BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Recent

Bookmark

Kiai Humanis: Pemikiran dan Kiprah Sosial KH. Imam Zarkasyi Djunaidi

Kiai Humanis: Pemikiran & Kiprah Sosial KH. Imam Zarkasyi Djunaidi

Pena Laut
- Menapaki jejak para pendahulu merupakan perjalanan yang tidak akan pernah usai, selalu ada pelajaran-pelajaran di balik sebuah sejarah masa lalu.

Sebagai insan yang senantiasa merasa akan kejahilan yang melekat pada diri, menuntut manusia agar terus belajar hingga akhir hayatnya, terutama pada kehidupan orang-orang besar pada masanya.

Ada dua hal yang menjadi landasan masyarakat saat ini mengapa mereka kembali mempelajari maupun mengambil “ibroh” dari pemikiran-pemikiran dan tindakan yang dilakukan oleh pendahulu mereka, antara lain; pertama, masyarakat mengalami kebingungan saat menentukan keputusan hidup—karena mereka membutuhkan panutan, kedua, mereka merindukan sosok yang dapat memberikan “uswah” bagi masyarakat luas, terutama dalam menyelesaikan beragam permasalahan di tengah masyarakat.

Dalam melunasi kerinduan tersebut, mereka biasanya lari ke buku-buku, makam, petilasan dan sejenisnya.

Kisah hidup dan perjuangan para tokoh besar dijadikan kajian untuk merefleksi pemikiran dan gerakan sebagai gambaran untuk menciptakan formula yang sesuai dengan konteks kekinian.

Kajiannya pun beragam, dari menelaah kritis pemikiran tokoh hingga bagaimana dari refleksi tersebut membuahkan pemahaman yang transformatif, tidak ajeg.

Tulisan ini akan membahas tentang pemikiran dan kiprah sosial KH. Imam Zarkasyi Djunaidi, salah satu ulama’ terkemuka pada zamannya.

Beliau adalah ulama’ kharismatik yang mempunyai kontribusi besar kepada masyarakat, terutama di wilayah Banyuwangi.

KH. Imam Zarkasyi Djunaidi atau yang mashyur dikenal Kiai Zarkasyi memberikan pelajaran bagi masyarakat setelahnya, bahwa dalam hidup harus memprioritaskan kepentingan masyarakat.

Tulisan ini akan memaparkan biografi singkat, pemikiran dan kiprah sosial KH. Imam Zarkasyi Djunaidi.

Biografi Singkat KH. Imam Zarkasyi Djunaidi


Kiai Zarkasyi lahir di Dukuh Nampere, Kecamatan Galis, Kabupaten Pamekasan, Madura, pada 5 Februari 1942.

Beliau adalah putera dari pasangan KH. Djunaidi Asmuni dan Ny. Hj. Sholehah. Konteks sosio-historis yang ditemui oleh Kiai Zarkasyi adalah pada masa imperialisme-kolonialisme Belanda.

Ayahnya, KH. Djunaidi Asmuni merupakan salah satu pejuang kemerdekaan sekaligus menjadi pemimpin Laskar Sabilillah. Maka sewaktu belia, Kiai Zarkasyi sering ditinggal ayahnya untuk melawan penjajah.

Pada tahun 1947, beliau dibawa oleh KH. Djunaidi Asmuni beserta saudara-saudaranya untuk mengungsi ke wilayah yang lebih aman, karena kejaran tentara Belanda.

Mengingat bahwa ayah beliau memang petinggi Laskar Sabilillah. Akhirnya, beliau berlabu ke Genteng yang saat itu masih sepi penduduk.

Selain diasuh oleh ayahnya sendiri, perjalanan intelektual beliau dapat ditelusuri dari pendidikan formal dan pendidikan non formal (pesantren).

Pendidikan formal yang beliau tempuh antara lain, SRN Genteng Wetan dan PGA NU Genteng.

Sedangkan pendidikan non formal (pesantren) beliau antara lain, Pondok Pesantren Poncol Salatiga (Jawa Tengah), Pondok Pesantren Lasem (Jawa Tengah), Pondok Pesantren Sarang (Jawa Tengah), dan Teretek Pare, Kediri (Jawa Timur). Beliau wafat pada 2 Desember 2001 (Sayyid Ahmad, 2008).

Pemikiran KH. Imam Zarkasyi Djunaidi


Pemikiran setiap manusia tidak akan pernah lepas dari konteks yang ia temui, karena dari konsepsi terhadap realitas tersebut akan menhasilkan pemikiran yang otentik.

Sebagai sosok yang menjadi panutan umat, humanis dan kontribusi pemikirannya digunakan oleh kalangan pada masanya, Kiai Zarkasyi mempunyai “butir-butir” pemikiran yang tak kalah pentingnya.

Pemikiran Kiai Zarkasyi sebagian besar mengacu pada—selain konsepsinya terhadap realitas—pedoman umat Islam; Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Pertama, kesederhanaan dalam hidup. Jika manusia memilih gaya hidup dengan penuh kesederhanaan, maka kemungkinan kecil ia akan terjerumus ke dalam jurang kekufuran.

Kiai Zarkasyi mempunyai cara pandang hidup yang sederhana, menurutnya hidup adalah jalan menuju ridha Allah Swt.

Dalam menggapai ridha Allah, manusia harus berhati-hati dalam melintasi jalan yang penuh dengan ujian tersebut.

Kemewahan duniawi adalah salah satu ujian yang harus dilewati oleh setiap manusia yang ingin mendapatkan ridha-Nya.

Karena, banyak orang justru tersesat karena terbuai oleh tipu daya dunia. Hal ini telah selaras dengan QS. Al-Hadid ayat 20, yang berbunyi:

اِعْلَمُوْٓا اَنَّمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَّلَهْوٌ وَّزِيْنَةٌ وَّتَفَاخُرٌۢ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِى الْاَمْوَالِ وَالْاَوْلَادِۗ كَمَثَلِ غَيْثٍ اَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهٗ ثُمَّ يَهِيْجُ فَتَرٰىهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُوْنُ حُطَامًاۗ وَفِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيْدٌۙ وَّمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانٌ ۗوَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ

Artinya:

“Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sendagurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu.”

Kedua, shalat berjama’ah adalah simbol persatuan. Selain shalat berjama’ah mempunyai dua puluh tujuh derajat kebaikan, menurut Kiai Zarkasyi, shalat berjama’ah adalah simbol persatuan.

Ketika seorang muslim/muslimah melaksanakan shalat dengan berjama’ah, maka secara substantif apa yang mereka lakukan merupakan bentuk persatuan umat itu sendiri.

Persatuan adalah cita-cita seluruh umat manusia. Agama Islam juga mengajarkan hal tersebut.

Bahkan, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) juga mempunyai pandangan yang sama dengan Kiai Zarkasyi tentang shalat berjama’ah tersebut.

Gus Dur berpandangan, bahwa rukun Islam juga terdapat unsur sosial, jika ditelisik lebih dalam (RMI, 2020).

Ketiga, jika manusia “menolong” agama Allah, niscaya Allah akan menolongnya. Termin “menolong” bukan berarti Allah membutuhkan pertolongan makhluk-Nya.

Bukan demikian maksud dari pemikiran Kiai Zarkasyi, melainkan umat Islam berusaha menegakkan li i’lai kalimatillah dan mewujudkan izzul islam wal muslimin.

Beliau mempunyai pandangan, bahwa bukan apa yang telah diberikan kepada kita, melainkan apa kontribusi kita kepada agama Islam dan sesama manusia di dunia. Hal tersebut yang “dilakoni” beliau hingga wafat.

Teladan beliau mengingatkan pada sebuah hadits nabi Muhammad Saw. bahwa agama adalah nasihat (menghendaki baik), yang berbunyi:

عَنْ أَبِي رُقَيَّةَ تَمِيْمٍ بْنِ أَوْسٍ الدَّارِي رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ قُلْنَا: لِمَنْ ؟ قَالَ: للهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ – رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Artinya:

Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad-Daari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama adalah nasihat.” Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi rasul-Nya, bagi pemimpin-pemimpin kaum muslimin, serta bagi umat Islam umumnya.” (HR. Muslim).

Pemikiran yang telah diuraikan di atas hanya segelintir dari pemikiran Kiai Zarkasyi.

Tentu masih banyak pemikiran yang belum sepenuhnya ditulis, namun setidaknya tulisan ini dapat memberikan sejumput sumbangsih guna memahami karakteristik yang unik dari sosok Kiai Zarkasyi.

Kiprah Sosial KH. Imam Zarkasyi Djunaidi


Manusia diciptakan oleh Allah Swt. sebagai khalifah fil ardh yang senantiasa membawa risalah perdamaian, keadilan, kearifan dan mempunyai tugas untuk mewujudkan Islam rahmatan lil ‘alamin.

Sebagai inidividu yang sudah kokoh keimanannya, Kiai Zarkasyi memberikan aliran-aliran kebajikan lewat cara beliau memperlakukan masyarakat dengan penuh kasih sayang.

Mereka yang diberi laqob “kiai” adalah mereka yang memiliki pandangan yandzhuruna ilal ummah bi ‘ainir rahmah (melihat umat dengan pandangan kasih sayang).

Kiai Zarkasyi adalah sosok kiai yang humanis. Kiprah beliau terhadap umat memberikan pejaran bagi generasi setelahnya, bahwa sebagai seorang muslim harus berbuat baik dan memberikan kebermanfaatan bagi sesama.

Hal ini dilakukan oleh belaiu semata-mata karena mengharap ridha Allah Swt.

Pertama, kedermawanan. Beliau adalah seseorang yang dermawan bagi sesama. Hal ini dibuktikan dengan adanya cerita, bahwa banyak sekali orang yang memanfaatkan ‘kedermawanan’ beliau, dengan cara mengaku sedang dilanda kesusahan dan permasalahan yang pelik.

