BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Recent

Bookmark

Ikhtisar Pendidikan Kaum Tertindas Paulo Freire

PENA LAUT - Di Brasil, kita kenal dengan pendidik radikal yang mempunyai gagasan tentang “Pendidikan kaum Tertindas”. Ia adalah Paulo Freire.

Mengenai biografi beliau, tidak perlu ditulis disini. Karena, selepas membaca ikhtisar (ringkasan) ini, si pembaca akan mencari siapa beliau.

pendidikan kaum tertindas

Paulo Freire, yang selanjutnya akan disebut Freire, membongkar pendidikan berwatak pasif yang kala itu menjadi model pendidikan pada umumnya.

Pendidikan yang melanggengkan sistem relasi penindasan dan apriori

Sistem pendidikan “Gaya bank” adalah sebutan Freire untuk pendidikan yang menindas tersebut.

Dimana guru menjadi seperti cangkir yang berisikan air, lalu di berikan kepada muridnya yang diibaratkan sebagai gelas untuk menjadi wadah air tadi.

Adapun sitem pendidikan Gaya Bank yang dimaksud Freire, sebagai berikut :

  1. Guru mengajar, murid belajar
  2. Guru tahu segalanya, murid tidak tahu apa-apa
  3. Guru berpikir, murid dipikirkan
  4. Guru bicara, murid mendengarkan
  5. Guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menuruti
  6. Guru memilih apa yang diajarkan, murid menyesuaikan diri
  7. Guru adalah subjek proses belajar, murid adalah objeknya

Sebagai proses dialektika atau antitesa Freire, ia memberikan konsep pendidikan “hadap masalah”. Model pendidikan ala Freire ini kebalikan dari sistem pendidikan gaya bank .

Yakni sistem yang mendorong kesadaran kritis peserta didik.

Paulo Freire melancarkan model pendidikannya pada tahun 1950-an, ketika ia terlibat dalam pengajaran membaca dan menulis dalam suatu kegiatan pendidikan pemberantasan buta huruf untuk petani miskin.

Berangkat dari pandangan bahwa pendidikan adalah sarana untuk menumbuhkan kesadaran kritis dan mendobrak struktrur sosial yang tidak adil.

Paradigma tersebut terlahir dari sistem pendidikan kala itu yang dijadikan alat penindasan dan dehumanisasi. 

a) Konsep Pendidikan ala Paulo Freire

Sitem pendidikan “hadap masalah” adalah sistem yang ditawarkan atau menjadi antitesa Freire terhadap pendidikan “gaya bank”.

Sistem tersebut menjadi alternatif baru agar pendidikan tidak hanya sebatas mengisi wadah yang kosong.

Seperti adagium yang sering kita dengar atau kita baca, “pikiran bukanlah wadah yang hanya diisi, melainkan api yang harus dinyalakan.” 

Manusia adalah titik tolak dari konsep pendidikan Freire.

Ia menjadikan manusia sebagai subjek, bukan yang kita rasakan saat ini (menjadi objek).

Karena manusia ada di dalam realitas itu sendiri, maka model pendidikannya juga menghadapkan kepada peserta didik agar mampu memahami realitas sekitarnya.

Bagi Freire, pendidikan yang membebaskan adalah pendidikan yang menumbuhkan kesadaran kritis transitif.

Kesadaran kritis transitif ditandai dengan kedalaman menafsirkan masalah – masalah, percaya diri dalam berdiskusi, mampu menerima dan menolak.

Pembicaraan bersifat dialog. 

Pada tingkat ini orang mampu merefleksi dan melihat hubungan sebab-akibat. 

Dalam proses tersebut, guru dan murid tidak ada yang namanya superior maupun inferior.

Semua sama guna menyadarkan daya kritis.

Guru dan murid tidak lagi di posisikan sebagai pengajar dan pelajar, melainkan mereka semua sama dihadapkan dengan permasalahan yang menjadi pembahasan.

Guru menjadi koordinator atau pemantik pembahasan dan peserta didik menjadi pasrtisipan dalam dialog tersebut.

b) Pentingnya Proses Dialog 

Peranan guru sangat strategis dalam setiap proses pendidikan.

Inti pembebasan guru justru dengan mentransformasikan hubungan guru dengan murid.

Sampai saat ini, masih banyak (tidak semua) posisi guru menjadi subjek pendidikan, dan peserta didik menjadi objek pendidikan.

Hal inilah yang menjadikan pendidikan sebagai dominasi, bukan pembebasan. 

Berbeda dengan pandangan Freire. Justru ia memberikan metode pembelajaran yang bersifat “dialogis”.

Transformasi yang dilakukan guru kepada peserta didik adalah proses dialogis tersebut.

Dehumanisasi terjadi, ketika pendidikan meletakkan peserta didik sebgai objek, demikian pandangan Freire.

Karena dengan adanya menjadikan peserta didik sebagai objek pendidikan, tendensinya akan berupa penjinakkan atau penaklukan. 

Dengan menganggap bahwa guru sebagai orang yang banyak tahu, maka peserta didik akan enggan mengajak diskusi atau membahas permasalahan di sekitarnya.

Proses dialog sangat ditekankan oleh pendidikan ala Freire, karena dengan hal tersebut kesadaran kritis dan pembebasan relasi kekuasaan akan terkikis. 

Tujun utama dari pendidikan ala Freire atau ideologi Freire adalah menciptakan pendidikan yang kritis, lebih egaliter dan demokratis.

Lanjutkan membaca, jangan berhenti disini!

Baca Juga : Perempuan dan Kebebasan

Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak