Pena Laut - “Datangilah desa-desa terpencil itu dengan keikhlasan, dengan rendah hati, dengan kesantunan, dengan kasih sayang. Sambutlah kehadiran anak-anak SD itu di kelasmu dengan rasa cinta, belai rambut mereka dengan kasih, tatap wajah polos mereka dengan pancaran senyum dan berikan yang terbaik darimu untuk mereka,” Ucap pria kelahiran Kuningan, Jawa Barat pada 7 Mei 1969 saat melepas anak-anak muda bangsa terbaik versi GIM (Gerakan Indonesia Mengajar) ke lima provinsi. Pria berperawakan tinggi dengan badan tegap itu kita mengenalnya dengan nama Anies Baswedan. Kedua orangtuanya merupakan dosen. Sang ayah bernama Rasyid Baswedan dan Aliyah adalah nama ibundanya.
Seorang Anies adalah salah satu tokoh bangsa yang mendedikasikan dirinya ke dalam rerumputan pendidikan. Sejak kecil karena hidup di lingkup keluarga yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan, Anies sudah tertarik ke dunia literasi sedari usianya masih tiga tahun. Sering melihat anak sekolah melintas di depan rumahnya, menjadikannya merengek dan meminta kepada ibunya untuk turut disekolahkan layaknya anak-anak yang sering berlalu-lalang tersebut. Dengan segala pertimbangan dan berat hati kedua orangtuanya membiarkan sang anak untuk ikut bersekolah layaknya bocah-bocah dua tahun yang lebih tua darinya. Anies kecil menjadikan sekolah sebagai taman bermainnya. Dia bermain dan belajar. Dalam belajarnya dia juga bermain.
Pak Anies tumbuh sebagai cendekiawan yang cemerlang. Satu demi persatu prestasi dia rengkuh. Duduk di bangku kelas satu SMA, Anies remaja mendapat utusan untuk menjadi peserta dalam pelatihan kepemipinan bersama ketua OSIS Se-Indonesia yang rata-rata kelas 2 SMA dan ia terpilih menjadi ketua OSIS Se-Indonesia. Dia juga dipecaya menjadi ketua OSIS SMAN 2 Jogjakarta. Masih sejalan dengan dunia kepemimpinan, Anies terus mengasah leadershipnya dengan terpilihnya ia menjadi ketua umum senat UGM yang di masa kepemimpinannya dia jadikan sebagai jalur untuk mengkritik orde baru. Di dalam kancah pendidikan Anies juga malang melintang ke berbagai belahan dunia. Kelar menjadi ketua senat, sosok yang juga dididik oleh Himpunan Mahasiswa Islam ini terpilih dalam program japan Airlines (JAL) dan berkesempatan kuliah dalam bidang Asia Tenggara di Shopia University, Tokyo (1993). Sekitar 6 tahun sebelum ia hidup di Tokyo Anies sudah sempat terbang tinggi ke South Milwaukee, Wisconsin, Amerika Serikat sebagai pelajar terpilih dalam program American Field Service (AFS). Lulus dari UGM Anies menikah dengan sepupunya sendiri yaitu Fery Farhati di tahun 1996 yang di tahun itu juga beliau meneruskan pendidikannya di Universitas Maryland, America. Tak berhenti di program Magister, Anies Rasyid Baswedan melanjutkan program S3nya di jurusan ilmu politik di Northern llinois University (1999). Dengan segala pengalamannya di dunia pendidikan, Anies Baswedan terpilih menjadi rektor Universitas Paramadina di usia 38 tahun (2007). Dan diapun menjadi rektor termuda di Indonesia yang di satu tahun berikutnya beliau masuk sebagai satu dari 100 tokoh intelektual dunia versi Foreign Policy.
Setelah berpelukan erat dengan dunia pendidikan, ayah dari empat orang anak (Mutiara Annisa Baswedan, Mikail Azizi Baswedan, Kaisar Hakam Baswedan, dan Ismail Hakim Baswedan) ini melanjutkan perjalannya ke dunia pemerintahan juga politik. Awal kisah itu bermula dari ditunjuknya beliau menjadi anggota 8 untuk meneliti kasus dugaan kriminalisasi dua pimpinan KPK, Bibid Samad Rianto dan Chandra. M. Hamzah, yang selanjutnya di tahun 2013 beliau terpilih menjadi ketua komite etik KPK. Di 2013 Pak Anies ikut dalam konvensi calon presiden dari Partai Demokrat. Satu tahun setelahnya pak Anies masuk ke dalam tim pemenangan Bapak Joko Widodo dengan Jusuf kalla dan dalam kemenangan pasangan itu menjadikan Anies sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang kemudian digantikan oleh Muhajir Effendy di tahun 2016. Tidak lama setelah dicopot dari jabatan Mendikbud, Anies menggandeng Sandiaga Uno untuk maju menjadi calon Gubernur DKI Jakarta yang diusung Gerindra dan PKS. Dan dalam pertarungan kursi satu dan dua DKI Jakarta tersebut Pak Anies dan Pak Sandiaga Uno menang dan resmi menjadi gubernur beserta wakil. Pak Sandiaga Uno tidak bisa menyelesaikan masa jabatannya setelah ditarik oleh pak Prabowo dalam kontestasi pilpres 2019 untuk menjadi wakil. Pak Sandi diganti oleh Ahmad Riza Patria. Masa jabatan sang rektor pun purna sebagai Gubernur di 16 Oktober 2022.
Pilpres 2024 adalah tangga selanjutnya yang akan dilewati oleh The real King Of Retorika (Julukan Anies oleh Kiky Saputri). Julukan itu memang tak perlu diperdebatkan. Dari ketiga calon presiden, beliau memang paling lihai dalam menata kata dan membaca lawan bicara. Meski terkadang harus melewati garis yang sudah ada, misal saat beliau memberi nilai 11/100 kinerja Pak Prabowo Subianto sebagai Kemenhan. Memang itu terkesan tidak etis karena sejatinya dunia pertahanan bukanlah dunia keahlian seorang Anies Baswedan. Dalam perjalanannya, seorang Anies banyak mewarnai dunia kampanye di Indonesia. Adanya #DesakAmin dan #SlepetImin milik wakilnya cak Muhaimin Iskandar adalah proses dari merealisasikan amanat pembukaan Undang-Undang 1945 yaitu “Mencerdaskan kehidupan bangsa”. Mereka datang menemui Masyarakat untuk mengupas visi-misi ke depannya. Mereka siap mendapat masukan dan kritik terkait pengalaman, isu terkini, dan kemana arah bangsa ini akan dibawa. Dalam debat Capres ada satu kalimat iconik yang diutarakan oleh Sosok kharismatik ini dalam closing statemennya di debat capres pertama. Beliau mengatakan , “Wakanda No More, Indonesia Forever” yang memiliki arti “Tidak Ada lagi Wakanda, Indonesia selamanya”. Maksud dari ucapan tersebut adalah harapan di mana masyarakat tidak lagi takut menyebut Indonesia dalam kritiknya. Mengkritik pemerintah Indonesia tanpa harus diganti dengan kata “Wakanda”. Demokrasi harus terus berjalan dengan baik dan benar. Karena sesuai prinsip demokrasi, dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat.
Oleh : Zain
Disarikan dari:
Buku (Melunasi Janji kemerdekaan) karya Muhammad Husnil
DetikNews.com
Posting Komentar