Atas dasar inilah, dunia pendidikan dewasa ini dituntut agar mampu memberikan problem solving terhadap krisis dan gejolak perubahan nilai dengan membumikan pendidikan spiritual yang tepat dan mencerdaskan.
Hanya saja, fakta yang terjadi di lapangan bahwa pendidikan spiritual menempati posisi sebagai second class, sementara penguasaan skill dan intelektual menjadi fokus utama.
Tanggung jawab pendidikan spiritual tentu saja bukan hanya dibebankan pada pendidikan formal dengan segudang teori yang bersumber dari barat atau lembaga pendidikan berbasis keagamaan seperti pondok pesantren, majelis taklim, madrasah dan sejenisnya.
Pendidikan spiritual tentunya lebih berorientasi pada pengisian jiwa sesuai dengan bimbingan dan petunjuk Allah SWT melalui penyatuan hati, akal dan jiwa sehingga mampu mewujudkan hidup yang tenang, damai dan jauh dari berbagai penyakit hati.
Pendidikan spiritual memberikan pengaruh kuat pada kepribadian seseorang menjadikanya terbiasa pada kebaikan, berhias dengan sifat-sifat mulia dan gemar membantu sesama.
Akan tetapi, pemikiran pujangga jawa yang berlandaskan nilai-nilai pendidikan spiritual, dapat dijadikan sebagai tawaran solusi dalam menghadapi tantangan dan tuntutan masyarakat modern. Salah satu pujangga yang cukup mumpuni akan hal ini adalah Raden Ngabehi Ronggowarsito.
Masyarakat Jawa di masa lalu mengenal sejumlah nama pujangga yang melestarikan dan mengembangkan kesusastraan jawa. Salah satu nama yang terkenal adalah Ronggowarsito.
Masyarakat Jawa di masa lalu mengenal sejumlah nama pujangga yang melestarikan dan mengembangkan kesusastraan jawa. Salah satu nama yang terkenal adalah Ronggowarsito.
Ronggowarsito atau Raden Ngabehi Ronggowarsito dikenal sebagai pujangga besar dari Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Dia lahir pada tahun 1802 dan wafat pada tahun 1873. Ronggowarsito dianggap sebagai pujangga terakhir tanah jawa.
Pasalnya, sepeninggal Ronggowarsito belum ada sastrawan lain yang bisa menyamai dan mengunggulinya. Raden Ngabehi Ronggowarsito dalam gagasannya menyebutkan beberapa karakteristik sosok guru yang ideal. Diantaranya adalah:
Penulis: Anisah Hadjir Dz.
- Asih ing murid, den anggep putra wayah (Kasih kepada murid dan menganggap murid sebagai anak atau cucu sendiri)
- Telaten pamulangipun, mboten wigah wigih (Telaten mengajar tanpa rasa kikuk)
- Lumuh ing pamrih (Tanpa pamrih dan tidak mengharap balas apa-apa)
- Tanggap ing sasmita, saged anampeni pasemoning murid (Memiliki kepekaan atau tajam perasaan dan mampu menangkap gelagat murid)
- Sepen ing panggrayangan, mboten dados kinten kintening murid (Tidak mengambil apapun sehingga tidak menimbulkan prasangka buruk dari murid)
- Mboten ambaekaken pitaken (Tidak menolak setiap pertanyaan murid)
- Mboten angendhak kagunan (Tidak menolak kecakapan)
- Mboten amburu aleman, angunggul-ngunggulaken kasagedanipun (Tidak mencari pujian dan tidak menyombongkan kepandaian yang dimiliki)
- Mulus ing sarira (Baik keadaan tubuhnya)
- Alus ing wicara (Halus tutur katanya)
- Jatnika ing solah (Sopan perangainya)
- Antepan bubudenipun (Teguh pendirianya)
- Paramata lalabuhanipun (Baik pengorbananya)Patitis ing nalaripun (Memiliki nalar yang tajam)
- Sae lalabetanipun (Baik pengabdianya)
- Mboten darbe pakareman (Tidak pemilih)
Penulis: Anisah Hadjir Dz.
Posting Komentar