BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Recent

Bookmark

Oknum yang Ada Di Kampus Berwarna Hijau : IAI Ibrahimy

Oknum’ Yang Ada Di Kampus Berwarna Hijau :  Institut Agama Islam (IAI) Ibrahimy

Pena Laut - Perguruan tinggi merupakan instansi pendidikan yang mempunyai peran yang penting dalam pemberdayaan masyarakat.

Proses transformasi ilmu dan implementasi menjadi point penting yang harus dilakukan oleh civitas akademika seperti halnya mahasiswa.

Mereka mengemban tanggung jawab yang begitu berat, tiga tanggung jawab yang melekat pada diri mereka menuntut mereka harus melaksanakan ketiga tanggung jawab tersebut dengan sikap tawazun (seimbang).

Tri dharma perguruan tinggi yang seringkali diutarakan ketika masa orientasi mahasiswa baru, bukan hanya sebatas “sloganistik” (meminjam istilah Gie). 

Di Banyuwangi, sebagai kabupaten yang terkenal sebagai “Sunrise Of Java” juga mempunyai beberapa perguruan tinggi. Mulai dari perguruan tinggi negeri, hingga perguruan tinggi yang berbasis islam. Studi kasus tulisan ini adalah Institut Agama Islam (IAI) Ibrahimy, Genteng, Banyuwangi. 

Kampus yang berbasis islam Ahlussunnah Wal Jama’ah tersebut mengalami kemajuan yang signifikan—infrastruktur, pascasarjana, akreditasi fakultas, dll. Kemajuan tersebut dilihat dari sudut pandang masyarakat umum, bukan dari pihak mahasiswa. Sebagai mahasiswa “basi” seperti saya ini, sudah merasakan bagaimana sistem dan kinerja tenaga pendidik (dosen) yang ada di IAI Ibrahimy. 

Tulisan ini tidak berusaha menyebarkan kebencian ataupun bersifat provokatif, melainkan mencoba memaparkan fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Beberapa keluhan, laporan dan hasil diskusi di kedai kopi, membuat tangan saya “gatal-gatal” ingin segera membuat tulisan yang tentunya banyak sekali kecacatan.

Maklum, saya bukan dosen. Meskipun sebagian dosen—tidak semuanya—jarang menulis jurnal. Padahal menulis jurnal adalah “fardhu ‘ain” bagi seluruh dosen. Ya, begitulah ironisnya. 

Di bawah ini, adalah sebagian kecil problematika yang ada di Institut Agama Islam (IAI) Ibrahimy, yang secara “kebetulan” informasi tersebut menghampiri saya—tentunya dari dialog, karena informasi tidak punya kaki!

Kenapa tidak lapor ke pihak kampus? Apakah mungkin tingkat kepercayaan sebagian besar mahasiswa sudah mengalami penurunan, seperti menurunnya tingkat kesadaran mahasiswa yang oleh Sang Pendekar Pena, H. Mahbub Djunaidi, dijuluki sebagai “Dewa-dewa intelektual” itu? Perihal ini, saya kembalikan kepada pembaca yang sudi membaca tulisan ini.

Dua hal yang menjadi pokok pembahasan tulisan ini, yakni Dekan Fakultas yang “karepe dewe” dan oknum dosen yang diduga melakukan penyelewengan. Mari kita mulai! 

Pertama, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam yang tidak begitu jelas arahnya.

Mahasiswa yang aktif dalam Dewan Mahasiswa (DEMA) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, beberapa kali mengajukan proposal kegiatan oleh Dekan mengalami penolakan. Hal tersebut disampaikan oleh salah satu Pengurus DEMA-F Ekonomi dan Bisnis Islam.

Tidak jelas apa yang menjadi alasan ditolaknya proposal kegiatan tersebut. Padahal, kegiatan yang akan diadakan oleh pengurus DEMA-F adalah kegiatan yang menunjang pengetahuan mahasiswa fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam. 

Salah satu contoh yang menjadi persoalan bagi pengurus aktif DEMA-F Ekonomi dan Bisnis Islam adalah, ketika mereka mengajukan proposal kegiatan, namun dibuat “ruwet” oleh dekan. Padahal, kegiatan tersebut sudah dibicarakan jauh-jauh hari dengan dekan dan mendapatkan persetujuan. Namun, ditengah mengajukan proposal kegiatan, justru mereka harus “bolak-balik” menemui dekan untuk meminta persetujuan. Bisa dibayangkan, bagaimana sulitnya untuk mendapatkan persetujuan proposal kegiatan di fakultas tersebut.

Suatu waktu, dekan membuat perjanjian dengan salah satu pengurus DEMA-F untuk bertemu membicarakan kegiatan tersebut. Namun, dengan tanpa rasa bersalah, dekan justru menghadiri acara lain dan setelah acara tersebut selesai, beliau langsung pulang. Seperti perasaan seseorang ketika menunggu kekasihnya yang tak kunjung datang, dan akhirnya kekasih memberi kabar bahwa ia tidak bisa datang. Sungguh memprihatinkan!

Padahal dana kegiatan masih tersisa. Menjadi pertanyaan banyak mahasiswa, ketika dana kegiatan belum habis dan sudah berganti kepengurusan, lantas dana tersebut “lari” kemana? Mungkinkah dana itu berubah menjadi binatang liar yang mampu melarikan diri? 

Sistematika yang berjalan hingga hari ini, membuat pengurus DEMA-F Ekonomi dan Bisnis Islam menjadi “trauma”. Karena, ketika mengajukan berbagai rentetan kegiatan yang telah menjadi program kerjanya selama satu periode, mereka akan selalu mengalami penolakan kalaupun tidak ditolak, agaknya dipersulit. Kreativitas mahasiswa dipangkas sedemikian rupa, sehingga kegiatan hanya berupa “menggugurkan kewajiban” semata.

Esensi kegiatan yang seharusnya mampu memberikan wawasan perihal dunia ekonomi, menjadi terganggu karena sulitnya mendapatkan persetujuan pemangku kebijakan ranah fakultas. 

Kedua, oknum dosen yang diduga melakukan penyimpangan

Beberapa waktu lalu, Institut Agama Islam (IAI) Ibrahimy mendapatkan ucapan selamat karena jurnal dari IAI Ibrahimy telah terakreditasi SINTA (Science and Technology Index) lima. Di satu sisi, kampus hijau tersebut mengalami perkembangan.

Namun, di sisi yang lain justru sebaliknya. Suatu lembaga pendidikan memang perlu evaluasi dan kontrol yang ketat, agar perkembangan secara infrastruktur dan suprastruktur dapat seimbang.

Toh, Institut Agama Islam (IAI) Ibrahimy adalah kampus yang berlandaskan Ahlussunnah Wal Jama’ah An Nahdliyyah. Sikap yang diambil pasti tidak jauh dari konsep-konsep Ahlussunnah Wal Jama’ah; Tawasuth, Tawazun, Ta’adul dan Tasamuh. Benar begitu, kan? 

Dosen sebagai tenaga pendidik adalah hal yang paling berpengaruh dalam perkembangan proses perkuliahan. Ya, meskipun dosen berniat “mengabdi”. Justru ketika mereka (para dosen) mengatakan bahwa mereka mengabdi, sebisa mungkin jangan sampai “lalai” dalam melakukan pengabdian. 

Salah satu kasus yang dialami oleh mahasiswa fakultas Syariah, adalah hal yang menjadi pembahasan di sini. Yang seharusnya jam perkuliahan dilaksanakan, justru dipindahkan secara sepihak oleh dosen pengampu mata kuliah Hukum Tata Usaha Negara (HTUN) ke acara lain.

Acara tersebut adalah Sosialisasi Pencegahan HIV/AIDS yang bertempat di Kantor Desa Genteng Wetan pada Rabu (14/12/2022). Malam sebelum hari-H, dosen tersebut memberikan informasi bahwa untuk jam perkuliahan beliau, seluruh mahasiswa dihimbau mengikuti acara tersebut pada pukul 13.00 WIB. Sedangkan, pada pukul 13.00 WIB, mahasiswa semester lima (5A) prodi Hukum Keluarga Islam (HKI) seharusnya mengikuti mata kuliah Hukum Waris.

Karena telah ada informasi bahwa pada pukul sekian mahasiswa dihimbau untuk datang ke acara tersebut, salah satu mahasiswa mengkonfirmasi dosen yang mengampu mata kuliah Hukum Waris dan beliau (dosen Hukum Waris) dengan “legowo” mempersilahkan mahasiswa untuk mengikuti acara sosialisasi tersebut.

Hal ini merupakan penyimpangan, karena mata kuliah yang seharusnya diterima oleh mahasiswa “diganti” dengan acara yang sebenarnya tidak ada korelasinya dengan mata kuliah HTUN. Alih-alih mendapatkan kaos dan makanan, mahasiswa tanpa sadar tidak mendapatkan apa yang menjadi haknya—mendapatkan ilmu pengetahuan. 

Tulisan yang singkat dan penuh kekurangan ini semoga dapat memberikan perubahan dan kesadaran kepada oknum-oknum dosen yang ada di Institut Agama Islam (IAI) Ibrahimy.

Ya, meskipun saya adalah salah satu mahasiswa yang dikategorikan sebagai “pembangkang”, saya pun juga berhak untuk membela kawan-kawan saya yang tidak mendapatkan hak-haknya. Toh, saya mahasiswa, dan mahasiswi punya tanggung jawab sebagai “Agen of Control”. Akhir kalam, semoga terhibur dengan hidangan yang saya sajikan. 

Nama : Dendy Wahyu Anugrah

NIM : 2018394200012

Asli Mahasiswa Ibrahimy

Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak