BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W
BWlBduTUUim65BmNoRNRwZwviGLcUft1snoGQp4W

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Bawah Artikel

Recent

Bookmark

Bias Pemahaman Radikalisme di Kalangan Mahasiswa

Pena Laut - Mendengar kata radikalisme mungkin sudah tidak asing lagi di telinga mahasiswa yang notabenya sebagai seorang yang terpelajar. Kebanyakan penilaian mereka terhadap radikal konotasinya selalu negatif, karena selalu berbau dengan bentuk kekerasan.

pena laut


Sebelum membahas lebih dalam tantang paham radikalisme, penting bagi kita untuk tahu makna dari kata radikal itu sendiri agar kedepanya tidak salah dalam memahami paham radikalisme.

Radikal berasal dari bahasa Latin Radix yang memiliki makna akar, sumber ataupun asal mula. Apabila lebih diperdalam kata radikal bisa dimaknai berfikir secara mendalam mengenai suatu hal sampai ke akar-akarnya.

Kemudian radikalisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dimaknai sebagai paham yang melekat pada seseorang atau kelompok yang menginginkan suatu perubahan sosial mapun politik dengan jalan kekerasan.

Ketika melihat kebelakang kata radikal digunakan dalam wilayah politik, sekitar tahun 1797 oleh Charles James Fox seorang ahli politik kelahiran London, yang mendeklarasikan Reformasi Radikal, Suatu sistem pemilihan bagi siapa saja yang telah dewasa.

Sejak saat itu istilah radikal selalu diberikan kepada siapa saja yang mendukung gerakan reformasi parlement.

Setelah memasuki abad ke-19 istilah radikal mulai mengalami perubahan makna. Perubahan makna ini selalu dikaitkan dengan mereka yang memiliki keinginan kuat melakukan perubahan  dengan gerakan revolusi.

Salah satunya adalah mereka yang menganut ideologi Marksisme maupun kelompok yang lain.

Dari kejadian tersebut radikal sudah tidak dimaknai sebagai gerakan reformasi perubahan sosial secara bertahap, menjadi gerakan perubahan secara cepat dan keras dengan cara revolusi.

Berdasarkan pengertian di atas dan beberapa kejadian di masa lalu bisa dipastikan kata radikal memiliki perubahan makna secara jelas dan menjadi bias di kalangan mahasiswa. Semua gerakan yang maupun tindakan yang berbau kekerasan selalu dicap sebagi perbuatan yang radikal hingga saat ini.

Padahal jika melihat makna aslinya radikal ini bersifat netral, tidak condong ke arah negatif maupun positif. Tidak selamanya radikal ini selalu condong ke arah yang negatif, tergantung bagaimana konteks kejadianya.

Kemudian saat ini paham radikal seringkali disandingkan dengan kelompok agama tertentu seperti Islam, karena ada beberapa peristiwa besar yang melarbelakangi.

Mulai dari peristiwa penyerangan 11 September 2001 (Selasa Kelabu) yang dilakukan oleh 19 militan Al-Qaeda dengan membajak pesawat lalu melakukan serangan bunuh diri, menabrakan pesawat ke Menara kembar Word Trade Center (WTC) di New York dengan jumlah korban mencapai tiga ribu nyawa melayang.

Lalu ditambah lagi kemunculan ISIS, Islamic State of Iraq and Syiria yang merupakan pecahan dari Al-Qaeda pada tahun 2004, cukup menghebohkan dunia dengan serangan terorisnya yang brutal keberbagai negara, untuk melancarkan kepentinganya membuat negara Khilafah.

Di Indonesia sendiri radikalisme mulai menyebar pada masa Orde Baru dan Reformasi dengan berbagai pola yang berbeda.

Pada masa Orde Baru aksi radikalisme dilakukan dengan merekayasa politik yang merekrut mantan anggota DI/TII untuk menjadi anggota jihad dan memojokan Islam.

Sedangkan pada masa Orde Baru aksi radikalisme dilatarbelakangi oleh kepentingan politik dengan mengatasnamakan agama. Dan kemudian merambat sampai pada peristiwa Poso dan Ambon.

Dari kejadian di atas sehingga munculah anggapan bahwasanya Agama Islam dicap sebagai agama yang radikal oleh beberapa kelompok tertentu.

Padahal dalam Islam sendiri tidak mengajarkan penagnutnya untuk berbuat kekerasan. Agama Islam merupakan agama yang cinta dengan kedamaian, berasal dari kata “Salima” yang berarti selamat.

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda bahwasanya orang yang dinamakan Islam itu apabila orang lain bisa selamat dari ucapan dan Tindakan orang Islam itu sendiri.

Lalu mereka yang yang melakukan gerakan radikal atas nama agama dan tidak bisa memberikan rasa aman bagi saudara lainya belum bisa disebut sebagai seorang yang Islami.

Sebagai mahasiswa sudah seharusnya kita bisa membendung paham-paham yang sifatnya merusak dan melukai sesama manusia karena itu tidak diajarkan dalam Islam.

Apalagi sebagai mahasiswa yang memegang teguh ajaran Aswaja dituntut untuk mampu menjunjung tinggi nilai nilai yang terkandung didalamnya.

Seperti Tawasuth (Moderat), Tawazun (Seimbang), Tasamuh (Toleran) dan Itidal (Adil) harus benar benar dipegang dengan teguh dan selalu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Jangan sampai sebagai seorang mahaiswa yang memiliki nilai intelektual tinggi menganggap orang Islam diluar golongan kita sebagai golongan yang memiliki paham radikal. Hanya karena alasan berbeda busana ataupun ubudiah denga kita.

Selama mereka tidak kelaur dari ajaran Al-Quran dan Hadist serta tidak melakukan tindakan kekerasan dan aksi teror demi untuk kepentingan golonganya, mereka tetaplah sebagai saudara kita sesama muslim, wajib untuk kita hormati. 

Yakinlah apabila nilai nilai aswaja tersebutvbenar benar dilakukan insya Allah akan terbentuk suatu kehidupan bernegara yang damai dan NKRI akan tetap utuh samapi hari kiamat datang.

Jadi dari mulai saat ini pola pikir kita harus diubah tentang pandangan kita sebagai mahasiswa mengenai paham radikal yang seringkali disangkut pautkan dengan golongan Islam.

Tidak ada Islam yang radikal yang ada hanyalah oknum yang melakukan gerakan kekerasan atau terror/ekstrimis dengan mengatasnamakan Islam untuk kepentinganya sendiri.

Sedangkan makna radikal sendiri silahkan dimaknai sesuai dengan konteks yang sesuai jangan selalu beranggapan ke arah yang negatif, karena sudah sangat jelas dari sosio historisnya menjelaskan demikian.

Baiklah hanya ini yang bisa saya tuliskna semoga bisa menambah bagi siapapun yang membacanya dan saya berterimakasih apabila ada yang mau meluruska tulisan ini jika terdapat kesalahan serta mau memberikan saran dan masukanya untuk penulis.

Baca Juga : Pendidikan Menjadi Ladang Bisnis

Posting Komentar

Posting Komentar

Berkomentarlah Dengan Bijak