Pena Laut - Pernahkah kamu berbagi cerita tentang kesibukanmu pada orang lain hanya agar mereka menganggapmu sebagai pekerja keras?
Pernahkah kamu menghabiskan berjam-jam waktumu untuk bekerja dan hanya beberapa jam saja untuk beristirahat?
Atau mungkin, pernahkah kamu merasa insecure, cemas hingga panik melihat pencapaian orang lain sementara kamu masih belum mendapat apa-apa?
Ini adalah fenomena budaya gila kerja yang menjadi trend saat ini khususnya kalangan muda, budaya ini disebut dengan Huste Culture.
Nah, jika kamu pernah mengalami kejadian diatas, jangan-jangan kamu tergolongan Hustle Culture?
Lebih jelasnya yuk simak baik-baik apa itu Hustle Culture, penyebab dan apa saja dampaknya.
Pengertian Hustle Culture
Hustle Culture merupakan istilah yang ada di dunia pekerjaan. Istilah ini menetapkan standar di masyarakat yang menganggap bahwa kamu bisa mencapai kesuksesan kalau benar-benar mendedikasikan hidup kamu untuk pekerjaan.
Hustle culture adalah gaya hidup yang mendorong seseorang untuk terus bekerja. Budaya ini mengikat pola pikir orang-orang yang mengikutinya dengan membuat mereka ketagihan bekerja.
Mereka beranggapan semakin giat bekerja, semakin cepat kenaikan karir maka akan semakin cepat pula memiliki banyak uang yang akan menjamin masa depan mereka nantinya.
Menurut mereka kesuksesan diukur dengan seberapa banyak waktu yang dihabiskan untuk bekerja. Semakin terlihat sibuk semakin terlihat sukses. Sedangkan mereka yang menikmati waktu santai akan dianggap sedang membuang-buang waktu.
Orang-orang yang mengikuti prinsip kerja Hustle Culture ini cenderung perfeksionis, karena memastikan pekerjaannya dilakukan dengan sempurna.
Bahkan pola kerja seperti itu juga dapat mempengaruhi hubungan pekerja dengan rekan-rekan kerjanya karena pengaruh sifat kompetitif yang kurang sehat.
Contohnya, karyawan yang bekerja dengan jam kerja normal akan terlihat tidak bekerja keras dibandingkan dengan orang yang bekerja sepanjang waktu melebihi jam kerjanya, akibatnya atasan akan senang dengan sistem kerja yang cepat selesai dengan gaji yang sama dengan karyawan lainnya.
Nah, kalau sudah seperti itu siapa nih yang makin banyak fulusnya? karyawan atau bos?
Penyebab Terjadinya Hustle Culture
Ada beberapa alasan kenapa hustle culter ini bisa terjadi, diantaranya:
1. Toxic Positivity
Toxic positivity adalah sikap yang menuntut diri sendiri maupun orang lain untuk selalu memiliki pikiran dan emosi positif walaupun sedang dalam keadaan buruk sekalipun.
Sikap ini cenderung mendorong seseorang untuk enggan menerima atau mengakui apa yang kita rasakan, karena beranggapan bahwa emosi negatif tidak sebaiknya dirasakan.
Sekilas memang terlihat tidak ada yang salah, namun dampak dari toxic positivity ini akan membuat seseorang selalu memaksakan dirinya untuk menahan emosi negatifnya.
Padahal, emosi negatif adalah hal yang wajar dialami, meskipun harus tetap diatasi.
Contoh sikap toxic positivity adalah “orang lain bisa melakukan ini, bukankah harusnya aku juga bisa? Mengeluh saja tidak akan membuat semuanya membaik.”
2. Kemajuan Teknologi
Kemajuan teknologi turut menjadi penyebab dari hustle culture loh. Ini terjadi karena semakin berkembangnya teknologi juga semakin mempermudah pekerjaan.
Mengirim dan membalas email, membuat presentasi, online meeting dan lainnya. Tanpa disadari kemudahan ini mendorong seseorang untuk bekerja sepanjang waktu tanpa memikirkan kesehatan.
3. Standar Masyarakat
Masyarakat masih berasumsi bahwa standar kesuksesan seseorang diukur dari seberapa cepat dan tinggi karir seseorang.
Semakin tinggi posisi atau karir yang dicapai, maka dianggap semakin mudah dan banyak memiliki uang, padahal belum tentu demikian.
Tidak sedikit dari mereka yang memiliki jabatan tinggi dan banyak uang namun mereka tidak bisa menikmati kekayaan yang dimiliki karena harus kesehatan fisiknya melemah akibat kelelahan bekerja.
Dampak Hustle Culture
Nah, ada beberapa dampak buruk dari hustle culter ini, diantaranya:
1. Burnout
Burnout adalah kondisi dimana kamu mengalami kelelahan fisik, emosi, dan juga mental. Ini disebabkan karena jam atau sistem kerja yang extrem sampai tidak menghiraukan kesehatan diri sendiri.
Ada beberapa tanda tanda apabila kamu mengalami burnout antara lain: mudah marah, tidak produktif di tempat kerja, merasa tidak berdaya atau tidak bisa melakukan apa-apa, kepercayaan diri menurun, terlalu sering menunda pekerjaan, dan lain-lain.
2. Terkena Penyakit Fisik
Pola makan dan pola tidur yang tidak teratur adalah salah satu efek samping dari hustle culture. Sekuat apapun tenaga kita, jika tubuh kita merasa kelelahan pasti ada kalanya tubuh tidak bisa berfungsi secara maksimal.
Kelelahan dapat meningkatkan resiko berbagai penyakit dari yang ringan, berat hingga kematian.
3. Tidak Pernah Merasa Puas
Orang-orang yang terjebak oleh budaya ini akan selalu membandingkan dirinya dengan orang lain dan cenderung tidak akan puas dengan hasil yang sudah dicapai.
Mengingat kerja keras yang dilakukan hanya karena demi kesuksesan yang tolak ukurnya sebenarnya jauh dari kemampuan yang kita miliki
4. Tidak Memiliki Waktu Untuk Kehidupan Pribadi
Seseorang yang sudah terjebak dengan Hustle Culture biasanya tidak memiliki waktu luang untuk kehidupan pribadinya.
Setiap harinya hanya dihabiskan untuk bekerja, bekerja dan bekerja demi mencapai sebuah karir yang di idam idamkan.
Mereka jarang sekali untuk memanjakan diri sendiri, walaupun hanya sekedar merefresh pikiran seperti nonton video, liburan ke tempat wisata dan lain sebagainya.
Melihat definisi serta dampaknya, jelas hustle culture bukan pola kerja yang ramah terhadap kesehatan baik fisik maupun mental.
Memenuhi kebutuhan hidup sudah menjadi sebuah kewajiban. Tapi, jangan sampai kerja elit tapi hidup sehat jadi sulit, karena segala sesuatu yang berlebihan tentunya ada tidak baiknya.
Maka dari itu alangkah baiknya kita mengatur pola hidup dan kerja secara lebih berimbang.
Apabila kamu terlanjur terjebak dalam pola kerja hustle culture, berikut ada beberapa cara supaya dapat terbebas dari pola tersebut diantaranya: merubah mindset kerja, mulai mencari hobi diluar pekerjaan, memberikan batasan waktu dalam bekerja, mengenali kemampuan diri sendiri.
Oleh: Rahmah Maftuhah Rohman
Posting Komentar