BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Recent

Bookmark

Mencari Aphroditus Sragius

Kisah Dewa Dewi Fiksi

Pena Laut
- Di sore hari ketika sang Dewa Matahari mulai menghilang dari tanah surgawi, awan merah yang menggantung di ujung barat, kabut mulai merangkak menyelimuti seluruh tanah surgawi, disusul dentuman keras di langit yang membuat para dewa penghuni tanah surgawi melihat langit. Gelap perlahan menghalangi pandangan, banyaknya kilatan di langit menyilaukan mata dewa-dewa yang kala itu menatap langit.

Tak jelas apa yang terjadi waktu itu, menurut kisah para leluhurku yang menyaksikan langsung peristiwa kilatan di atas tanah surgawi, mereka bercerita bahwa telah terjadi perang yang melibatkan dewa utama penghuni kahyangan. Diceritakan dewa perang (Arecius) murka atas dewi yang menolak cintanya.

Dewi kesuburan (Freya), menolak Arecius dikarenakan Arecius yang membunuh ayah dari Freya ketika perang. Arecius sangatlah kejam, brutal dan tidak memiliki hati karena Arecius sendiri terlahir dari pedang dewa tunggal (Pemimpin para dewa) yang patah ketika dewa tunggal menebas para iblis di neraka. Dari sinilah pedang itu jatuh ke neraka dan lahirlah dewa perang Arecius.

Setelah mendengar penolakan dewi kesuburan, Arecius murka dan merusak apa yang ia temui. Sampai akhirnya Arecius tiba di atas tanah surgawi dan memporak-porandakan tanah hijau nan tentram. Banyak para penghuni tanah surgawi yang ia bunuh, terkadang juga ia menyiksa memperkosa dan memperbudak para penghuni yang ia temui. Setelah banyaknya para penghuni tanah surgawi yang menyiksa, sang dewa tunggal mendengar bahwa Arecius membuat keributan di tanah surgawi.

Pimpinan para dewa itu memberikan perintah kepada para dewa utama untuk menangkap Arecius dan menyerahkan padanya. Berangkatlah rombongan dewa utama di tanah surgawi dan berniat menangkap Arecius. Singkat cerita Arecius tertangkap, ketika di tengah perjalanan ada dewa yang sengaja mengayunkan pedangnya dan memenggal kepala Arecius. Dari kejadian itu para dewa gagal membawa Arecius kepada dewa tunggal.

Genap seribu tahun semenjak kejadian itu, para dewa penghuni tanah surgawi yang mula-mulanya hidup tenteram, damai, dan aman kini menjadi sengsara akibat ulah Arecius. Tanah yang awalnya subur kini menjadi gersang dan hanya beberapa dewa yang bersedia tinggal di tanah surgawi. Salah satunya keluarga yang masih bersedia menempati tanah surgawi dan yakin suatu saat nanti akan ada pembebas dari kesengsaraan ini. Bersumber dari mitos para leluhur yang diyakini keluarga, akan ada zaman di mana tanah surgawi penuh dengan kesengsaraan. Di kala tanah surgawi penuh dengan kesengsaraan akan ada sosok pembebas yang nantinya membebaskan para penghuni tanah surgawi dari belenggu kesengsaraan.

Ia adalah Tartas Pittanus, keluarganya menamainya Tartas dan ia bangga dengan nama yang diberikan kepadanya. Diceritakan oleh buyutku, ketika ia lahir berbarengan dengan banyak kilatan cahaya yang muncul di langit tanah surgawi. Konon dewi kesuburan lewat dan mendarat di puncak gunung sragius, menyebabkan kawah yang besar dan hawa dingin yang luar biasa di tanah surgawi.

Dari cerita-cerita yang berkembang saat itu, sebenarnya ia tidak percaya bahwa dewi Freya benar benar turun di tanah surgawi. Apalagi khayangan itu jauh dan dihuni para dewa utama, kenapa harus turun di tanah yang gersang ini?. Ia sendiri penasaran dengan cerita itu, ingin melihat sendiri bekas dari turunnya dewi Freya saat itu. Jarak rumahku ke gunung itu cukup jauh, butuh tiga hari untuk sampai ke puncak gunung yang konon tempat mendaratnya Dewi Freya.

Ia memulai perjalanan ke barat laut mengendarai keledai putih kesayanganku.

Hari pertama Tartas melewati Kota Orkhomenos Muntjar. Tanah yang ditumbuhi tanaman langka, tidak pernah ia lihat di daerahku.

“Hei anak muda mau ke mana kamu?,” tanya kakek berjubah putih penjual tanaman yang belum pernah ia lihat dengan tongkat di tangannya.

Lalu ia menjawab “Saya ingin pergi ke puncak Gunung Sragius, pak,”

“Apakah kamu ingin menemui Aphroditus?” sahutnya.

Ia langsung menanyakan, “Siapa Aphroditus itu, pak?” dalam hati ia penasaran.

“Apakah kamu tidak tahu Aphroditus? lalu tujuan kamu ke Gunung Sragius untuk apa?” tanyanya.

“Tidak pak” dalam hati ia kebingungan.

Kakek berjubah itu tiba-tiba mengulurkan tangan dan memberikan Tartas selembar kertas putih tanpa coretan, Lalu kakek berjubah itu berpesan kepada Tartas agar menyimpan selembar kertas putih itu dan hati-hati di jalan karena banyak cobaan untuk sampai ke gunung sragius.

“Terima kasih, kek” ucap Tartas sambil menatap kertas bergambar dan menjauh dari kakek berjubah putih itu.

Tartas memulai perjalanannya hingga tiba tengah malah di sebuah hutan belantara. Tartas merasa bahwa ini bukan alam dewa yang belum pernah ia temui, di gelapnya malam tanpa sinar rembulan Tartas terus berjalan ke arah barat laut hingga menemukan sebuah gua. Ia memasuki gua itu di dalamnya terdapat tulang belulang yang berserakan. Banyak mata yang mengawasi Tartas, di seluruh sudut gua seakan akan mengawasinya, yang membuat Tartas sendiri gelisah. Tartas juga mencium banyak aroma yang beracun.

“Arghhh....” suara geraman yang menggetarkan Tartas.

Apalagi keledai putih kesayangannya hilang secara misterius, Tartas waspada dan memperhatikan sekitarnya. Sedetik kemudian Tartas disambut dengan pukulan di bagian perut, “Burgh...”. Tartas terpental ke dinding gua. Terlihat sekelebat makhluk mirip hyena dengan badan penuh rambut, mulut bertaring penuh dengan darah, baunya busuk bak bangkai.

Diremang-remang itulah Tartas teringat bahwa ia pernah ikut latihan bela diri bersama ayahnya ketika waktu ia kecil. Ayahnya pernah mengajarkan teknik ruo ruo, bela diri yang mengandalkan hawa panas musuh untuk mengetahui posisi dan gerakan musuh. Tartas mulai diam dan mendeteksi hawa panas yang dikeluarkan oleh monster itu. Sebelum bisa mendeteksi hawa panas musuh Tartas terkena pukulan dan cakaran bertubi tubi dari makhluk itu.

“Crot.......” darah Tartas muncrat di dinding-dinding gua.

Walaupun Tartas seorang dewa, Tartas tak seperti dewa-dewa utama yang duduk di singgasana khayangan dengan kekuatan super power turun temurun. Tartas mulai fokus dalam mendeteksi hawa panas yang keluar dari tubuh monster itu. Beberapa detik setelah Tartas fokus dalam mendeteksi monster itu, monster itu mulai menyerang Tartas dan Tartas kembali terpental ke sisi gua. Usaha Tartas tidak berhasil dalam mendeteksi hawa panas dari tubuh monster itu. Tartas menarik nafas dan memejamkan mata, monster mulai menyerang kembali sedetik kemudian Tartas berhasil menghindari pukulan monster yang mengarah langsung ke dirinya.

Usaha Tartas yang mulanya ia anggap sia-sia ternyata membuahkan hasil, walaupun hanya untuk defend dirinya agar tidak terkena pukulan dari sang monster itu. Serangan demi serangan dari monster dapat dihindari Tartas dengan mudahnya, lalu Tartas berinisiatif menyerang monster itu.

“Bugghh,” Serangan pertama yang dilancarkan Tartas tak membuahkan hasil, dari serangan pertama itu Tartas tahu bahwa tubuh monster itu sangatlah badak. Tartas bingung akan menyerang di bagian apa lagi, karena seluruh kulit dari monster itu sangatlah keras. Tartas tak mati akal, ia memiliki strategi dalam menyerang kali ini. Ia menggiring monster itu ke dalam gas beracun di dekatnya. Pada akhirnya monster itu pun mengikuti arah gerak dari Tartas yang akan membawanya ke gas beracun.

Sedetik kemudian monster meloncat dengan cakar yang menganga siap mencabik tubuh Tartas. Monster mendarat tepat di gas beracun itu, usaha Tartas berhasil dalam menggiring monster ke dalam gas beracun. Ternyata monster itu masih bisa keluar dari gas beracun, Tartas terkejut dan melihatnya kembali monster itu. Monster mulai sempoyongan, melihat kesempatan datang di depan mata, Tartas tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia meloncat ke depan dan memukul kepala monster itu dengan batu gua.

“Duarrr...” suara benturan keras dan cipratan darah yang keluar dari kepala monster itu. “Mampusss,” Tartas juga sempoyongan akibat luka yang ia derita. Tapi ia masih sanggup berjalan dan ada benda yang membuatnya tertarik. Sebuah gambaran dinding gua yang menceritakan kejadian masa dewa Arecius dari lahirnya hingga akhir hayatnya ditangan rombongan dewa utama. Ada banyak mural dengan huruf aneh, Tartas sendiri belum pernah melihat abjad tulisan itu, apalagi bisa membacanya.

Karena banyaknya darah yang dikeluarkan oleh Tartas, seketika Tartas merasa pusing, perlahan-lahan pandangannya mulai berbintang-bintang, “Brughhh...” Tartas jatuh dan pingsan didepan mural itu. Tartas di dalam pingsannya, ditemui kakek berjubah putih yang Tartas temui waktu itu. Sang kakek tiba-tiba menepuk bahu Tartas, di dalam pingsannya Tartas belajar bahasa dan abjad yang terkandung di dinding.

Atas tepukan sang kakek, Tartas langsung paham dengan tulisan di dinding. “Huwaaa…,” Tartas menguap bangun dari tidurnya, ia mulai melihat sekujur tubuhnya yang seketika sembuh dan tiada luka sedikit pun. Tartas dengan keadaan yang tiba-tiba sudah sehat bugar, mulai melihat sekitar gua, ia menemukan banyak sekali artefak berharga berada di sana. Dalam pandangannya Tartas lebih tertarik pada tulisan di gua, sedikit demi sedikit Tartas mulai membaca mural itu, Tartas banyak mengetahui asal usul Aphroditus yang diceritakan kakek berjubah kala itu.

Hari kedua mulai datang menyambut Tartas dalam mencari Aphroditus. Tartas memulai perjalanan dari hutan belantara yang memberikan pengetahuan baru, Tartas terus berjalan menyusuri rawa- rawa yang penuh dengan ancaman yang terus mengintai.

“Hushhhh,” suara angin disertai tarian pohon yang membuat Tartas pusing, sedih dan sekaligus mengingat masa-masa yang menyedihkan. Dengan tarian pohon-pohon seakan mengajaknya jatuh pada suasana yang tidak mengenakkan hati, Tartas menyipitkan matanya dan sedikit menarik nafas lalu membuangnya. Tartas sendiri merasa ragu dengan kehidupan yang pernah ia lalui, betapa menyedihkan kehidupannya.

Terlintas pikiran yang begitu membebani kehidupannya, dalam salah satu pikiran ia ingin mengakhiri kehidupannya. Sampai-sampai Tartas menyayat tangannya sendiri tanpa ia sadari. Di tengah kebimbangan merasa dirinya hidup sia-sia, ia ditemui sosok kakek berjubah putih di alam bawah sadarnya. Kakek itu memberikan beberapa motivasi dan menyemangati Tartas agar tidak putus asa. Dengan beberapa cara agar keluar dari rasa putus asa itu, Tartas harus fokus dan menganggap bahwa dirinya berguna.

“Nak, jika kamu ingin terlepas dari putus asa itu, kamu harus fokus dan meyakinkan bahwa dirimu berguna bagi sekitarmu,” saran kakek berjubah putih.

“Aku sudah berusaha kek, tapi ia belum bisa mengendalikannya,” jawab Tartas

“Coba kamu kembalikan fokusmu nak, itu adalah pikiran yang membuatmu akan semakin membelenggumu, ia yakin kamu bisa” kakek berjubah putih menyemangati Tartas agar dirinya fokus.

Tartas mulai mengembalikan fokusnya, beberapa kali Tartas mencoba mengembalikan kefokusan, akhirnya ia kembali dalam fokusnya. Dalam sekejap mata kakek berjubah putih itu menghilang

Dalam hati Tartas mengucapkan terima kasih kepada sang kakek berjubah putih itu. Lalu Tartas mencoba melihat sekelilingnya, ia melihat dengan seksama bahwa angin yang menerpa dirinya, dan pohon-pohon yang berada di sekitar, sebenarnya hanyalah ilusi yang membuat ia terbelenggu akan masa-masa sedih. Ilusi itu datang kembali, goyangan pohon yang tertiup angin seketika menjadi sosok dewi-dewi cantik tanpa mengenakan busana.

Mata Tartas terbelalak melihat sekelompok dewi-dewi cantik tanpa busana, apalagi mereka menunjukkan kemolekan tubuhnya yang seksi. Tartas merasa tak kuat lagi menahan libido yang menyerang dirinya, tanpa ia sadari dirinya mulai membuka pakaian yang ia kenakan. Tak terasa pakaian yang melekat di badannya hampir terlepas seluruhnya.

Tartas membatin “aku sudah tak kuat lagi, menahan birahi ini. Ingin rasa hati aku menyetubuhi mereka semua”.

Tartas berlari sekencang kencangnya, dengan perasaan ingin menyetubuhi para dewi-dewi yang menggodanya, Tartas meloncat menuju salah satu dewi berambut panjang.

“Bushh” di tengah loncatannya, Tartas mengingat apa yang pernah dikatakan kakek berjubah putih “kamu harus fokus”, kata-kata inilah yang membuat Tartas ragu ingin mendekap salah satu dewi tanpa busana itu. Diselimuti dengan birahi yang menghilangkan akal sehat, namun Tartas berhasil melawannya, walaupun mereka menggoda dengan desahan yang menjadi-jadi.

“Ssstttt...ahhh.... hmmm” desah para dewi-dewi yang mencoba menggoda Tartas.

“Aku tidak akan pernah tergoda” Tartas meyakinkan dirinya.

Bebarengan dengan terbenamnya matahari, para penggoda itu hilang satu persatu, kembali dalam wujudnya sebagai pohon lagi. Malam mencekam mulai menyambut Tartas, di tengah hutan tanpa ditemani siapapun si anak muda Tartas ini menyusuri rimbunnya hutan.

Fajar mulai muncul dan menyinari puncak Gunung Sragius, tanda hari ketiga dari perjalanan yang telah dilaluinya menemukan titik terang.

Gunung Sragius sudah di hadapan Tartas, ketika ia melihatnya dari bawah begitu menakjubkan. Tartas semakin bersemangat mendaki, ada rasa ingin tahu betapa indahnya ketika berada di atas. Tartas mempunyai rasa keingintahuan ketika di atas ingin melihat ke bawah, betapa indahnya jika Tartas sudah berada di puncak gunung.

Tidak butuh waktu lama untuk mendaki Gunung Sragius, dengan berbekal kan beberapa pengalaman sewaktu kecil sering naik turun gunung bersama ayahnya. Ketika hampir sampai ke pucuk gunung, Tartas mendongakkan kepala keatas, ia melihat portal menuju dimensi lain. Lubang hitam yang mendorong Tartas untuk memasukinya, Tartas mendekat ke lubang tersebut, Tartas tersedot ke lubang hitam hingga Tartas tak sadarkan diri. Ia terbangun dari pingsannya, ketika melihat sekeliling Tartas terkejut melihat pemandangan seperti surga. Tartas berjalan menemui salah satu dewa diujung sungai yang mengalir, ia menanyakan sekarang dirinya berada dimana.

“Hallo tuan, ini di mana ya?” tanya Tartas.

Dewa itu menoleh, menatap Tartas dengan menyipitkan matanya.

“Sebelumnya, kamu dari mana?” tanya dewa itu.

“Aku dari tanah surgawi, tuan” sahut Tartas.

“Pasti kamu anak yang telah diramalkan dewa tunggal” terang dewa yang membuat Tartas kebingungan.

“Ikutlah denganku, aku telah ditugaskan menunggumu seribu tahun lalu” dewa itu kelihatan bahagia ketika melihat Tartas di hadapannya.

Tanpa aba-aba sang dewa menarik tangan Tartas menuju ikan yang menjadi tunggangan nya.

Tartas terpaksa sang dewa, walaupun dalam hati Tartas belum bisa percaya pada sang dewa. Ikan itu terbang melewati banyak sekali perkampungan, sampailah di salah satu istana megah yang dihuni banyak para dewa. Tartas disambut dengan bahagia oleh para dewa-dewa, kebingungan terukir jelas di wajah Tartas.

“Selamat datang di negeri para dewa utama” sambut dewa yang berada di depan pintu gerbang.

Tartas menanyakan kepada sang dewa yang mengajak Tartas tadi. “tuan, apakah ini tempat dewa utama bersembunyi?”.

“Ya, di sinilah tempat para dewa utama bersemayam” sahutnya.

Tartas langsung dipersilahkan duduk di kursi dekat para dewa utama. Secawan anggur hitam disuguhkan di depannya. Tartas mulai meminumnya, ditemani para dewa utama yang melihatnya dengan seksama. Anggur hitam itu melewati tenggorokan Tartas, ditemani dewa utama yang tertawa terbahak-bahak dengan guyonan recehnya.

Cahaya putih menyelimuti istana ketika kedatangan dewa yang memiliki wibawa dan kharismatik. Dialah dewa tunggal, banyak dari para dewa utama yang menyambutnya. Dewa tunggal mulai menghampiri Tartas, ia meminta para dewa untuk keluar sebentar meninggalkan singgasananya di istana. Para dewa pun pergi meninggalkan istana, sedangkan Tartas mulai bingung apa yang akan dilakukan dewa tunggal kepadanya.

Dewa tunggal mulai berbincang-bincang dengan Tartas di ruangan istana yang luas itu, banyak sekali yang dewa tunggal sampaikan kepada Tartas. Selesai berbincang-bincang dengan Tartas, dewa tunggal menyuruh Tartas menari nafas dan menutup matanya. Sedetik kemudian Tartas menghilang dari istana para dewa utama bersemayam.

Tanpa Tartas sadari, dirinya telah kembali di Gunung Sragius, ia langsung mendaki ke puncak Gunung Sragius, dengan tergesa-gesa tanpa melihat kanan dan kiri. Sesampainya di puncak gunung sragius, Tartas menemukan keluarga yang hidup tentram di sana. Lalu Tartas melihat ke bawah gunung sragius, di bawah gunung Tartas banyak melihat banyaknya kerusakan yang terjadi, tak sesuai ekspektasi ketika Tartas di bawah puncak Gunung Sragius.

Tartass menangis sejadi-jadinya, ia telah melalui kota-kota yang mengalami kerusakan dan kehancuran. Tartas memejamkan mata dan mengucapkan terima kasih pada dirinya sendiri, dan suatu saat nanti Tartas akan merenovasi kota-kota yang rusak itu. Tartas pun berjalan menuju gubuk di puncak Gunung Sragius, ia melihat kakek berjubah putih yang kapan lalu ia temui. Tartas kaget melihat kakek berjubah putih sudah berada di puncak Gunung Sragius, padahal kemarin masih di Orkhomenos Muntjar. Ada pula seorang dewi yang sangat cantik yang digandeng oleh ibunya.

“Selamat Tartas kamu telah mencapai puncak gunung sragius” kakek tua berjubah putih yang ia temui beberapa hari lalu memberikan selamat kepada Tartas.

“Kakek kok sudah sampai dipuncak gunung?” tanya Tartas keheranan ketika melihat kakek berjubah putih sudah di atas Gunung Sragius.

“Hehehehe” kakek berjubah putih terkekeh melihat Tartas kebingungan.

“Aku adalah dewa perang Arecius” terang sang kakek.

“Haaaa” Tartas masih bingung dengan keterangan kakek berjubah putih itu.

Sebelumnya ketika Tartas berbincang-bincang dengan dewa tunggal, dewa tunggal bercerita sedikit tentang dewa perang Arecius, dan apa yang terjadi sebenarnya. Tidak seperti apa yang diceritakan para leluhurnya, bahwa Arecius telah membuat kekacauan di tanah surgawi.

“Ohhhh, ini yang namanya Tartas” sambil mencubit pipi Tartas.

“Tartas itu dewi kesuburan, Freya” terang kakek berjubah putih.

“Dan di sampingnya adalah Aphroditus yang engkau cari selama ini”

“Halo Tartas, apa kabar” sapa Aphroditus, dengan kecantikannya yang tiada tanding.

Tartas terlihat salah tingkah ketika disapa Aphroditus, wajahnya memerah seperti mawar yang lagi mekar.

“Hallo juga Aphroditus, kabar saya baik kok” Tartas menjawabnya dengan salah tingkah.

“Heheehe” Aphroditus terkekeh ketika melihat Tartas salah tingkah.

Setelah berbincang-bincang ngalor ngidul tidak jelas, sampai pada akhirnya Arecius menitipkan Aphroditus kepada Tartas. Tujuannya Arecius menitipkan Aphroditus kepada Tartas, untuk menemani Tartas dalam memperbaiki kota-kota rusak yang ia temui di jalan.

Bisa kita ambil pelajaran dari perjalanan Tartas mencapai puncak Gunung Sragius, banyak sekali ujian yang Tartas hadapi demi mencapai puncak Gunung Sragius. Dari cerita diatas, saya gambarkan pendidikan sebagai Arecius yang dianggap tidak penting dan hanya menghabiskan waktu.

Banyak dari mereka menganggap sosok Arecius sebagai bencana dan tekanan. Sedangkan Aphroditus saya gambarkan sebagai ilmu pengetahuan. Memang banyak fase yang akan kita lalui dalam mencapai puncak ilmu, karena sejatinya ilmu tetaplah milik Tuhan. Kita hanya dititipi sedikit ilmu dari luasnya ilmu Tuhan.

Cerita Oleh: Alfan Hidayatullah
Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak