Apologia Softinala: Ihwal Humor dan Manifesto Syukur
Pena Laut
... menit baca
Dengarkan
Pena Laut - Fenomena kehidupan manusia, jika dilihat dari berbagai sudut pandang, sangatlah kompleks. Bagaimana tidak, segala yang ada di dunia bukan hanya tentang hitam dan putih, melainkan penuh dengan warna. Bahkan, tak jarang manusia berusaha bereksperimen untuk menemukan warna baru. Naluri manusia ingin terus melakukan perubahan yang mampu membuat hati mereka merasakan kenikmatan, kepuasan, dan kegembiraan. Aktivitas yang dilakukan juga beragam, sesuai dengan kualitas yang dimiliki. Misalnya, jika ia akademisi, maka perubahan yang menjadi tujuannya, ya, seputar wilayah akademik. Jika ia ahli hukum, maka perubahan yang ia inginkan, pasti tidak melencong dari teritorial hukum, konstitusi, dan putusan hakim.
Begitulah manusia, mereka akan menilai, melakukan sesuatu, hingga bergerak sesuai dengan kehendak dan kemampuan yang dimiliki. Hal ini juga berimplikasi pada mewujudkan kebahagiaan, kegembiraan, saat hidup di dunia yang selalu dikelilingi oleh rasan-rasan tetangga, cibiran teman, dan propaganda lawan politik. Saat melangkah ke kanan, ditabrak oleh ekspektasi orang lain yang terus menuntut, saat pergi ke kiri, dipukul oleh “nyinyiran” teman sendiri. Memang, untuk menguji kesabaran manusia, terkadang Tuhan memberikan ujian yang terlampau lucu, persoalan yang humoris, dan penuh dengan tawa. Sehingga, banyak kawulo alit lebih mengenal Tuhan yang maha humor, daripada Tuhan yang maha menakutkan.
Sebenarnya, sudah banyak literatur tentang humor. Tulisan-tulisan interpretatif tentangnya banyak ditulis, misalnya sense of humor dalam pendidikan, cerita pendek, hingga artikel paradoks yang berjimbun di jurnal ilmiah. Paradoks-nya begini; objek materia-nya adalah humor, tindakan humor, jenis humor. Pokoknya sesuatu yang mengundang gelak tawa dan tidak serius. Tapi, secara bersamaan, penelitian itu menggunakan metode (objek forma) yang rigid, sangat serius. Hematnya, ndak lucu blas! Ya, begitulah hidup. Absurd. Demikian kata Camus. Nah, sekarang justru timbul pertanyaan. Kalau menurut Camus kehidupan itu absurd, kenapa tulisan-tulisan dia tidak humoris, tidak mengundang gelak tawa? Justru sebaliknya, terkesan rebel, lugas, dan cadas! Padahal, perspektif absurdis—tanpa isme!—dipakai oleh salah satu komika Indonesia, Indra Frimawan. Ah, kelihatannya hal itu hanyalah persoalan racik-meracik, meramu adonan, dan cara menghidangkannya saja.
Seperti halnya uraian di atas, tulisan ini juga berada wilayah paradoksal yang tidak ekstremis ke kanan maupun ke kiri. Sudahlah, jangan terlalu kaku dengan istilah kanan-kiri, toh hal tersebut merupakan nomenklatur belaka. Dan, setiap orang berhak untuk menentukan pilihannya masing-masing, asalkan bersedia dengan konsekuensi yang diperoleh dari pilihannya sendiri. Kalau sudah diberi hak, ya, monggo digunakan keistimewaan itu. Jangan kemudian dijual, ditukar, dengan recehan. Karena, “hak asasi itu sama pentingnya dengan sepiring nasi”. Itu, kan, kata Mahbub Djunaidi seorang penulis, kolumnis, kritis, dan humoris. Pembaca bisa membuat perbandingan sesuka hati. Misalnya, “hak asasi sama pentingnya dengan seonggok padi” atau, “hak asasi sama pentingnya dengan senyumanmu yang menusuk hati”. Waduh! Kok jadi begini arah tulisannya. Maaf, agaknya penulis sedang hiperbola.
Sejak manusia mengenal bahasa, atau lebih jauh dari itu, humor sudah eksis di tengah kehidupan manusia. Bahkan, bisa dikatakan sejak kelahiran manusia. Humor adalah sesuatu yang bersifat krusial dalam kehidupan manusia, karena sebagai makhluk komunikatif, manusia membutuhkan sarana untuk menyampaikan uneg-uneg, tranformasi ilmu pengetahuan, dan merelaksasi pikiran (Rahmanadji, 2007). Keberadaan humor tidak bisa terlepas dari inter-subjektifitas, relasi manusia, hingga spektrum sosio-antropologis. Wacana humoristik, bagi sebagian besar umat manusia, digunakan sebagai medium kritik, menyampaikan pesan, hingga menjatuhkan lawan—bukan musuh.
Agar terlihat lebih sistematis, tulisan ini memuat pengertian humor, jenis humor, hingga manfaat humor sekaligus penulis akan menghadirkan contoh empiris dari fenomena yang ada di Softinala Institute. Tapi, bukan berarti maksud dari penulisan ini seperti penelitian ilmiah yang sudah disebutkan di atas. Bukan. Bagi Softinalean, tulisan hanyalah guyonan, ndakik-ndakik. Meski demikian, guyonan Softinalean adalah guyonan yang ilmiah, bil ‘ilmi, dan bisa dipertanggungjawabkan secara literer.
Pengertian Humor
Secara etimologis, humor berasal dari bahasa Latin, yakni humorem (cair atau cairan). Humor sebagai kata benda berarti kejenakaan dan kelucuan. Humor juga berarti gambaran mengenai sebuah keadaan yang menyenangkan. Sebagai kata kerja, humor artinya menyenangkan hati atau menghibur (Suryadi, 2019). Chaplin mendefinisikan humor sebagai sikap menyenangkan, baik hati, ramah-tamah, dan sopan santun. Definisi tersebut, memberikan pemahaman bahwa humor dilakukan untuk menyenangkan hati, tapi dengan catatan harus tetap mengedepankan sopan santun dan ramah. Hematnya, tidak justru berakibat menyakiti hati. Lha, wong, tujuannya menyenangkan hati, kok caranya justru menyakitkan hati.
Simpson & Weiner mengutip dalam The Oxford English Dictionary, mendefinisikan humor sebagai berikut:
“The quality of action, speech, or writing which excites amusement; oddity, jocularity, facetiousness, comicality, fun”.
Maksudnya, humor merupakan kualitas tindakan, ucapan, atau tulisan yang menggairahkan hiburan, keanehan, kejenakaan, kelucuan, dan kesenangan. Lebih jauh, humor juga berarti,
“The faculty of perceiving what is ludicrous or amusing, or of expressing it in speech, writing, or other composition; jocose imagination or treatment of a subject”.
Kemampuan memahami sesuatu yang menggelikan, atau kecakapan mengungkapkan hal tersebut dalam pidato, tulisan, atau komposisi lainnya, imajinasi jenaka, atau pengobatan subjek (Suryadi, 2019).
Dari beberapa definisi humor di atas, setidaknya dapat memberikan pengertian yang jelas, bahwa humor adalah lelucon atau jenaka yang mengakibatkan perasaan menjadi senang dan terhibur bagi pendengar dengan menggunakan wacana yang tidak jauh dari kehidupan sehari-hari. Atau, bisa dikatakan, bahwa humor bercokol dari kehidupan akar rumput, kawulo awam, dan lahir dari hiruk-pikuknya sosio-politik masyarakat.
Jenis-Jenis Humor
Menurut Marison (2008) terdapat sembilan jenis humor, antara lain:
1. Exaggeratin (berlebihan). Yaitu humor yang menggunakan kata-kata berlebihan, termasuk karakteristik fisik, data, pengalaman, dan lain sebagainya.
2. Incongruity (keganjilan). Humor yang menghubungkan sesuatu yang tidak berhubungan, atau berlawanan secara umum. Misalnya, dalam diskursus yang ada di Softinala, istilah nyatet (baca: hutang) dihubungkan dengan kesuksesan. Dulu, alumni Softinala Institute banyak yang nyatet dengan nominal yang tidak sedikit, lihat sekarang mereka ada yang jadi Kepala Desa, jadi Anggota DPR, atau jadi politisi ulung. Itu karena mereka nyatet di sini (Softinala), sehingga mereka sukses.
3. Surprise (kejutan). Humor yang menggunakan kejadian atau fakta yang tidak terduga seperti, pikiran dan perasaan. Misalnya, saat di Softinala Institute, salah satu mahasiswa tidak pernah membaca buku atau mengikuti kajian seperti biasa dilakukan. Lah, kok, tiba-tiba dia baca buku, itu merupakan “keajaiban ilahi” yang tidak pernah bisa diprediksi. Biasanya, hal tersebut dijadikan bahan guyonan oleh Softialean.
4. Slapstick (dagelan). Humor yang tergantung pada efek dari sesuatu yang riuh dan lucu dalam bentuk aktivitas fisik yang sering disertai dengan humor verbal. Perihal ini, sudah sering dilakukan oleh Softinalean. Jadi, tidak perlu diberi contoh.
5. Absurd (konyol). Humor yang seringkali dianggap konyol, tidak sesuai logika, nonsense. Misalnya, saat salah satu mahasiswa SI (Sotinala Institute) bertanya kepada Ketua Yayasan SI, Ibu Umi Kultsum. “Ibu, kenal dengan Muhaimin Iskandar?” tanya salah satu mahasiswa absurd. Dijawab oleh beliau, “Siapa yang tidak kenal beliau”. Dengan spontanitas, mahasiswa tersebut menimpali. “Ibu tahu, dia itu (Muhaimin Iskandar) bukan teman saya!”.
6. Human Predicaments (keadaan sulit/bahaya dari manusia). Humor yang menggambarkan situasi dengan karakter yang baik atau buruk, termasuk humor superioritas dan degradasi, yang didasarkan pada pembesaran diri atau pelepasan permusuhan melalui kegagalan maupun kemalangan orang lain.
7. Ridicule (ejekan). Humor yang mengejek orang lain atau diri sendiri. Misalnya, sering terjadi di SI melakukan jenis humor ini. Softinalean menyebutnya dengan istilah “gojlok-gojlokan”. Maksud dari tindakan ini, tidak lain untuk mendorong agar mahasiswa SI giat belajar, membentuk mental, dan berani mengutarakan pendapatnya di forum. Bukan bermaksud menjatuhkan martabat (dignity) orang lain, atau menginjak-injak harga diri orang lain. Hal ini semacam habitus yang mempunyai orientasi progresivitas dan pemboikotan terhadap regresivitas.
8. Defiance (pembangkangan). Humor yang dilakukan dengan sikap resistence, pemberontakan, terhadap konsensus masyarakat, mengungkapkan ide-ide terlarang, dan melawan otoritas yang bersifat absolut. Humor jenis ini, disadari atau tidak, sering dilakukan oleh Softinalean. Wacana penolakan kebijakan pemerintah, ghibah problematika kampus “sebelah”, dan menciptakan strategi gerakan yang revolutif.
9. Verbal Humor (humor verbal). Humor dengan cara mempermainkan bahasa, kalimat, nama panggilan, dalam bentuk positif maupun negatif. Atau, seringkali disebut “plesetan”. Misalnya, kata bijak dari filsuf atau istilah yang populer diplesetkan, dirubah, dan dimodifikasi sesuai keinginan. Contohnya, “hanya ada satu kata: lawak!” atau kalau kata Nietzsche “Tuhan telah mati!”, kalimat antitesis-nya “Nietzsche telah mati!” kata Tuhan.
Manfaat Humor
Menurut Corey, humor memiliki manfaat emosional yang bersifat positif maupun negatif yang berkonsekuensi membawa sebuah perubahan (Corey, 2017). Sedangkan menurut Rahardi dalam Humor Ada Teorinya: Bahasa dan Gaya Melawak, menyebutkan manfaat humor sebagai berikut:
1. Humor dapat melenturkan sesuatu yang kaku dan menurunkan intensitas sebuah maksud yang sangat keras, sehingga menjadikan sesuatu yang keras maupun kaku terasa lebih renyah dan lentur seperti seblak.
2. Humor dapat menjadi sarana menyampaikan kritik yang efektif. Kritik dan saran dengan bungkusan humor, akan mempunyai hasil yang berbeda jika dibandingkan dengan penyampaian yang terlampau kasar dan kaku. Seperti halnya yang dilakukan oleh Mahbub Djunaidi hingga Bernard Shaw. Kritik, terutama dalam politik, yang dilakukan keduanya sungguh menggelitik, tangkas, dan cerdas.
3. Humor dapat menetralisir suasana dan situasi yang tegang, monoton, dan mengundang “kucuran” keringat.
4. Humor dapat menyelesaikan problematika kehidupan. Dengan humor, manusia mampu menyelesaikan permasalahan yang pelik, terutama dalam sosial kemasyarakatan. Masalah sebesar apa pun, jika ditelaah dengan sikap humoris, akan terasa enteng (Rahardi, 2011).
Manfaat humor, sebenarnya, tidak dapat dihitung menggunakan jari. Sangat banyak. Namun, tindakan humor juga memiliki dampak negatif. Misalnya, seseorang merasa bahwa dirinya dibully, didiskreditkan, didiskriminasi, dengan alasan humor, guyonan, gojlok. Jadi, untuk meminimalisir potensi negatif dari tindakan humor, perlu hati-hati dan lihat siapa mukhotob-nya.
Selain itu, humor juga dapat menjadi sarana dakwah untuk menyebarkan ajaran-ajaran agama, khususnya agama Islam. Penggunaan humor dalam dakwah Islam menjadi senjara ampuh dalam menarik simpati masyarakat agar lebih mengenal Islam lebih dalam, dan demi mewujudkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Hal tersebut dapat dilihari dari kisah Nabi Muhammad Saw. yang diriwayatkan oleh Thabrani dan Baihaqi, bahwa diceritakan terdapat seorang perempuan tua (baca: nenek) yang bertanya kepada Rasulullah perihal apakah dirinya akan masuk surga. Kemudian, Rasulullah menjawab bahwa nenek tidak akan masuk surga. Mendengar jawaban Rasulullah, nenek pun menangis. Lantas, rasulullah mengutus salah seorang sahabat untuk bertemu nenek tersebut dan memberitahukan bahwa ia akan masuk surga, hanya saja dalam keadaan muda dan gadis. Kelak di surga tidak akan ada nenek-nenek, karena Allah Swt. telah merubah mereka semua menjadi gadis muda.
Dari kisah di atas, dapat ditarik konklusi bahwa Islam tidak melarang adanya tindakan humor, guyonan, maupun ndakik-ndakik. Namun, humor yang dilakukan juga harus memperhatikan nilai etis dan estetis-nya. Dan, jangan sampai tindakan yang dilakukan keluar dari syariat Islam (Wandi, 2020).
Dari landasan epistemologis di atas menjadi jelas, bahwa guyonan yang dilakukan setiap hari oleh Softinalean merupakan tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan dan hal tersebut adalah menifestasi syukur akan kenikmatan yang telah didapatkan. Jadi, jangan khawatir dengan apa yang terjadi di Softinala Institute. Softinalean harus tetap gembira, berkelakar, dan di mana pun kalian berada, harus mengundang gelak tawa. Karena, dengan humor masalah hidup bisa terselesaikan, dengan kelakar jasmani dan rohani menjadi sehat. Untuk menutup tulisan ini, penulis akan mengutip dawuh KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang termaktub dalam pengantar buku Mati Ketawa Cara Rusia, yang berbunyi:
“Rasa humor dari sebuah masyarakat mencerminkan daya tahannya yang tinggi di hadapan semua kepahitan dan kesengsaraan. Kemampuan untuk menertawakan diri sendiri adalah petunjuk adanya keseimbangan antara tuntutan kebutuhan dan rasa hati di satu pihak dan kesadaran akan keterbatasan diri di pihak lain. Kepahitan akibat kesengsaraan, diimbangi oleh pengetahuan nyata akan keharusan menerima kesengsaraan tanpa patahnya semangat untuk hidup. Dengan demikian, humor adalah sublimasi dari kearifan sebuah masyarakat”.
Oleh: Dendy Wahyu, Softinalean
Rujukan (Bukan Rujak’an)
Corey, G. (2017). Theory and Practice and Psychotherapy of Counseling. In History of Indian Philosophy. https://doi.org/10.4324/9781315666792
Rahardi, K. (2011). Humor Ada Teorinya: Bahasa dan Gaya Melawak. Pinus. http://opac.salatigakota.go.id/ucs/index.php?p=show_detail&id=30034
Rahmanadji, D. (2007). Sejarah, teori, jenis, dan fungsi humor. Bahasa Dan Seni, 35(2), 213–221.
Suryadi, B. (2019). HUMOR THERAPY Perpaduan antara Teori dan Pengalaman Empiris. In RM Books.
Wandi, W. (2020). Penggunaan Humor Dalam Dakwah Komunikasi Islam. Al-Din: Jurnal Dakwah Dan Sosial Keagamaan, 5(1), 84–100. https://doi.org/10.35673/ajdsk.v5i1.573
Z Dolgopolova. (1982). Russia Dies Laughing. In Unwin Paperbacks. Penerjemah: Batara Sakti
Posting Komentar