BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Recent

Bookmark

Pemilu 4: Salam Demokrasi


Pena Laut - Suatu hari kang Warung berceletuk pada saya saat dagangannya saya beli. “Politik ini gak bagus ya, nak. Mereka sibuk saling menjatuhkan di debat.” Belum rampung dia berkata, kang sayur menimpali secara spontan, “namanya politik, ya seperti itu. Sudah wajar mereka saling menjatuhkan untuk mendapat suara rakyat. Kalau situ tak mau kesal dengan adegan-adegan yang ada di dunia politik termasuk di debat, ya jangan ditengok.” Saya tak banyak berujar di percakapan tersebut. Hanya tersenyum dengan sedikit menyengir untuk mengafirmasi diskusi tipis-tipis di itu. Setelah belanjaan di tangan saya mengucap salam dan segera pulang.

Dunia politik lagi seru-serunya di hadapan kita. Tak disangka Bapak Jokowi sudah akan purna masa jabatannya. Saat pemilu 2019 kebetulan Al-faqir sudah mendapat hak suara, tetapi belum turut andil dalam dunia coblos mencoblos karena menempa pendidikan di luar kota. 2024 menjadi awal bagi Al-faqir untuk mempelajari bagaimana para capres cawapres menunjukkan gagasan-gagasannya. Tentu, bukan hanya gagasan belaka, Al-faqir juga mencoba untuk membaca rekam jejak ketiganya yang kemudian coba Al-faqir salurkan melalui empat tulisan tentang Pemilu. Keempat tulisan ini dengan senang hati saya beri nama “Tetralogi Pemilu”. Yang pasti Tetralogi Pemilu ini dipersembahkan dengan kekuatan netralitas yang hakiki. Bukan seperti tulisan yang tidak saya sebut judulnya. Butuh diketahui, tulisan tersebut juga dilahirkan oleh media yang sama seperti tulisan ini, kurang lebih judul tulisannya ada kata “Lucu-lucunya”. Namun setelah tamat saya baca, tulisannya tidak menggambarkan sosok netral yang benar-benar netral. Penulis hanya menyampaikan kelucuan di dua paslon. Bahkan sedikit nampak nyinyir di satu paslon. Bahkan juga ada (entah typo atau bagaimana) data yang salah disampaikan. “Memberikan dana 60 juta”, padahal hanya 6 juta. Jika memang typo semoga ke depannya bisa diperbaiki; jika memang salah baca semoga ke depannya bisa lebih teliti; dan jika hanya mendengar dari orang tanpa membaca semoga Allah merahmati.

Dalam kontes perburuan kursi satu dan dua Indonesia ini, kita bakal bertemu dengan debat-debat di berbagai tempat. Kebetulan penulis sedang PPL di salah satu KUA di Banyuwangi. Di dunia pekerjaan pun, para karyawan sempat mengisi kekosangan tugas dengan debat pemilu 2024. Ada yang fanatik satu kubu, ada yang fanatik kubu lainnya, dan ada sosok penengah dari keduanya. Hal ini tentu menggambarkan keseruan pemilu. Hegel pasti bangga. Tesis, Antitesis, dan Sintesis masih terus membara di era kekinian. Menurut pribadi saya sendiri, Pemilu ini menjadi wadah diskusi bagi mereka yang hanya diam di kelas-kelas mendengar dosen dan manthuk-manthuk saat ada diskusi. Dengan adanya pemikiran terkait siapa yang bakal dipilih dan mereka bakal bertemu dengan teman yang tak satu suara, dari dua kubu ini bisa menimbulkan gesekan pemikiran yang bisa berujung ke ranah diskusi. Siapa tahu, dari debat kecil terkait pemilu ini memberikan stimulus pada dirinya untuk terus mencari pengetahuan baru agar saat diskusi tentang Pemilu di lain waktu dia semakin matang. Hal ini harus menjadi hal wajar dan dibanggakan asal tidak sampai jambak-jambakan. Bukan malah diketawai sehingga menimbulkan ketakutan untuk beradu gagasan. Karena dari ditertawakan (meski hanya berupa tulisan) bisa mengkerdilkan mereka yang sudah telanjur beradu gagasan. Semoga mereka yang menganggap beradu gagasan terkait Pemilu itu lelucon lalu menertawakan bisa paham ke depannya.

Tetralogi ini juga lahir dengan niatan persuasif bagi pembaca untuk tidak lupa datang di tanggal 14 ke Tempat Pemungutan Suara (TPS). Pesta rakyat lima tahunan ini merupakan upaya menghadapkan rakyat kepada masa depan. Mari mencari pilihan terbaik kita. Dalam hal ini golput seharusnya kita pinggirkan. Mempelajari orang yang bakal kita pilih harusnya kita kedepankan. Selain mendapat ilmu baru setidaknya kita bisa memilih calon wakil kita di kursi-kursi jabatan yang menurut kita memiliki kredibilitas yang mumpuni. Selain itu jika kita memilih untuk golput kita tidak mengambil hak kita dari negara. Pemilu menurut Very Junaidi (Ketua Lembaga Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif ) uang yang harus dihabiskan dalam Pemilu kurang lebih 25 Triliun. Angka itu tentu bukan angka kecil. Sayang sekali dari 25 Triliun tersebut semuanya diambil dari pajak rakyat, termasuk pajak yang kita keluarkan.

Setelah pemilu nanti, tentu kita bakal mengalami masa pendewasaan lagi. Di masa kampanye entah disengaja atau tidak, ada hal yang seharusnya tidak harus kita banggakan menjadi sebuah hal yang dibanggakan. Perihal yang tak seharusnya kita lakukan, dengan enaknya kita terobos tak karuan. Beberapa di antaranya,

1. Menyebar Potongan Video.

Hal ini sangat sering terjadi saban Pemilu. Potongan-potongan video ini biasanya berbau menjelekkan paslon. Video dipotong dengan harapan Viewers bisa masuk ke dalam perangkap dan terbawa narasi yang editor harapkan. Jika menemukan potongan-potongan terkait Pemilu alangkah baiknya kita tabayuni. Google sudah mengingatkan dengan kampanye “Recheck sebelum kegocek”.

2. Merusuh di Kampanye Tetangga

Datang ke kampanye capres cawapres yang bukan pilihannya tentu diperbolehkan. Karena sejatinya suara kita adalah rahasia. Tidak ada yang tahu apa isi hati kita dalam dunia pilih memilih. Penggemar 01 boleh hadir di kampanye 02 asal mengikuti peraturan di kampanye tersebut. Tak perlu pemilih 02 berteriak “Hidup 02” di kampanye 03. Tak payah juga bagi pemilih 03 memakai baju 03 di kampanye 01. Adanya Pemilu adalah untuk persatuan bukan perpecahan. Perihal rusuh merusuh ini ke depannya harus kita perbaiki. Hal ini bukan sebuah perkara yang layak dilakukan apalagi dibanggakan.

3. Gontrokan

Sudah menjadi agenda musiman grup-grup WA ramai dengan dunia pemilu. Grup keluarga, sekolah, organisasi bakal banyak video, tulisan, dan hal lainnya berbau politik. Berawal dari situ biasanya timbul perpecahan antara keluarga, pertemanan, atau rekan-rekan pekerjaan. Berdiskusi itu baik, asal finishnya berupa tawa bukan luka. mau siapapun Presiden dan wakil presiden kita nanti semuanya adalah putra terbaik bangsa. Memang hal ini bukan sesuatu preventif karena tidak ditulis di masa kampanye. Namun pendapat ini adalah bahan tafakur ke depannya.

Selamat berdemokrasi. Semoga Tetralogi ini bisa bermanfaat. Dan akhir kalam “Salam Demokrasi!”


Oleh: Zain
Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak