BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Recent

Bookmark

Bullying Mewabah, Preventif dan Represif Menjawab


Bullying

Pena Laut - Baru-baru ini kembali terjadi tindakan bullying yang dilakukan oleh remaja Indonesia.

Kejadian menyedihkan ini menimpa seorang pelajar yang dipukuli oleh beberapa remaja lainya.

Para pelaku perundungan diketahui adalah pelajar SMP dan sebagian lain masih menempuh pendidikan di sekolah dasar.

Sangat disayangkan di video yang berdurasi sekitar 2 menit tersebut menampakkan bagaimana para pelajar memukul bahkan menendang korban.

Video yang diposting oleh akun instagram kitasemuaadalahpenolong memberikan kabar bahwa peristiwa pilu tersebut terjadi di Kecamatan Cicendo Kota Bandung.

Sebelum kejadian di kecamatan Cicendo, banyak sekali ironi bullying yang kabarnya mencuat ke permukaan masyarakat.

Tidak bisa dipungkiri penindasan yang dilakukan oleh remaja bisa kita kategorikan sebagai patologi sosial.

Banyak cerita siswa berhenti sekolah karena menjadi objek perundungan teman-temannya.

Tak perlu jauh-jauh kejadian yang nyaris sama menimpa pelajar SMP dari Desa Watukebo, Blimbingsari, Banyuwangi.

Gadis manis berinisial ML mogok ke sekolah karena saat dia berada di sekolah harus menerima hinaan dari teman-temannya.

Mogok sekolah tersebut menjadi perhatian Ibu Ipuk selaku Bupati Banyuwangi.

Beliau berkunjung ke rumah adik ML untuk memberikan motivasi semangat kembali bersekolah.

Namun, sudah hal tentu kita sangat kenal dengan pepatah “Mencegah lebih baik daripada mengobati.”

Sebelum banyak terjadi siswa yang berhenti sekolah karena perilaku perundungan seharusnya ada pengendalian sosial preventif dan represif yang digalakkan.

Tindakan preventif ini bisa dilakukan oleh orangtua, guru, dan semua elemen-elemen masyarakat penunjang pemahaman remaja terkait bahayanya tindakan bullying.

Sedikit mengutip perkataan seorang sejarawan Umar Abdul Jabbar dalam kitab khulashoh nurul yaqin bahwa sirah nabawiah atau sejarah kehidupan nabi adalah perihal yang dapat menjernihkan hati yang sulit dinasihati dan paling mulianya madrasah yang dapat menanamkan iman kuat di hati para pemuda.

Di sini saya akan menyampaikan bagaimana rasul berhadapan dengan pemuda yang masih butuh pengawasan.

Dalam banyak riwayat Nabi Muhammad memang terkenal dengan sifat kasih sayangnya terhadap anak-anak.

Nabi Muhammad tidak segan-segan untuk memberikan senyuman, mengecup, atau memeluk mereka.

Diriwayatkan oleh Usamah bin Zaid bahwa rasulullah meletakkan kepala Usamah di paha Nabi Muhammad.

Dan di paha lainnya beliau menaruh kepala sayyidina Hasan seraya berdoa, “Ya Allah! kasihilah mereka sebagaimana aku menyayangi mereka"

Dari hikayat tersebut dapat menjadi acuan bagi orangtua dan guru bagaimana cara mendidik seorang pemuda.

Meraih hati mereka adalah lebih baik daripada harus membentak saat mereka berbuat salah.

Tak berhenti di situ doa orangtua dan guru juga berperan dalam perkembangan para pelajar.

Setelah membahas tindakan preventif, tahapan represif bisa menjadi opsi selanjutnya.

Dalam Undang-undang yang ada di negara kita, anak-anak di bawah umur yaitu mereka yang masuk 12 tahun dan di bawah 18 tahun saat melakukan tindak pidana memiliki kekhususan sendiri yang berbeda penangananya dengan orang dewasa.

Ketentuan-ketentuan terkait sistem peradilan pidana anak tercantum dalam Undang-Undang No.11 tahun 2012.

Asas yang diberlakukan dalam sistem pidana anak adalah di antaranya: perlindungan, keadilan, nondiskriminasi, dan kepentingan terbaik bagi anak.

Sudah hal tentu keputusan hakim dalam pidana anak ini lebih condong ke arah restorasi (restorative justice).

Sehingga kemungkinan besar yang dicapai adalah kata “Damai” dari pihak pelaku atau korban.

Keputusan yang dianggap “Damai” sebenarnya adalah sebuah bentuk ketidakadilan.

Jika terus seperti ini, kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh remaja akan sulit berkurang. 

Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) seharusnya dikaji ulang, agar proyek keadilan yang diusung hukum di Indonesia bisa tercapai. 

Meski tidak harus kembali seperti metode hukum sebelum adanya SPPA yaitu menyamakan hukuman anak-anak dengan dewasa seharusnya hukum kita lebih mementingkan diri korban.

Demoralisasi yang terjadi di penghujung zaman ini harus segera diatasi tanpa terkecuali. Perundungan harus cepat-cepat dihilangkan.

Sekolah harus menjadi wahana yang dirindukan setiap pelajar.

Kesemangatan harus terus berkobar di jiwa remaja tanpa adanya tekanan yang menakutkan.

Untuk bullying yang masih mewabah, semoga saja segera punah. Amin.

Penulis: Zein
Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak