BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Recent

Bookmark

Teori Kepribadian Donald Snygg dan Arthur W. Combs

Teori Kepribadian Donald Snygg & Arthur W. Combs

Pena Laut
- Donald Snygg (1904-1967) dan Arthur W. Combs (1912-1999). Dua psikolog yang sering dikenal dengan gagasannya tentang konsep "meaning" (makna dan arti) dalam proses belajar. Mereka bertemu sekitar pertengahan tahun 1940. "Individual Behavior" adalah buku yang berisikan teori-teori mereka. Terkait mereka anak siapa, tinggal di mana, makan dan minum apa, bisa pembaca cari di berbagai buku-buku psikologi, jurnal, dll.—penulis "nggak ngurusi" berbagai macam "tetek bengek" mereka, sebab yang terpenting adalah gagasannya. Seperti ungkapan "undzur maa qaala wa laa tanzur man qaala, Lihatlah apa yang disampaikan, dan jangan melihat siapa yang menyampaikan".

Ada tiga teori mereka yang terdapat dalam Buku Personality Theories, yakni Lapangan Fenomenal, Motif Tunggal, dan Psikologi Terapan.

1. Lapangan Fenomenal

Lapangan Fenomenal adalah realitas subjektif kita. Pikiran, perasaan, fantasi, dan gagasan-gagasan kita mengenai keadilan, kebebasan, kebahagiaan, dll. Segala tingkah laku, tindakan, perilaku apa pun yang dilakukan kita, pasti ditentukan dan tidak terlepas dengan lapangan fenomenal kita. Misalnya, kita berpikiran bahwa politik itu "Tai Anjing", yang berkonotasi negatif atau buruk. Sudah tentu tindakan dan pandangan kita terhadap orang yang berpolitik selalu buruk. Seperti berpikiran "Halah, caleg hanya sekedar janji-janji, tapi tidak terealisasi. Ujung-ujungnya hanya meraup keuntungan pribadi".

Snygg dan Combs menekankan bahwa Lapangan Fenomenal inilah yang sebenarnya menjadi objek material Psikologi. Oleh karena itu, ketika kita sedang memahami ataupun memprediksi orang lain, maka perhatikanlah tentang lapangan fenomenal mereka. Dengan menawarkan beberapa tes, mencatat perilakunya, mengajak berdialog, dll. —yang sekira bisa kita amati. Singkatnya, Snygg dan Combs menawarkan berbagai macam metode tentang memahami orang lain.

Lebih menarik lagi, Snygg dan Combs sepertinya menolak standarisasi ke-masuk akalan (Rasional) tindakan seseorang. Sebab, Snygg dan Combs ini berpendapat bahwa semua tingkah laku seseorang pasti masuk akal, bermakna dan bertujuan dengan lapangan fenomenalnya. Seringkali kita menganggap seseorang bertindak aneh, irasional, dan di luar kebiasaan kita, tetapi kalau menurut Snygg dan Combs seseorang itu tentu mempunyai makna, maksud dan tujuannya sendiri. Kita bisa memahami tindakan seseorang tersebut dengan metode diatas.

2. Motif Tunggal

"Kebutuhan paling dasar seorang manusia adalah mempertahankan dan mengembangkan diri fenomenal, di mana karakteristik setiap bagian dari lapangan dibentuk oleh kebutuhan dasar ini". Diri fenomenal adalah pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri. Pandangan ini terbentuk selama kita hidup dan didasarkan pada karakteristik fisik seseorang (bagaimana dia melihat tubuh jasmaninya), nilai-nilai kultural (bagaimana dia mengalaminya), dan pengalaman-pengalaman lain yang lebih personal (Boeree, 2008:390).

Diri fenomenal inilah yang selalu ingin kita tegaskan dan kembangkan. Penegasan diri yang dimaksud adalah seperti contoh yang telah disebutkan di atas; seorang yang bertindak—menurut persepsi kita—aneh, ia akan terus menegaskan, bahkan mencoba menikmati citra diri yang mereka buat sendiri, walaupun orang lain mencaci makinya. Pandangan orang seperti ini tidak lagi mempunyai makna yang sama dengan makna yang kita berikan pada tindakan kita. Sedangkan dalam hal perkembangan diri, terkadang kita selalu menginginkan perubahan dan kemajuan, bahkan tidak jarang kita menginginkan hal yang berlebihan.

Menurut Snygg dan Combs, kita akan menjadi "lebih" dengan adanya "diferensiasi" (pembedaan), yakni proses yang mencerabut satu figur dari latar belakangnya. Belajar bukanlah soal mengaitkan sebuah pendapat yang merangsang (stimulan) dengan respon, stimulan dengan stimulan lain, atau bahkan respon dengan respon lainnya. Belajar adalah soal bagaimana mengembangkan kualitas lapangan fenomenal seseorang dengan cara menyimpulkan beberapa detail khusus dari keraguan yang pernah dialami, karena detail-detail inilah yang sangat penting dan bermakna bagi seseorang (Boeree, 2008:391). Singkatnya, dalam ihwal tentang pembelajaran, kita harus menemukan diferensiasi atau pembedaan diri kita dengan orang lain. Karena, dengan diferensiasi inilah, kita dapat menemukan kemampuan-kemampuan dan mengembangkan diri.

3. Psikologi Terapan

Terapi yang sebenarnya adalah bagaimana kita dapat membebaskan persepsi, perilaku, dan emosi yang kita pakai sebagai tameng dalam menghadapi ancaman. Snygg dan Combs mengatakan bahwa terapi adalah penciptaan suasana di mana hasrat-hasrat normal organisme untuk menegaskan dan mengembangkan diri, dibebaskan untuk bekerja, agar menemukan diferensiasinya sendiri, yang didasarkan pada kebutuhannya.

Sejalan dengan hal ini, Snygg dan Combs juga mempunyai teori tentang pendidikan. Pembelajaran terjadi saat diferensiasi yang tersedia diarahkan sesuai dengan kebutuhan individu-individu. Artinya, ketika sebuah pelajaran memiliki makna yang sangat dibutuhkan oleh individu.

Ketika seorang pengajar bersikukuh memberi materi yang tidak relevan atau tidak dibutuhkan oleh seorang siswa, maka pendidikan hanya akan menjadi sebuah proses yang tidak berujung pangkal, tidak mendapatkan dampak sama sekali kepada siswa. Tidakkah perlu diselidiki lebih jauh siswa yang tidak ingat dengan pekerjaan rumah (PR) matematikanya, tapi hafal di luar kepala skor pertandingan sepak bola antara Argentina vs Indonesia, atau seorang siswa yang tidak mampu menuangkan pikirannya pada sebuah tulisan, tapi mampu untuk menceritakan fenomena Pondok Pesantren bermazhab Soekarno (Al-Zaytun)?. Jika pelajaran matematika atau menulis yang kita anggap penting untuk dikuasai siswa, ternyata siswa terlalu kesulitan dalam mempelajari hal tersebut, itu bukan berarti siswa itu bodoh. Tetapi karena ia tidak menemukan alasan, kenapa ia harus mempelajari semua pelajaran itu. 

Dengan kata lain siswa merasa bahwa materi pelajaran itu tidak mempunyai makna dan tidak mempunyai nilai kebutuhan bagi dirinya. Akhir kata, "Guru harus mengetahui siapa murid yang diajarnya, karena motivasi untuk belajar berada di dalam diri mereka, di lapangan fenomenal dan diri fenomenal mereka" (Boeree, 2008:390).

Sumber: Boeree, George C. 2010. Personality Theoris, Jogjakarta: Prismasophie.

Penulis: Muhammad Hilmi Hafi R

Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak