BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Recent

Bookmark

Seanggun Cinta Aisyah

cerpen
Pena Laut
- Cahaya dari luar memanggil Aisyah untuk datang memandangnya. Seperti biasa setiap pagi dan malam Aisyah selalu memperhatikan cahaya itu. Ya, cahaya matahari dan bulan yang selalu berganti.

Tapi ada kalanya Aisyah tidak memandang cahaya itu, seperti malam ini Aisyah disibukkan dengan tugas-tugas kuliahnya, duduk menyendiri di hadapan laptop yang dipangku di atas ranjang tempat tidurnya.

“Bismillah, ya rabb, lancarkanlah aku dalam menyelesaikan semua tugas-tugasku.” Seperti biasa kata-kata itu selalu terucap di sela-sela bibir Aisyah.

Aisyah anak yang rajin, cantik, dan juga sholehah, dia anak pertama dari dua bersaudara, Aisyah kurang bisa bergaul dengan semua orang.

Dia lebih suka menyendiri membaca buku daripada berkumpul dengan teman-temannya, Aisyah juga anak yang pemalu menurut keluarganya.

Suatu malam di mana semua anak sebaya Aisyah pergi pacaran, keluyuran bersama teman, hura-hura, dan senang-senang, tidak sedikitpun dalam benak Aisyah melakukan hal itu.

Malam ini kegiatan yang rutin ia lakukan adalah mengaji di rumah Ustadz Ahmad. Ya walaupun Aisyah sudah mengenal teman-teman ngajinya yang sama mengaji dengan Ustadz Akhmad, tapi Aisyah jarang bicara sehingga ia disenangi oleh teman-temannya.

Banyak lelaki yang menginginkan Aisyah, tapi yang terucap di bibirnya hanya kata : “Ya Allah sungguh aku sangat berdosa, karena begitu banyak lelaki yang meminatiku, semakin bertumpuk pula dosa-dosaku, ampuni aku ya Allah”.

Kini Aisyah selalu menjaga pandangan dan lisannya.

Suatu hari saat Aisyah mengaji di masjid, Aisyah tidak sengaja bertemu dengan pemuda yang sopan padanya.

“Assalamu’alaikum Aisyah, apa kabarmu saat ini?” Tanya pemuda itu dengan tidak memandang wajah Aisyah

(Aisyah menundukkan pandangannya) “Alhamdulillah baik, akhi sendirinya bagaimana?”

“Alhamdulillah” Masih dengan tatapan menghadap serong tanpa memandang wajah Aisyah.

Entah mengapa Aisyah merasa Allah telah mempertemukannya dengan pemuda sholeh itu, memang dulu pemuda itu pernah mengatakan cinta pada Aisyah, tapi Aisyah hanya terdiam tanpa kata.

Pemuda itu pun tidak pernah memaksa Aisyah untuk segera menjawabnya.

Setelah pertemuan itu Aisyah selalu menangis di setiap doanya. “Ya Allah, apakah kini engkau mempertemukanku dengan seorang lelaki penerus yusuf? Bahkan dia begitu menghormati aku seakan aku adalah ibunya” Aisyah menangis dalam doanya berharap petunjuk untuk dirinya.

Hari demi hari telah berlalu Aisyah melewati hari-harinya seperti biasanya, membaca buku sudah menjadi hobinya sejak kecil. Tapi dibalik itu semua Aisyah menyembunyikan perasaannya dan menyimpannya seorang diri, dalam hati Aisyah.

Aisyah sungguh bahagia bisa bertemu kembali dengan pemuda sholeh itu yang selama ini menyimpan rasa padanya. Namun Aisyah tidak pernah menunjukkan kepada lelaki itu tentang perasaannya.

Aisyah hanya tertunduk saat bertemu dengan pemuda itu seolah tidak terjadi apa-apa.

Suatu ketika lelaki sholeh itu akan pergi jauh menimba ilmu, lelaki itu berpamitan kepada Aisyah, Aisyah hanya tersenyum dan berkata “Hati-hati”.

Padahal saat itu hati Aisyah sedih karena lelaki yang selama ini menghormatinya dan selalu menjaga pandangannya dari Aisyah akan pergi meninggalkannya.

Tak terasa tanpa sadar Aisyah berkata “Begitu cepatkah engkau akan pergi, kapan engkau kembali?” Dengan tidak menatap wajah lelaki itu.

“Aku pergi untuk menuntut ilmu Aisyah, doakan aku agar diberi kesehatan dan lekas kembali kesini”ucap pemuda itu.

Aisyah hanya mengangguk di hadapan pemuda itu. “Assalamu’alaikum”. Jawab pemuda saat meninggalkan Aisyah di halaman masjid seorang diri.

Aisyah tidak mengerti apa yang dia rasakan saat ini, perasaannya begitu sedih tak karuan seakan ada yang hilang dari sisinya, Aisyah selalu menangis ketika mengingat pemuda itu, “Iqbal” Ya nama pemuda itu adalah Iqbal.

Aisyah menunduk khusyuk dalam do’anya mengharapkan masih diberi kesempatan untuk bertemu dengan Iqbal.

“Ya Allah apakah diriku ini salah mengaguminya dalam diam, sudah bertahun-tahun ia menyimpan rasa untukku, mengatakan cinta padaku, tapi diriku hanya tertunduk tanpa kata di hadapannya, apakah sikapku sungguh menyakitkan baginya, seandainya ia tahu, sungguh aku mencintainya Ya Rabb.

Diam ku di hadapannya hanya untuk menjaga pandangan dari yang haram, sungguh jika dirinya adalah takdirku, kumohon pertemukan diriku ini dengannya kembali ya rabb.”

Malam ini banyak bintang bertaburan di angkasa membuat Aisyah tergoda untuk menatapnya. Angin menggoyangkan perlahan-lahan kerudung Aisyah.

Secercah harapan mengejutkan dari dalam sana, matanya yang sembab karena menangis masih terlihat jelas di wajahnya.

Tatapan mata Aisyah berpaling pada bintang yang paling terang “Apakah dia juga memandangmu wahai bintang?”

Pertanyaan hati Aisyah pada dirinya menghadirkan kembali air di pipinya, Aisyah sadar begitu dia sangat mencintai pemuda itu.

Aisyah tidak pernah mengungkapkan semua yang ia rasakan kepada teman, ayah, ibu, adik, atau siapapun itu.

Aisyah selalu memendam perasaannya seorang diri, malam ini ia menyendiri didalam kamar ditemani dengan diary sejatinya.

Aisyah menceritakan semuanya disana,tak terasa hari mulai larut, Aisyah menutup dan menyudahi menulis di buku itu.

***

Pagi ini Aisyah menjalankan harinya dengan lebih baik, Aisyah selalu berusaha untuk menjadi lebih baik di setiap harinya, ia tidak mau hari-harinya selalu dihiasi kegalauan, selama menanti kedatangan pemuda itu Aisyah menyibukkan dirinya dengan hal-hal yang positif.

Hari demi hari Aisyah jalani dengan baik dan lebih baik, tak terasa kini Aisyah sudah lulus dan wisuda, baju toga yang melekat di tubuhnya, sebuah topi toga yang menguraikan tali panjang, membuat Aisyah terlihat sangat cantik dan anggun, kini Aisyah sudah menjadi sarjana.

“Ayah, Ibu, terima kasih untuk semuanya”.(Aisyah sujud di kaki kedua orang tuanya ).

“Bangunlah Nak”. Jawab ibu yang kemudian memeluknya”.

“Aisyah, kini engkau sudah menjadi sarjana, sekarang saatnya engkau mencapai cita-citamu Nak”. Jelas ayah pada Aisyah

“insyaAllah ayah, Aisyah akan mencapainya”. Melepaskan pelukan ibunya dan mencium tangan ayah.

Satu bulan kemudian Aisyah berpamitan kepada ayah dan ibunya untuk keluar negeri, saat ini, hari ini, dan detik ini Aisyah akan terbang ke Jordan untuk mencapai cita-citanya.

Sejak kecil Aisyah selalu bermimpi menjadi seorang dokter di Jordan negara kelahirannya.

Sementara ayah dan ibunya tetap tinggal di prancis. Setelah sampai di bandara ibu memeluk erat Aisyah seakan tak ingin jauh darinya, sedangkan ayah hanya berpesan agar Aisyah selalu menjaga dirinya dan selalu menjadi lebih baik.

Lambaian tangan itu, air penghias senyuman itu mengiringi jalan Aisyah.

Pukul 16:00 pesawat mendarat di bandara Jordan, Aisyah melangkahkan kaki menuruni satu persatu tangga pesawat.

Aisyah begitu takjub melihat keindahan Jordan sejak umur 5 tahun Aisyah pindah ke prancis baru kali ini ia kembali ke Jordan.

“Masya Allah, Jordan!!”. Kagum Aisyah dengan negara kelahirannya.

selama di Jordan Aisyah tinggal bersama tante dan pamannya, setiap hari ia selalu menjadi pribadi yang lebih baik.

Tak terasa kini Aisyah sudah bekerja di Rumah Sakit Bakti di Jordan sebagai dokter spesialis jantung.

Suatu ketika ada seorang pasien yang terkena serangan jantung, Aisyahlah yang merawatnya, dengan baik ia memeriksa setiap jam jantung pasien itu.

Walaupun begitu pasien ini tidak bisa menunggu lama hanya dengan diperiksa setiap jam jantungnya. Pasien ini harus segera mendapatkan donor jantung.

Aisyah mencari informasi di rumah sakit itu apa ada jantung yang bisa didonorkan, namun tak satupun jantung tersedia di rumah sakit itu.

Aisyah panik memikirkan bagaimana nasib pasiennya jika tidak secepatnya mendapat donor jantung.

Hingga akhirnya Aisyah bertekad untuk mencari jantung di rumah sakit lain, saat itu Aisyah dalam keadaan panik ditambah dengan suara handphone yang berbunyi membuat Aisyah tidak memperhatikan jalan karena sibuk merogoh tasnya.

Dan “Astagfirullah” Aisyah menabrak seseorang, saat itu Aisyah menunjukkan pandangannya pada seseorang itu, namun hanya sesaat, kini Aisyah menundukkan pandangannya dalam-dalam, ternyata Aisyah menabrak seorang dokter laki-laki.

“Ma…maafkan saya”. Suara Aisyah terdengar sangat gugup.

“Tidak apa-apa, anda sendiri tidak apa-apa?”. Tanya dokter itu padanya

“Alhamdulillah saya tidak apa-apa, sekali lagi maaf, assalamu’alaikum”. Jawab Aisyah yang masih menunduk dan kemudian pergi meninggalkan dokter itu.

“Wa’alaikumussalam”.

Setelah Aisyah pergi meninggalkannya, dokter ini tidak lekas beranjak pergi dari sana, entah mengapa Aisyah telah mengingatkannya dengan seorang gadis yang sangat ia cintai.

“Assalamu’alaikum, suster”. Sapa Aisyah pada suster di rumah sakit itu.

“Wa’alaikumussalam, dokter, apa ada yang bisa saya bantu untuk dokter?”. Tanya suster itu.

“Aisyah, panggil saja saya dokter Aisyah, saya dokter dari rumah sakit bakti, apakah di rumah sakit ini tersedia donor jantung? Sungguh pasien saya sangat membutuhkan jantung ini.

“Kasihan sekali pasien Dokter Aisyah, untuk masalah ini DokterAisyah bisa konsultasi dengan dokter di rumah sakit ini.

“Kalau begitu bisakah anda mengantarkan saya untuk bertemu dengan dokter disini?”.

“Tentu dok, mari saya antar”. Jawab suster itu mempersilahkan Aisyah berjalan dengannya.

Setiap ruang rumah sakit itu ia lewati bersama suster terry, sampai akhirnya mereka sampai di depan ruangan yang bertuliskan “SPESIALIS JANTUNG”.

Aisyah kelihatan bingung, bukankah ini tempat dimana Aisyah menabrak seorang dokter tadi, mengapa ia tidak melihat tulisan ini, mungkin karena ia gugup sehingga tidak melihat tulisan di pintu ini.

“Tok,,tok,,Assalamu’alaikum”. Suster terry mengucapkan salam sebelum masuk ke ruangan itu.

“Wa’alaikumussalam,,masuk”. Jawab seseorang dari dalam



Suster Terry membuka pintu dan mempersilahkan Aisyah untuk masuk, sementara dirinya harus pergi untuk melanjutkan tugasnya, Aisyah mengucapkan terimakasih pada suster itu kemudian masuk ke ruangan.

Terlihat jelas di ruang ini ternyata dokter itu, ya dokter yang tadi Aisyah tabrak karena tak sengaja, namun Aisyah menunduk saat tahu bahwa ia akan berkonsultasi dengan seorang dokter laki-laki.

“Duduklah,, ada yang bisa saya bantu?”. Tanya dokter itu sambil mempersilahkan Aisyah untuk duduk.

“Sebelumnya,,saya minta maaf kalau saya harus menunduk seperti ini saat berbicara dengan anda”. Jelas Aisyah kepadanya.

“Owh iya tidak apa-apa, saya mengerti bahwa anda harus selalu menjaga pandangan anda dari saya kan, karena saya belum menjadi muhrim anda”. Jawab lelaki itu pada Aisyah yang sangat menyentuh hatinya.

Aisyah termenung mendengar ucapan itu, seketika ia teringat dengan Iqbal yang selalu menjaga pandangan darinya, “ya Allah apa maksud dengan semua ini, mengapa ada lelaki yang bisa mengingatkanku dengan Iqbal, ya Allah bagaimana keadaannya sekarang, dimanakah dia ya Allah, tolong pertemukan aku dengannya jika engkau takdirkan ia untukku”.

“Aisyah?”. Sapa lelaki itu kepadanya.

Aisyah yang dari tadi terdiam dalam tunduknya dan hanya berbicara, bertanya-tanya dalam hatinya, kaget mendengar suara itu.

“Bagaimana mungkin lelaki ini bisa tahu siapa namaku, sedangkan aku tidak pernah ke Jordan semenjak umur 5 tahun”. Aisyah kembali bertanya didalam hatinya.

“Kamu Aisyah?”. Tanya lelaki itu.

Aisyah hanya mengangguk pelan, karena ia sama sekali tidak mengerti bagaimana dan darimana lelaki ini bisa tahu namanya, sedangkan bet nama Aisyah tertinggal.

“MasyaAllah, segala puji bagi Allah Aisyah, apakah engkau sudah lupa denganku, ini aku Iqbal, Aisyah.”

Aisyah yang semula tertunduk mengangkat kepalanya melihat Iqbal yang ada di hadapannya, tak terasa air mulai membasahi pipi Aisyah karena Allah telah mendengar semua doa-doanya, kini Aisyah telah bertemu dengan Iqbal, lelaki sholeh yang sejak dulu mencintainya.

“MasyaAllah,, ternyata selama ini engkau pergi ke Jordan dan menjadi dokter spesialis jantung disini?”. Tanya Aisyah yang berusaha menahan air matanya untuk mengalir.

“Iya Aisyah,, sungguh aku tidak pernah menyangka kalau kita akan dipertemukan kembali olehnya. Lalu engkau sendiri apa yang membuatmu sampai di negara ini?, dan apa yang membuatmu sampai datang ke rumah sakit ini?”.

“Alhamdulillah, atas izin Allah aku bisa menjadi dokter spesialis jantung di Jordan ini, dan sekarang seorang pasien yang di rawat di rumah sakit bakti sedang membutuhkan pendonor jantung, bisakah engkau membantuku Iqbal?”. Tanya Aisyah sambil mengusap air matanya dengan tisu yang tersedia di meja .



“InsyaAllah,Aisyah aku bisa membantumu, kebetulan di rumah sakit ini ada satu pasien yang sedang sakit parah namun kondisi jantungnya baik, ia ingin mendonorkan jantungnya sebelum ia tutup usia”.

“Alhamdulillah, terimakasih ya bal”. Aisyah tersenyum, senyuman itu pertama kalinya ia perlihatkan secara langsung tanpa menunduk di hadapan Iqbal.

Keesokan harinya Iqbal datang ke rumah sakit bakti dengan membawa jantung pasien yang telah dijanjikan kepada Aisyah. 3 jam Iqbal membantu Aisyah di ruang operasi, akhirnya membuahkan hasil, satu minggu dalam pemulihan pasien itu diperbolehkan pulang.

Aisyah sangat senang karena pasien itu bisa sembuh dari serangan jantungnya. Aisyah yang terduduk di ruangannya disapa oleh handphone yang bergetar di dalam kantong almamaternya.

“Hallo, assalamu’alaikum”. Sapa Aisyah mengawali pembicaraan di teleponnya.”

Ternyata yang menelpon adalah Iqbal, Iqbal ingin berkunjung ke Rumah Sakit Bakti sebelum pulang dari rumah sakitnya. Sesampainya di rumah sakit Iqbal bertanya pada Aisyah yang duduk di ruang tunggu.

“Assalamu’alaikum Aisyah”.

“Wa’alaikumussalam”. Jawab Aisyah yang masih menunduk

“Aisyah, kini tidak ada saatnya engkau menundukkan pandanganmu di hadapanku, karena aku akan menjadi mahrommu”.

“Mak,,maksudmu?”.

“Iya Aisyah sungguh aku sangat mencintai dirimu karena Allah, dari dulu aku hanya mencintaimu, bahkan saat aku jauh darimu aku hanya mencintaimu, Aisyah akankah engkau bersedia untuk menjadi istriku karena Allah?”. Tanya Iqbal penuh harap saat berlutut dihadapan Aisyah.

Aisyah mengangguk pelan, tersenyum kepada Iqbal dengan hiasan air mata di pipinya. Satu bulan telah berlalu Aisyah dan Iqbal kini terbang ke Prancis, untuk menemui ayah dan ibu Aisyah mengharap restu dari keduanya.

Sesampainya disana ayah dan ibu Aisyah sangat memberi restu untuk Iqbal meminang Aisyah, pesta pernikahan yang di gelar di Prancis begitu meriah, mereka sangat bahagia Allah telah mempertemukan mereka dalam ikatan halal.

Cerpenis: Dwi Afif Adam
Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak