BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Recent

Bookmark

Refleksi Sumpah Pemuda : Degradasi Kesadaran Pemuda Indonesia

sumpah pemuda
Pena Laut
- Hari ini tepat pada tanggal 28 Oktober 2022. Sejarah mencatat, 94 tahun yang lalu Indonesia di anugerahi pemuda-pemuda dari berbagai suku, ras, agama, yang mencoba bersatu demi bangsanya.

Sumpah pemuda yang terus diperingati setiap tahunnya, menjadi bahan diskursus oleh berbagai elemen masyarakat, khususnya intelektual-intelektual yang terus merefleksikan hari yang menjadi pondasi persatuan seluruh organisasi kedaerahan kala itu.

Satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa adalah esensi dari isi teks sumpah pemuda.

Kembali melihat sejarah, bahwa Kongres Pemuda telah dilaksanakan dua kali.

Yang pertama pada 30 April sampai 2 Mei 1926 dan yang kedua dilaksanakan pada 27-28 Oktober 1928.

Pembahasan kali ini bukan terfokus pada sejarah adanya Sumpah Pemuda, melainkan mencoba merefleksikan Hari Sumpah Pemuda dengan sudut pandang yang jarang di perbincangkan dalam ruang-ruang dialektika maupun kedai-kedai diskursus.

Pastinya, para intelektual muda kala itu membentuk suatu “Kongres Pemuda” bukan serta merta demi kepentingan pribadi maupun golongan.

Melainkan untuk cita-cita yang mulia, yakni Indonesia Merdeka. Tak dapat dipungkiri bahwa, para pemuda dari berbagai daerah itu mempunyai kapasitas keilmuwan yang memadai.

Segala listerasi dan diskusi menjadi kebiasaan sehari-hari. Lalu, pertanyaannya, “Bagaimana dengan pemuda hari ini?”.

Seharusnya dalam mendalami dan mempertajam tujuan Sumpah Pemuda, dalam arti Nasionalisme, pemuda hari ini mempunyai potensi yang lebih luas.

Ketika dulu buku-buku bacaan sangat terbatas jumlahnya, maka hari ini sangat terbantu dengan adanya gadget.

Buku-buku bacaan dapat di akses dalam genggaman, tak perlu jauh-jauh ke Perpusda atau Perpusnas.

Semua sudah ada dalam gadget masing-masing, seperti e-book.

Minat baca masyarakat indonesia, khususnya pemuda hari ini sangatlah rendah.

UNESCO mencatat, bahwa minat baca Indonesia 0,001%. Artinya, dari 1.000 masyarakat Indoneisa, hanya 1 yang rajin membaca.

Kesadaran akan pentingnya wawasan pengetahuan, mungkin belum sampai dalam pikiran pemuda hari ini.

Membaca buku masih menjadi suatu hal yang bisa dibilang “langka”. Padahal, baik-buruk suatu bangsa tergantung pada para pemuda-pemudinya.

Sedangkan daya kritis dan inovatif sangatlah diperlukan bagi Negara ini.

Membaca fenomena faktual dan mencoba mengkaji setiap kebijakan yang disah-kan oleh pemerintahan adalah tugas pemuda saat ini.

Dengan minat baca yang rendah, menyoroti berita-berita faktual seringkali absen dan akhirnya terbengkalai.

Di media sosial, saling kritik satu dengan yang lain, terkejut histeris setiap berita yang belum tentu kebenarannya adalah karakter anak bangsa hari ini.

Mencoba objektif dalam mengkritisi, namun malah tergelincir akibat kecerobohannya sendiri.

Menjadi Indonesia bukan saling adu wacana yang tak pernah terbukti realisasinya.

Menjadi Indonesia adalah ikut serta mewujudkan cita-cita Indonesia dan terus berusaha mengobarkan semangat Sumpah Pemuda agar tetap kokoh semboyan yang di gagas oleh para pendahulu : Satu nusa, Satu bangsa dan Satu bahasa, yakni Indonesia!

Baca Juga : Kita Mahasiswa, Organisasi Kamar Kita, Kampus Rumah Bersama
2 komentar

2 komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak
  • Irham Muzaki
    Irham Muzaki
    29 Oktober 2021 pukul 00.16
    Siap sahabat kita atur jadwal ngopi.
    Reply
  • febryjack.10@gmail.com
    febryjack.10@gmail.com
    28 Oktober 2021 pukul 06.01
    Izin menanggapi 😁
    Minat baca masyarakat indonesia,dari 1.000 masyarakat Indoneisa, hanya 1 yang rajin membaca.dari kutipan diatas menurut D.W anugrah apa yang melatarbelakangi hal tersebut? Dan hal hal apalagi yang bisa kita lakukan untuk merefleksikan sumpah pemuda?
    Sekian terimakasih, mohon pencerahannya 😁
    Reply