BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Recent

Bookmark

Menyoal Kewajiban Tenaga Pendidik Di Institut Agama Islam Ibrahimy

Menyoal Kewajiban Tenaga Pendidik Di Institut Agama Islam Ibrahimy

Pena Laut - Dalam menyambut nafas baru di Institut Agama Islam (IAI) Ibrahimy, saya sebagai salah satu mahasiswa mempunyai kewajiban untuk mengucapkan selamat atas dilantiknya seluruh jajaran birokrasi kampus di Auditorium K.H.R As’ad Syamsul Arifin pada Jumat (6/1/2023). Mohon maaf, telat memberi ucapan.

Maklum, bukan partai politik atau organisasi profit yang “sat-set” memberi karangan bunga di depan Gedung Rektorat. Sebenarnya, agak silau di mata mahasiswa seperti saya ketika melihat karangan bunga dari partai politik masuk kampus.

Sebelum ke inti pembahasan, alangkah baiknya saya mengingatkan kepada khalayak untuk tidak “serta-merta” menjustifikasi bahwa tulisan semacam ini mengandung unsur “menjelek-jelekkan” atau “mencoreng” nama baik kampus. Sama sekali tidak.

Justru, kritik-konstruktif itu bisa melihat persoalan seobjektif mungkin, sehingga para pembaca atau pihak kampus tidak mencoba mencemari tulisan ini dengan kata “ditunggangi” atau berlandaskan sentimen belaka.

Padahal seharusnya, persoalan tunggang-menunggang tidak menjadi objek yang cukup serius untuk diperdebatkan, dengan melihat masih banyak persoalan-persoalan yang belum terselesaikan atau sama sekali belum ditemukan.

Karena belum jelasnya kinerja “kabinet” di era kepemimpinan rektor baru, banyak pihak yang mencoba main tebak-tebakkan.

Ya, probabilitas memang selalu mengelilingi kehidupan manusia dan terkadang, probabilitas menjadi tempat untuk mencari nafkah!.

Dunia akademik seperti perguruan tinggi memang mempunyai tugas yang sangat penting, terutama dalam masyarakat. Tri Dharma perguruan tinggi.

Nah, salah satu perwujudan tugas yang terbilang berat tersebut adalah menulis (penelitian). Pastinya, Bapak-Ibu sebagai dosen mengetahui maksud dan tujuan tulisan ini. Kalau sudah paham, silahkan tinggalkan tulisan ini. Jika belum, kelihatannya harus dibaca sampai khatam!

Selain mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan berupa “transformasi ilmu”, tenaga pendidik juga berkewajiban membuat karya tulis ilmiah; jurnal ilmiah.

Jika melihat website Institut Agama Islam (IAI) Ibrahimy, disana akan menampilkan berbagai macam informasi—meskipun belum semua terisi, sih.

Mulai dari berita acara, jadwal perkuliahan dan profil fakultas. Dan, kita juga dapat melihat jurnal ilmiah yang ditulis oleh para dosen.

Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, secara eksplisit dijelaskan dalam beberapa pasal.

Namun, kampus juga mempunyai jurnal ilmiah yang bernama “Abdi Kami”. Coba, deh, kalian lihat, apakah para dosen produktif dalam menulis? Padahal, menulis adalah “fardhu ‘ain” bagi setiap dosen.

Nah, ini yang saya maksud sebagai persoalan yang harus segera diselesaikan.

Bagaimana mungkin, di satu sisi para dosen—tidak semua—mendadak menjadi seorang yang perfeksionis di depan para mahasiswa yang ingin menuntaskan tugas akhirnya, namun di sisi lain ketika melaksanakan salah satu kewajibannya (menulis) justru pihak kampus harus repot-repot membuat spanduk dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) untuk memberikan “teguran” kepada para dosen agar segera “menunaikan” kewajibannya.

Untuk mengetahui apakah para dosen kita produktif, terutama dalam membuat jurnal ilmiah, silahkan buka di Google Scholar dan ketik nama dosen tersebut. Nanti, akan kelihatan.

Jika beliau produktif, akan mudah dicari. Tapi, jika beliau “jarang” atau bahkan “aras-arasen (malas)” menulis, menemukan namanya di Google Scholar sulitnya minta ampun, walaupun namanya ditulis sedetail mungkin.

Apalagi, masih banyak jurnal ilmiah yang “nulis bareng” dengan sesama dosen. Bagaimana dengan rektor?  Sudah seharusnya menjadi teladan, kan? (Perihal ini, silahkan dilihat. Berapa tulisan beliau).

Tapi, untuk saat ini hal semacam itu bisa dimaklumi dan saya menyadari bahwa menulis itu bukan kegiatan yang mudah. Yang jelas lebih sulit menulis daripada melupakan si Reyhan!

Seyogyanya, pihak kampus mempunyai sikap yang tegas perihal ini. Sekali lagi, saya tidak maksud merasa “si paling” di sini, melainkan hanya menyampaikan “uneg-uneg” Bapak Rektor dan Wakil Rektor yang seringkali “menggaruk-garuk” kepalanya, karena masih banyak dosen yang “bandel”—konteksnya soal menulis penelitian lo, ya, bukan yang lain.

Terakhir, terbesit dalam pikiran saya untuk memberikan komentar kepada pihak-pihak yang mencoba memberi permen kepada mahasiswa agar tidak lagi bersuara. Seringkali “kami” mendengar, bahwa beberapa orang mencari siapa dibalik tulisan-tulisan ini.

Ada juga yang berusaha meredam agar tulisan-tulisan semacam ini jangan sampai “ada” lagi. Pokoknya, semua bertendensi pada tujuan yang sama. Lantas, bagaimana komentar tentang hal tersebut?

Eh, ternyata asbak sudah terpenuhi dengan puntung rokok dan kopi belum disentuh sama sekali. Sekian, semoga “ndakik-ndakik” ini menghibur para pembaca yang budiman!

Oleh : Dendy Wahyu Anugrah

Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak