa, dan tempat yang berdekatan dengan masyarakat kok sering menyelenggarakan acara di Pendopo. Sampeyan-sampeyan ini sedang cari popularitas, kedudukan, atau berkat? Kok rasa-rasanya enggan menjauh dengan kekuasaan. Enak, ya?
Sekali lagi, sebagai kader yang sampai detik ini—dan sampai akhir hayat, insyaallah—ngenger di PMII, saya berharap dengan adanya peresmian Graha IKA PMII Banyuwangi tersebut, dapat meningkatkan kualitas kader PMII Banyuwangi. Jangan dianggap, dengan saya menulis beginian, saya sudah paripurna dalam berproses. Justru saya ingin mengajak sahabat-sahabat untuk senantiasa mengembangkan potensi diri di PMII. Tentu sesuai dengan minat dan kemampuan masing-masing. Bukan malah menjadi kader yang hanya grudak-gruduk, ikut sana-sini, terjebak ke dalam dunia politik praktis yang gitu-gitu aja, dan gerakannya cenderung kontra-produktif. Na’udzu billahi min dzalik.
Alumni dan kader seperti bagian yang tidak pernah bisa dipisahkan satu sama lain. Peran keduanya, sebagai bagian integral, harus berbondong-bondong meraih cita-cita bersama. Perihal ini sudah saya bahas dalam tulisan yang bertajuk: Saya, Golongan Muda-Tua, dan Ihwal Gotong-Royong (2023). Misalnya, jika para alumni tidak sabar ngopeni (mendorong, menjaga, dan ikut membersamai kader) para kader dalam hal pemikiran dan gerakan, maka sudah pasti kader akan mampus semampus-mampusnya. Tentu saya tidak bermaksud untuk menyinggung salah satu pihak. Tujuan tulisan ini sebenarnya adalah bagaimana kita bersama-sama men-tafakkuri keadaan PMII Banyuwangi saat ini, khususnya dalam wilayah kaderisasi. Belum lagi membahas bagaimana sikap PMII Banyuwangi saat dihadapkan dengan kontestasi politik di Ujung Timur Pulau Jawa mendatang (Pilkada Banyuwangi). Hal yang terakhir ini sangat penting menjadi pembahasan. Agar PMII Banyuwangi tidak lagi mengulangi “perselingkuhan”—jika tidak disebut pengkhianatan—yang mencederai nilai-nilai PMII.
Akhirul kalam, saya ucapkan selamat atas launching-nya Graha IKA PMII Banyuwangi. Semoga keberadaannya memberikan kemaslahatan bagi masyarakat pada umumnya, dan bagi PMII Banyuwangi pada khususnya. Untuk para alumni, doakan kami (para kader) agar senantiasa tetap berada dalam garis-garis perjuangan PMII. Kalau toh ada yang belot, tolong bantu kami untuk menyadarkannya!
Salam,
Dendy Wahyu Anugrah
Posting Komentar