Namun, hal yang berbeda yang dijalani oleh Ernesto. Mahasiswa
semester lima yang berambut gondrong dan sangat menyukai hal-hal yang berkaitan
dengan buku. Semasa kecil memang ia diperkenalkan oleh Ayahnya tentang berbagai
macam jenis buku. Hingga, setiap kali Ernesto berulang tahun, Ayahnya selalu
memberinya buku mulai dari novel, biografi tokoh, hingga antologi puisi.
“Assalamu’alaikum...!!!” ucapan salam Karmin.
“Wa’alaikum salam wr wb,” jawab Ernesto yang sedari siang di base Camp.
Karmin masuk dengan segerombolannya diruang tamu dan Ernesto tetap di ruang tengah yang sedang asyik dengan karibnya, buku.
Tak lama, suara Karmin berbisik – bisik dengan lima orang kawannya, yakni Sudro, Kartolo, Himman, Castro dan Rangga.
“Lihatlah Si kutu buku, Ernesto itu. Dia pasti tahu banyak hal, seperti yang Dosen kita tadi katakan; Orang yang Kosmopolit,” bisik Karmin.
Kelima temannya mengangguk-anggukkan kepala, bertanda bahwa ia memahami perkataan Karmin.
Ernesto yang sedang asyik membaca, menimpali perkataan kawannya. Karena ternyata ia mendengar apa yang mereka bicarakan.
“Ah, kalian terlalu berlebihan. Apa yang kalian lihat, masih perlu dibuktikan.”
Mereka langsung menoleh ke arah Ernesto dengan wajah yang kaget. Kartolo yang selalu diam ketika diskusi, akhirnya angkat bicara.
“Kita melihatmu memang demikian, Er. Bukan apa-apa, tapi memang
kami salut padamu. Bahkan engkau hingga mendapat julukan Si kutu buku. Bagiku
itu suatu pencapaian yang luar biasa,” dengan kata yang sedikit terbata-bata.
Melihat dialog itu, Ernesto diam sejenak seraya menutup bukunya. Menghela nafas panjang dan berkata,
“Apakah kalian tahu isi hati seseorang?”
Karmin dan kawan-kawan tak menjawab.
“Maksud pertanyaanku adalah, apa yang kalian sangka itu masih perlu diverifikasi. Kan kalian sudah tahu, kebenaran menurut pandangan banyak orang belum tentu benar, masih perlu diuji,” sahut Ernesto.
“Teruskan. Aku belum mengerti..” Sudro yang terus memegangi kepala seperti filosof.
“Seseorang yang tak henti-hentinya belajar, bukan berarti ia sudah menguasai banyak hal. Bisa jadi, ia justru merasa kekurangan dan haus akan ilmu pengetahuan. Masih banyak hari ini orang yang sudah merasa cukup dengan kapasitasnya yang terbilang pas-pasan. Diskusi tak mau, membaca tak sudi, apalagi berfikir (Berfikir setengah-setengah). Saya memang banyak tidak sepakat dengan Gerakan Separatis Islam, tapi juga beberapa hal yang sangat sepakat. Tentang menggaungkan, “Mari kembali pada Al-Qur’an dan Al-Hadits!!”.
“Memang kita harus kembali pada Al-Qur’an dan Al-Hadits, terutama kepada wahyu Allah SWT itu. Karena, kita harus melihat sejarah bahwa ayat yang pertama kali turun berbunyi : Iqro’!. Membaca adalah spirit perjuangan kita saat ini sebagai generasi muda. Tak hanya berhenti di situ saja, melainkan juga mampu berfikir kritis dengan keadaan sosio-politi-ekonomi kita saat ini. Jadi, singkatnya membaca bukan untuk kepintaran semata, melainkan juga memupuk kepekaan kita pada sesama. Inilah yang dimaksud, Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya.”
Karmin dan kawan-kawannya melongo tak berkata apapun. Mereka mengagumi Ernesto yang fasih berbicara dan kedalaman ilmu yang ia sampaikan dengan sangat mengesankan. Setelah dialog beberapa menit itu, Ernesto pergi kebelakang untuk membuatkan mereka kopi...
Oleh : DW Anugrah
Posting Komentar