Ketika Kiai Zarkasyi didatangi orang tersebut, secara mengejutkan beliau langsung memberikan bantuan kepadanya.

Beliau tidak mempersoalkan latar belakang, identitas, maupun golongan tertentu. Karena semua adalah makhluk Allah Swt.

yang berhak mendapatkan kebaikan dari Allah Swt. melalui perantara beliau (Sayyid Ahmad, 2008).

Kedua, cinta perdamaian. Selain Mahatma Gandhi yang menyerukan gerakan Ahimsa di India yang berarti tidak melukai, tidak menyerang dan tidak membunuh (Joyo, 2018). Kiai Zarkasyi mempunyai gagasan tentang perdamaian (nir-kekerasan).

Sebagai manusia yang terus memperjuangkan nilai-nilai Islam, salah satunya cinta damai, selama hidupnya Kiai Zarkasyi sangat menekankan hal tersebut.

Salah satu contohnya adalah kisah beliau meredam amarah dan menangani konflik pada tahun 2001.

Pada saat ada upaya pema’zulan Gus Dur sebagai presiden Republik Indonesia, para demonstran bermaksud memenuhi pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, sebagai aksi blokade atas protes mereka terhadap tindakan yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang dirasa tidak adil.

Tak hanya pelabuhan Ketapang yang diblokade, melainkan jalur Gumitir (Jember-Banyuwangi) juga diblokade dengan menumbangkan pohon-pohon yang ada, sehingga arus transportasi mengalami kemacetan panjang.

Berbagai upaya untuk meredam aksi massa yang dilakukan oleh aparat keamanan dan beberapa pihak, tidak memberikan dampak yang signifikan.

Aksi massa tetap tidak menghiraukan himbauan dari pejabat, aparat keamanan dan pihak-pihak terkait.

Akhirnya, Kiai Zarkasyi mendapatkan kabar dari presiden RI ke-4, KH. Abdurrahman Wahid dan Ketua Umum PBNU, KH. Hasyim Muzadi dengan cara menelepon beliau.

Sehingga kabar tentang blokade pelabuhan Ketapang dan Gumitir terdengar oleh Kiai Zarkasyi yang saat itu sedang terbaring lemah akibat akibat sakit keras, mebuat Kiai Zarkasyi bangkit dari tempat tidurnya dan menuju titik aksi (pelabuhan Ketapang) dengan dibonceng menggunakan motor pada malam hari.

Sesampainya di pelabuhan Ketapang, beliau disambut hangat dan penuh kehormatan oleh para demonstran.

Saat berada di tengah lautan manusia tersebut, Kiai Zarkasyi hanya menyampaikan pesan dari Gus Dur dan KH. Hasyim Muzadi, bahwa dengan cara yang demikian, tidak akan membuahkan keberuntungan. Justru sebaliknya, akan dirugikan.

Tidak membutuhkan waktu lama, akhirnya aksi tersebut dapat dihentikan. Hal ini menunjukkan, bahwa Kiai Zarkasyi adalah kiai yang disegani oleh masyarakat luas, terutama di Banyuwangi.

Pesan yang beliau sampaikan kepada massa aksi bagaikan angin segar yang memberikan kesejukan dan meredam gejolak api amarah lautan manusia pembela Gus Dur.

Setelah aksi blokade di pelabuhan Ketapang dapat diatasi, Kiai Zarkasyi langsung menuju ke jalan Gumitir (Jember-Banyuwangi) yang juga diblokade massa.

Dengan penuh rasa pengabdian yang tinggi, dengan keadaan beliau yang semakin melemah, ternyata tidak lantas membuat kobaran semangatnya untuk “ngopeni” masyarakat menjadi padam.

Kiai Zarkasyi telah menjadi sosok yang selama hidupnya berdedikasi penuh kepada masyarakat dan memberikan pejalaran—perkataan maupun tindakan—untuk dijadikan tolok ukur perjuangan selanjutnya.

Kiprah sosial yang dilakukan oleh Kiai Zarkasyi, membuktikan bahwa beliau adalah Waliyyun min Auliyaillah.

Ila Syaikhina wa Mu’allimina Al-maghfurlah KH. Imam Zarkasyi Djunaidi, nafa'anallahu bihi wa bi 'ulumihi fi daroini. Aamiin. Al-fatihah.

Penulis: Al-faqir Dendy Wahyu Anugrah


Bibliografi

Joyo, P. R. (2018). Ahimsa : Nalar Gandhi Tentang Perlawanan. 1, 54–75.

RMI. (2020). KIAI MENGGUGAT, GUS DUR MENJAWAB. IRCiSoD. https://books.google.co.id/books?id=uc_8DwAAQBAJ&printsec=copyright&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false

Sayyid Ahmad, A. R. (2008). Tiga Kiai Khos (1st ed.). Pustaka Pesantren.



Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak