BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Recent

Bookmark

Perempuan Dalam Stigma Masyarakat

Pena Laut - Pada dasarnya isu merupakan hal yang senantiasa melekat dalam diri manusia, baik laki-laki maupun perempuan.

Perempuan Dalam Stigma Masyarakat

Namun, bila diamati isu-isu yang masih berkembang hingga hari ini masih berkutat pada ketimpangan gender, yang terasa memberatkan perempuan.

Kenapa demikian ?

Tentunya ini tidak terlepas dari stigma masyarakat terdahulu yang terus diyakini turun temurun.

Meskipun demikian, sudah banyak yang berusaha untuk memberantas ketimpangan yang dirasa memberatkan perempuan.

Meskipun, belum mencapai titik yang diinginkan sepenuhnya, setidaknya perubahan ini bisa terus diusahakan agar ketimpangan gender tidak berlangsung terus menerus. 

Baca Juga: Kursi Cabang yang Telah Usang 

Stigma Masyarakat yang Melekat Pada Perempuan. 

1. Kesenjangan upah berdasarkan gender

Kesenjangan upah berdasarkan gender masih terus saja terjadi di banyak negara di dunia termasuk Indonesia. 

Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) menemukan bahwa dari gaji pekerja perempuan maupun laki-laki mendapatkan gaji yang sama.

Pekerja perempuan masih merasakan diskriminasi gender pada pelaksanaan jaminan sosial.

Sampai saat ini jaminan sosial untuk pekerja laki-laki dapat menanggung istri dan anak-anaknya, sedangkan pekerja perempuan hanya mendapat jaminan untuk dirinya sendiri.

Hal ini menjadi isu besar, ketika pekerja perempuan tersebut adalah seorang orang tua tunggal. 

Pada tahun 2020, pemerintah mengeluarkan RUU cipta kerja yang dianggap sangat menekan dan merugikan buruh perempuan.

Bantak Poin-poin kontroversial yang dianggap merugikan pekerja perempuan, diantaranya:

A. Cuti haid

B. Cuti melahirkan

C. Hak untuk menyusui

D. Alasan perusahaan boleh melakukan PHK

E. Pekerja perempuan informal masih dikecualikan di UU Cipta Kerja

2. Kekerasan pada perempuan

Sangat disayangkan kasus kekerasan pada perempuan masih ramai diberitakan.

Tingginya kasus pelecehan hingga kasus kekerasan perempuan masih belum dapat dihentikan.

Perempuan kerap kali menjadi korban utama kekerasan.

Contohnya: pada awal Maret 2022 lalu seorang kakek tega mencabuli cucunya sendiri,

pada 12 Februari 2022 kasus KDRT di Banyuwangi,

Pada 1 Februari 2022 karyawan restoran kedapatan merekam mahasiswi ditoilet di Jember,

lalu kasus pada November 2021, dimana gadis 16 tahun digilir dua pemuda di Banyuwangi. 

Dari kasus-kasus diatas kekerasan yang mereka terima datang dari orang-orang terdekatnya.

Sehingga menimbulkan efek perempuan tidak bisa mempercayai siapapun.

3. Rendahnya tingkat kepercayaan diri perempuan

Perempuan yang masih terbelenggu dengan budaya patriarki mengenai tingkah laku, kepribadian dan sikapnya tentunya akan kesusahan untuk tampil percaya diri didepan publik.

Sebab, perempuan yang selalu dikaitkan dengan pekerjaan domestik, diharuskan tunduk, dan patuh pada stigma masyarakat yang berlaku.

Kerap kali muncul keraguan pada perempuan untuk tampil didepan publik, hal ini dikarenakan perempuan masih belum memiliki kepercayaan diri untuk dapat menerima kritikan dari masyarakat.

Perempuan-perempuan yang telah berhasil mengumpulkan kepercayaan dirinya pun, untuk tampil di publik masih harus menerima kecaman, predikat sebagai perempuan pembangkang, tidak bisa diatur, egois,

Bahkan tidak jarang dicap tidak bisa menjadi ibu rumah tangga yang baik, karena berani mengungkapkan opininya.

Upaya Menekan Stigma pada Perempuan:

Dengan cara terus mendesak pemerintah untuk menyetarakan upah/gaji pekerja perempuan dan pekerja laki-laki adalah tindakan yang tepat untuk mencapai kesejahteraan.

Karena apabila masih terdapat kesenjangan upah/gaji ini tentunya akan menjadi beban untuk para pekerja perempuan yang menjadi tulang punggung bagi keluarga nya. 

Masyarakat PMII Komisariat Ibrahimy pun turut serta dalam pengupayaan pengganti pengesahan Undang-Undang Omnibus law, yakni dengan melakukan demonstrasi di gedung DPRD Banyuwangi.

Hal ini juga bertujuan untuk mengupayakan kesetaraan upah untuk pekerja perempuan maupun laki-laki, agar tidak terjadi kesenjangan upah di antara mereka. 

Kemudian terus adakan kajian-kajian seputar kekerasan pada perempuan, agar dapat menambah wawasan kita agar lebih hati-hati dalam menjaga diri sendiri.

Kita juga bisa mewaspadai sekitar kita, dalam artian bukan tidak mempercayai siapapun, tapi lebih untuk membatasi kepercayaan kepada orang lain. 

Membangun personal branding perempuan sangat diperlukan untuk menciptakan kepercayaan diri perempuan.

Oleh: Perahu Perempuan 

Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak