BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Recent

Bookmark

Diferensiasi Permainan Kita dan Anggota Dewan : Kita Main Layang-layang, Mereka Main Wayang dan Kitalah Wayang yang Dimainkan

DPR main Game di Ruang Sidang

Pena Laut - Masyarakat kita sekarang ini, kelihatannya sudah di titik yang sangat mendasar. Mereka, dicekoki informasi dan kebocoran perilaku para birokrat dengan sangat cepat. Sat-set. Sekarang berbuat, beberapa menit kemudian bisa viral, apalagi kalau yang berbuat adalah pemerintah.

Seringkali di dunia maya saat ini, menampilkan konten-konten "horor", katakanlah hal-hal yang sensual, kritik birokrasi, menghina sana-sini. Pun ada yang menyegarkan, seperti konten ngaji kiai-kiai "masa kini". Yang terakhir, penulis memberikan aksentuasi tersendiri.

Baru beberapa waktu yang lalu, kita diberi bocoran perilaku anggota dewan sedang main game saat berada di ruang sidang. Bisa dilihat, bagaimana video tersebut melejit tanpa kontrol, sehingga menuai banyak komentar.

Dalam video, kelihatan salah satu anggota dewan sedang main game; ada yang mengatakan bahwa itu Slot, namun lekas ditampik oleh yang bersangkutan bahwa ia sedang bermain Candy Crush. Soal beginian, bukan urusan saya. Pertama, saya bukan gamers; kedua, karena memang saya tidak tahu apa itu Slot dan Candy Crush. Sungguh kehidupan yang tidak nikmat, kelihatannya. Toh, hidup juga sawang sinawang, kan?

Sebenarnya, pokok persoalan bukan game yang dimainkan, bukan karena main game-nya. Hemat saya, yang harus jadi perhatian ialah soal beliau sedang main game di ruang sidang. Nah, kalau saya, soal ini yang menarik dibahas. Bukan game-nya. Tapi, bukan berarti saya menafikan atau menghilangkan hal tersebut. Tidak. Saya akan tetap membawa istilah "game" atau permainan.

Anggota dewan yang sedang "bermain" itu, namanya Cinta Mega, DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) DKI dari fraksi PDIP. Oleh ketua fraksi, kejadian tersebut, katanya, sudah dirapatkan dan mengambil tindakan. Alhamdulillah. Sudah dirapatkan oleh pimpinan, juragan pasti sudah tahu soal ini. Mau diapakan (diberi sanksi apa) bu Cinta Mega, wallahu a'lam!

Saya akan membahas persoalan yang belum terlihat, yakni kok bisa, ya, beliau ini main game di ruang rapat paripurna? Itu yang pertama. Kedua, dari kejadian ini, saya jadi berpikir, apakah di sana itu (gedung DPR) tempatnya orang-orang bermain belaka? Oke, mari kita berkelakar!

Pertama, fenomena anggota dewan main game.

Soal main bermain, sebenarnya sudah banal di telinga kita, bahwa setiap orang berhak untuk bermain. Bermain untuk merelaksasi pikiran, melenturkan otot-otot yang kaku, bahkan mem-fleksibel-kan ideologi-ideologi mempunyai rigoritas melangit. Tapi, apakah bermain itu tidak mengenal tempat?

Sudah mafhum bagi kita, sekaliber Nietzsche dan Derrida, adalah filsuf yang suka bermain-main. Si kumis tebal Nietzsche, bermain dengan "menari di atas dua jurang yang menganga". Sedang Derrida, ia justru bermain-main dengan teks yang diistilahkan "bermain di atas papan catur tanpa dasar". Mereka berdua, sama-sama bermain. Kendati hal tersebut adalah sebuah alegori, tapi keduanya suka bermain. Kenikmatan yang tidak diperoleh dari penerimaan dogmatisme akut.

Kalau Cinta Mega--selanjutnya ditulis CM--berani "nge-game" di ruang sidang dengan alasan menunggu persidangan dimulai, sebagai wong cilik saya ini justru skeptis. Salah satu pertanyaan skeptis saya adalah, kenapa harus main game, kok tidak baca buku, atau setidaknya membaca E-koran untuk mengetahui informasi aktual? Sama-sama menunggu, dengan aktivitas yang berbeda. Lebih maslahah mana, antara main game dengan membaca? Secara pragmatis, lebih baik membaca daripada main game. Ini pandangan saya lho, ya. Jangan dianggap, bahwa saya menolak atau melarang masyarakat main game. Tidak. Bukan itu maksud saya.

CM itu kan anggota dewan, seharusnya terus up to date. Terlepas dari problematika yang sedang dihadapi, mbok ya harusnya tahu, ada--meminjam istilah Orwell--"teleskrin" yang selalu mengawasi. Pokoknya, kelihatan serius gitu, lho. Urusan kalian lah, bagaimana mengaturnya.

Kedua, gedung buat main game.

Dari berbagai informasi yang beredar, apalagi baru beberapa waktu lalu, Gedung DPR-RI di Google Maps sudah diberi nama "macam-macam" oleh masyarakat, dan atas kejadian CM bermain game, menjadi sangat jelas. Bahwa, gedung itu sebenarnya bukan tempat orang-orang serius, melainkan tempat bermain belaka. Playground.

Jadi, orang-orang yang mencalonkan diri sebagai anggota dewan, sebenarnya mereka itu merindukan masa kecil yang kegiatannya hanya bermain. Bukan untuk memberikan solusi terhadap permasalahan masyarakat.

Lebih jauh, permainan ini sudah dimulai sejak Neo-Liberalisme tumbuh. Permainan yang dilakukan cukup beragam, mulai permainan pasar bebas, perang dingin, pembunuhan massal, hingga menciptakan "wacana" untuk menghegemoni masyarakat luas.

Secara sederhana, kita semua, pun birokrasi itu, sedang bermain. Hanya saja, permainan kita (masyarakat) dan mereka (birokrasi) berbeda. Kalau dibuat tamsil (contoh), jadinya seperti ini:

kita main kelereng, mereka main Kasino. Kita main layang-layang, mereka main golf, atau bisa jadi, memainkan wayang. Wayang orang, dan ironinya, kitalah wayang yang dimainkan.

Oleh: Md
Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak